Warga Diminta Kosongkan Lahan KEK Mandalika

Komnas HAM akan Minta Keterangan ITDC

HPL: Salah plang HPL milik ITDC yang tak mencantumkan nomor HPL di kawasan Bukit Bantar. (M HAERUDDIN/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Persoalan lahan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika masih berpolemik. Baru-baru ini, PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku BUMN pengembang dan pengelola destinasi pariwisata The Nusa Dua, Bali dan The Mandalika kembali mengeluarkan surat tentang pemberitahuan pengosongan lahan di KEK Mandalika.

Ketua Tim Advokasi lahan Mandalika, Hasan Masat menyayangkan surat perintah pengosongan yang diterbitkan pada 19 Agustus 2020 tersebut. Karena proses penyelesaian sengketa lahan antara ITDC dengan warga belum menemukan kesepakatan. ‘’Dalam proses mediasi atau negosisasi warga masih bertahan agar lahan mereka dibayar secara layak dan belum ada keputusan apapun. Tiba-tiba ITDC menyampaikan surat peringatan pertama meminta warga untuk mengosongkan lahannya, tindakan ITDC menerbitkan surat peringatan pertama adalah bentuk tindakan arogansi dan sewenang-wenang. Sebaiknya ITDC harus lebih bijak dalam menyelasaikan persoalan tanah di KEK Pariwisata Mandalika,” sesal Hasan Masat, Minggu (23/8).

Hasan juga mencurigai keabsahan klaim ada HPL di atas lahan warga di KEK Mandalika. Pembebasan lahan oleh PT Rajawali atau PPL atau LTDC waktu itu diduga penuh rekayasa dan manipulatif. Karenanya, ITDC dan pemerintah harus mememahami karakteristik permasalahan lahan di KEK Mandalika.

Misalnya, sambung Hasan, pertama adanya lahan yang salah bayar bukan kepada pemilik sebenarnya. Kedua luas lahan yang dibayar berbeda dengan luas yang dimiliki warga. Ketiga penerbitan  HPL dengan alasan tanah negara di atas tanah warga yang tidak memiliki surat-surat tanah. Padahal warga mengusasi lebih dari 50 tahun secara turun temurun dan tidak pernah ada pelepasan hak kepada PT Rajawali atau PPL atau LTDC. ‘’Selain itu, ITDC juga harus menunjukkan dokumen asli atau warkah tanah sebagai syarat terbitnya HPL. Apakah benar orang yang melepaskan hak atas tanah kepada ITDC adalah warga pemilik lahan sebenarnya,”pintanya.

Pertayaan mendasar yang harus dijawab ITDC, cetus Hasan, adalah apakah benar mereka memiliki bukti-bukti valid tentang asal muasal tanah sehingga terbit HPL. Dan, apakah benar PT Rajawali atau PPL atau LTDC waktu itu membeli lahan dari warga pemilik lahan atau justru membeli lahan dari broker tanah yang mengklaim tanah tersebut adalah miliknya. “Sengkarut sejarah persoalan tanah di kawasan Mandalika harus menjadi fokus perhatian ITDC dan pemerintah dalam rangka penyelesaian secara bijak dan berkeadilan. Bukan dengan mengirim surat “ancaman” pengosongan lahan. Ini cara-cara intimidatif dan berpotensi melanggar HAM,”terangnya.

Hasan menambahkan, praktik intimidatif ini tidak boleh lagi dilakukan, entah oleh negara apalagi ITDC yang hanya korporasi pelat merah. Pihaknya mengingatkan ITDC agar jangan sekali-kali menggunakan cara kekerasan, apalagi menggusur tanah milik warga hanya berbekal kertas HPL. ‘’Jangan pernah lagi ada tindakan paksa atau tindakan sepihak yang dilakukan ITDC kepada warga,’’ kata aktivis sosial ini.

Jika ini dilakukan lagi, tukasnya, maka ini jelas tindakan sewenang-wenang. Secara hukum ITDC sebagai badan hukum perdata tidak memiliki hak dan kewenangan mengambil alih lahan warga secara sepihak. Semua proses eksekusi atau pengosongan lahan harus melalui putuasan pengadilan. ‘’Jika pengosongan lahan ini dilakukan ITDC, maka jelas ini tindakan melawan hukum dan melanggar HAM warga pemilik lahan,”cetusnya.

Terkait tentang masih adanya praktik intimidatif dalam proses penyelesaian sengketa belum ada titik temu, Hasan kembali menyesalkan. Demikian juga tanggapan dan perintah Komnas HAM tidak dihiraukan ITDC. Sebagai coporate berbaju dinas, seharusnya ITDC taat kepada instrumen negara seperti Komnas HAM. ITDC seyogyanya tidak melulu memikirkan target keuntungan dan penyelesaian secara membabi buta. Dialog, uji kesahihan data dan fakta, penajaman pada akar masalah adalah hal-hal yang harus dikedepankan ITDC. “Jangan memproduk kemarahan untuk munculnya kemarahan rakyat untuk tujuan yang belum tentu mulia ini. Jangan sampai tindakan ITDC melampaui kewenangannya dengan menggusur tanah rakyat. Silakan selesaikan masalah lahan rakyat dengan bijaksana. Kita akan berlomba-lomba mendukungnya jika itu bermanfaat untuk warga pemilik lahan,”katanya.

