
GIRI MENANG – Puluhan warga Desa Dasan Geria Kecamatan Lingsar Lombok Barat membuat petisi menolak rencana alih fungsi aset sekolah milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat kepada Yayasan Semesta Sayang Ibu. Penolakan ini disampaikan dalam bentuk petisi yang ditandatangani ratusan warga dan akan diserahkan ke pihak desa dan instansi terkait.
Salah satu tokoh masyarakat, Supriadi, menyebut proses alih fungsi dilakukan tanpa melibatkan masyarakat secara transparan. “Kami keberatan karena tidak ada sosialisasi atau musyawarah terlebih dahulu. Ini menyangkut aset publik yang seharusnya dikelola secara terbuka untuk kepentingan bersama,” ungkapnya, Selasa (27/5).
Warga khawatir jika aset tersebut dikuasai yayasan, maka akses masyarakat terhadap pendidikan bisa terhambat, serta penggunaan lahan tidak lagi berpihak pada kebutuhan warga desa. “Ini bentuk ketidakadilan. Karena itu, kami menolak lahan ini dialihfungsikan ke yayasan,” tegas Supriadi.
Ia menjelaskan, selama ini aset tersebut mendukung operasional SDN 1 Dasan Geria dan bahkan direncanakan untuk pembangunan Taman Kanak-kanak (TK) serta Posyandu. Warga berharap aset itu tetap digunakan untuk kepentingan pendidikan anak-anak di desa.
Lahan yang dipermasalahkan adalah eka perumahan guru SDN 1 Dasan Geria dengan luas sekitar empat are. Saat ini, bangunan tersebut masih ditempati oleh salah seorang guru. “Kami minta Pemda dan yayasan melihat langsung kondisi lapangan. Jangan sampai keputusan diambil tanpa pertimbangan dampak ke masyarakat. Kalau tuntutan ini tidak digubris, kami akan turun bersama warga,” tambah mantan Kepala Desa Dasan Geria ini.
Kepala Desa Dasan Geria, Fahrur Aziz, menjelaskan bahwa pihak desa tidak pernah merekomendasikan pemanfaatan lahan tersebut untuk yayasan. Yayasan diketahui langsung berkoordinasi dengan Bidang Aset di Pemkab Lobar. “Pemanfaatan lahan sebaiknya dilakukan bersama antara yayasan dan masyarakat, untuk kepentingan pendidikan seperti TK dan Posyandu,” jelasnya.
Fahrur menambahkan, pihak desa telah menyarankan agar Yayasan Semesta Sayang Ibu bekerja sama dengan masyarakat dalam pemanfaatan lahan tersebut. “Yayasan juga sudah bersedia, namun konsep kerja samanya masih akan dibahas lebih lanjut dengan sekolah dan desa,” ujarnya.
Ketua Yayasan Semesta Sayang Ibu, H. Jamaludin Abdullah, mengungkapkan bahwa pihaknya belum sempat berdialog langsung dengan warga terkait penolakan ini. “Kami belum tahu pasti apa yang menjadi keberatan masyarakat,” ucapnya.
Ia menjelaskan, yayasan awalnya mengajukan permohonan pemanfaatan lahan karena area sekolah sempat terbengkalai dan menyebabkan kerugian saat terjadi banjir besar yang merobohkan tembok pondok pesantren dan merusak kolam ikan. “Daripada tidak dimanfaatkan, kami ajukan ke Pemda agar bisa digunakan untuk kepentingan pendidikan santri,” jelasnya.
Yayasan diberikan hak guna usaha (HGU) atas lahan tersebut karena dinilai telah berkontribusi pada pengembangan SDM di daerah.
Sementara it Kepala Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) BPKAD Lobar, M. Erpan, mengatakan pihaknya sudah mengetahui adanya penolakan masyarakat. “Besok kami panggil kepala desa untuk mendengarkan langsung alasan penolakan. Kami juga akan menghimpun informasi dari lapangan agar tidak salah dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
Ia menegaskan, pemberian hak pinjam pakai atas lahan tersebut tidak dilakukan secara sepihak, tetapi harus mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lobar sebagai OPD yang membawahi aset pendidikan.(Adi)