Warga Bongkar Dugaan Pungli PTSL Kades Kembang Kerang Daya

SELONG- Warga Desa Kembang Kerang Daya, Kecamatan Aikmel, Lombok Timur (Lotim) mencium adanya dugaan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh Kades setempat terkait pembuatan sertifikat Program Tanah Sistim Lengkap ( PTSL) tahun 2019 dan 2018. . Ratusan Warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Kembang Kerang Daya (AMPKD) menduduki kantor desa setempat, Jumat (28/2) Kedatangan warga tak lain untuk mempertanyakan kejelasan uang pungutan dari ratuan warga terutama di tahun 2018. Pertemuan itu berlangsung ricuh dan tegang karena warga tidak puas dengan jawaban kades yang tidak singkron dengan yang mereka tanyakan . Warga pun sontak bersorak dan meneriaki kades beserta stafnya. Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Kembang Kerang Daya (AMPKD) Burhanuddin yang mewakili warga menyampaikan, ada tiga poin yang mereka sampaikan dalam pertemuan itu . Pertama mengklarifikasi berkaitan dengan penetapan pungutan Rp. 350 ribu untuk program PTSL di tahun 2019, kemudian pungutan terhadap ratusan warga di tahun 2018 yang dijanjikan ada pembuatan sertifikat gratis. Terakhir berkaitan pendapatan desa dari penjualan tahunan tanah pecatu selama tiga tahun kades menjabat. ‘’ Pungutan PTSL tahun 2019 sebesar Rp. 350 ribu, seolah disahkan sendiri oleh Kades. Karena tidak ada Perdesnya. Bahkan BPD pun mengakui tidak pernah tandatangani Perdes ‘’ beber Burhanuddin. Pungutan Rp. 350 ribu kata dia tidak cukup hanya berpatokan pada SKB tiga menteri dan Perbup nomor 27 tahun 2017. Karena mengacu pada Permen yang mengatur pengelolaan keuangan desa, pungutan PTSL ini jelas akan menjadi pendapatan desa . Sehingga pemanfaatan dan penggunaan dari pungutan itu harus dirincikan dalam Perdes. ‘’ Cuma desa ini saja yang tidak punya Perdes pungutan PTSL . Mau dikemanakan uang itu. Ini jelas ada niat tidak baik dari desa ‘’ curigannya Yang lebih parah lagi lanjut Burhanuddin yaitu pungutan di tahun 2018 l. Padahal di tahun itu, desa belum mendapatkan kuota pembuatan sertifikat gratis. Tapi kenapa pemerintah desa berani mengumumkan di Masjid, meminta warga untuk menyerahkan berkas dan melakukan pungutan. Jumlah warga yang dipungut sekitar 500 orang. Besaran pungutan ke warga berfariasi, mulai dari Rp. 500 ribu bahkan sampai Rp. 1 juta lebih . Sehingga total uang yang dikumpulkan ketika sekitar Rp. 480 juta. Tapi uang itu tidak masuk ke kas desa, melainkan diserahkan ke kades. ‘’ Karena tidak ada kuota, berkas di 2018 itu disimpan dikantor. Baru setelah ada kuota di tahun 2019 diajukan ke BPN. Sementara warga yang telah dipungut di tahun 2018 lalu yang telah jadi sertifikatnya di tahun ini kembali akan dipungut Rp. 350 ribu ‘’ sesalnya. Ulah pemerintah desa ini tegasnya jelas telah masuk ranah Pungli. Terlebih lagi penentuan besaran biaya pungutan pembuatan sertifikat juga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. ‘’ Ini jelas ada unsur tindak pidana korupsi dan penyalah gunaan kewenangan dilakukan Kades . Kenapa berani pungut warga, sementara sertifikat program endak ada . Herannya lagi, warga yang diupungut di tahun 2018 itu, kalau mau mengambil sertifikatnya, harus keluarkan uang lagi ‘’ kesalnya. Karenanya melalui pertemuan itu , warga meminta agar biaya pembuatan PTSL di tahun 2019 , digratiskan. Sedangkan untuk warga yang telah dipungut di tahun 2018 agar sebagian uangnya dikembalikan. Jika tuntutan itu tidak dipenuhi , mereka mengancam akan menyeret kades ke ranah hukum. ‘’ Begitu halnya juga dengan penjualan tahunan pecatu,endak jelas kemana uangnya selama tiga tahun menjabat Kades. ‘’ tutup Burhanuddin. Sementara itu, Kades Kembang Kerang Daya Daeng Muzakkir Mukhtar mengakui ada pungutan terutama di tahun 2018. Namun dengan dalih karena mengacu pada Perdes yang mengatur biaya untuk pembuatan alas hak seperti surat jual beli sebesar 2 persen. Begitu halnya juga dengan penetapan pungutan PTSL tahun 2019 sebesar Rp. 350 ribu. Besaran pungutan yang ditetapkan itu mengacu pada SKB tiga menteri. Ia menambahkan, untuk Desa Kembang Kerang Daya jumlah warga yang membuat sertifikat PTSL di 2019 sebanyak 2. 950 orang, disesuaikan dengan kuota yang ada. Dari jumlah itu, sebagian besar sertifkatnya telah terbit, bahkan ada sekitar 380 sertifikat telah diserahkan ke warga. ‘’ Ini lembaga desa, kalau kita diminta untuk telanjang , mohon maaf itu tidak bisa. Jangkan masyarakat BPD saya yang punya kewenangan juga tidak bisa memeriksa kita. Kecuali aparat penegak hukum," tutup dia. (lie)
Duduki kantor desa : Ratusan warga Desa Kembang Kerang Daya, Kecamatan Aikmel mendatangi kantor desa setempat untuk mempertanyakan pungutan biaya pembuatan sertifikat PTSL di 2018 dan 2019, Jum,at (28/2)