Tim Advokasi Lahan Mandalika meminta perlindungan hukum kepada Presiden RI, DPR RI, DPD RI untuk memerintahkan ITDC menghentikan tindakan sepihak untuk mengosongkan lahan milik warga. Mereka juga meminta perlindungan hukum kepada Komnas HAM RI untuk melakukan investigasi atas dugaan perampasan hak-hak tanah milik warga. Termasuk perlindungan hukum kepada Ombudsman RI untuk melakukan investigasi atas dugaan maladministrasi proses penerbitan HPL di atas tanah milik warga. “Kami mendesak ITDC mencabut surat pemberitahuan pengosongan lahan milik warga di KEK Madalika pada 19 Agustus 2020. Kami juga mendesak Pemprov dan Pemda Lombok Tengah untuk memfasilitasi kembali penyelesaian lahan di KEK Mandalika secara transparan dan berkeadilan,”tegasnya.

Sengkarut persoalan lahan KEK Mandalika ini ternyata sudah tembus ke telinga Komnas HAM. Warga yang merasa terzalimi atas kebijakan ITDC dan pemerintah mengadukan langsung persoalan ini ke Komnas HAM di Jakarta, Jumat (14/8) lalu. Komnas HAM memastikan akan menindaklanjuti laporan warga ini setelah mengantongi surat tanda penerimaan laporan dengan nomor 005/STPL-KH/VIII/2020. “Komnas HAM akan meminta keterangan kepada ITDC,” ucap Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM RI, Beka Ulung Hapsara kepada Radar Lombok, Selasa (18/8).

Keterlibatan Komnas HAM dalam sengketa lahan di KEK Mandalika, merupakan babak baru. Selama ini para pemilik lahan berjuang melalui pengadilan. Namun, mayoritas warga kalah di depan hukum. Langkah Komnas HAM yang akan memanggil pihak ITDC sebagai bentuk keseriusan menindaklanjuti laporan yang masuk. “Pada prinsipnya Komnas HAM akan menindaklanjuti pengaduan warga,” kata Beka. 

Isi laporan pengaduan warga terkait sengketa lahan atas nama Yustin Oktariningsih dkk dengan PT ITDC sehubungan dengan pembangunan sirkuit MotoGP Mandalika. Laporan tersebut dimasukkan melalui pengacara Miftahurrahman SH. 

Lebih lanjut disampaikan Beka Ulung, permintaan keterangan kepada pihak ITDC sangat penting untuk dilakukan. “Permintaan keterangan kepada ITDC, ditembuskan juga kepada Kemenko Perekonomian, Kementerian BUMN, Pemprov NTB dan Kapolda,” terangnya. 

Selama pengaduan warga berproses di Komnas HAM, Beka Ulung meminta kepada pihak-pihak terkait untuk menghentikan rencana penggusuran lahan. Artinya, pihak ITDC dan aparat di daerah tidak boleh melakukan penggusuran. 

Menurut Beka Ulung, hak-hak orang yang mengadu ke Komnas HAM harus dihormati. Terutama terkait dengan hak atas kesejahteraan, sehubungan dengan hak kepemilikan tanah dan tempat tinggal. Semua itu sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). 

Lalu sampai kapan pihak ITDC dilarang melakukan penggusuran? Mengingat, pembangunan sirkuit MotoGP juga dikejar waktu. Menurut Beka Ulung, penggusuran boleh dilakukan setelah semuanya clear and clean. “Sampai ada kesepakatan jual beli tanah antara ITDC dengan warga pemilik lahan,” tegas Beka Ulung.

Vice President (VP) Corporate Secretary ITDC, Miranti N Rendranti yang dikonfirmasi terkait laporan warga ke Komnas HAM memastikan ITDC tidak pernah melakukan kegiatan yang tidak menghargai hak-hak pemilik lahan. “ITDC dalam setiap kegiatannya, selalu menghormati hak-hak masyarakat, serta mematuhi aturan dan ketentuan hukum yang berlaku,” terang Miranti.

Dalam kesempatan tersebut, Miranti kembali menegaskan, bahwa seluruh lahan yang masuk hak pengelolaan (HPL) ITDC telah clear and clean. “Kami pastikan status lahan yang masuk dalam HPL ITDC, seluruhnya telah berstatus clean and clear. Dan kami hanya membangun di lahan yang telah masuk dalam HPL ITDC,” tegasnya.

Oleh karena itu, Miranti memastikan kegiatan pengembangan The Mandalika, khususnya Mandalika International Street Circuit (Sirkuit Mandalika) terus berjalan normal sesuai jadwal dan target yang telah ditentukan. Apabila terdapat klaim dari warga masyarakat dengan bukti berupa sporadik atau surat keterangan tanah, yang ternyata tumpang tindih dengan HPL ITDC atau adanya klaim belum adanya pembayaran atas pelepasan hak atas tanah. Maka pihaknya mengimbau agar penyelesaian atas klaim tersebut harus diselesaikan melalui jalur gugatan di pengadilan. “Bukan dengan melakukan penyebaran opini atau aksi sepihak yang dapat merugikan kedua belah pihak,” imbaunya. (met/zwr)

Komentar Anda