SELONG- Warga Desa Kembang Kerang Daya, Kecamatan Aikmel, Lombok Timur (Lotim) mencium adanya dugaan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh Kades setempat terkait pembuatan sertifikat Program Tanah Sistim Lengkap ( PTSL) tahun 2019 dan 2018.

Ratusan Warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Kembang Kerang Daya (AMPKD) menduduki kantor desa setempat, Jumat (28/2) Kedatangan warga tak lain untuk mempertanyakan kejelasan uang pungutan dari ratuan warga terutama di tahun 2018.

Pertemuan itu berlangsung ricuh dan tegang karena warga tidak puas dengan jawaban kades yang tidak singkron dengan yang mereka tanyakan . Warga pun sontak bersorak dan meneriaki kades beserta stafnya.

Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Kembang Kerang Daya (AMPKD) Burhanuddin yang mewakili warga menyampaikan, ada tiga poin yang mereka sampaikan dalam pertemuan itu . Pertama mengklarifikasi berkaitan dengan penetapan pungutan Rp. 350 ribu untuk program PTSL di tahun 2019, kemudian pungutan terhadap ratusan warga di tahun 2018 yang dijanjikan ada pembuatan sertifikat gratis. Terakhir berkaitan pendapatan desa dari penjualan tahunan tanah pecatu selama tiga tahun kades menjabat.

‘’ Pungutan PTSL tahun 2019 sebesar Rp. 350 ribu, seolah disahkan sendiri oleh Kades. Karena tidak ada Perdesnya. Bahkan BPD pun mengakui tidak pernah tandatangani Perdes ‘’ beber Burhanuddin.

Pungutan Rp. 350 ribu kata dia tidak cukup hanya berpatokan pada SKB tiga menteri dan Perbup nomor 27 tahun 2017. Karena mengacu pada Permen yang mengatur pengelolaan keuangan desa, pungutan PTSL ini jelas akan menjadi pendapatan desa . Sehingga pemanfaatan dan penggunaan dari pungutan itu harus dirincikan dalam Perdes.

‘’ Cuma desa ini saja yang tidak punya Perdes pungutan PTSL . Mau dikemanakan uang itu. Ini jelas ada niat tidak baik dari desa ‘’ curigannya Yang lebih parah lagi lanjut Burhanuddin yaitu pungutan di tahun 2018 l.

Padahal di tahun itu, desa belum mendapatkan kuota pembuatan sertifikat gratis. Tapi kenapa pemerintah desa berani mengumumkan di Masjid, meminta warga untuk menyerahkan berkas dan melakukan pungutan. Jumlah warga yang dipungut sekitar 500 orang. Besaran pungutan ke warga berfariasi, mulai dari Rp. 500 ribu bahkan sampai Rp. 1 juta lebih . Sehingga total uang yang dikumpulkan ketika sekitar Rp. 480 juta. Tapi uang itu tidak masuk ke kas desa, melainkan diserahkan ke kades.

‘’ Karena tidak ada kuota, berkas di 2018 itu disimpan dikantor. Baru setelah ada kuota di tahun 2019 diajukan ke BPN. Sementara warga yang telah dipungut di tahun 2018 lalu yang telah jadi sertifikatnya di tahun ini kembali akan dipungut Rp. 350 ribu ‘’ sesalnya.

Ulah pemerintah desa ini tegasnya jelas telah masuk ranah Pungli. Terlebih lagi penentuan besaran biaya pungutan pembuatan sertifikat juga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. ‘’ Ini jelas ada unsur tindak pidana korupsi dan penyalah gunaan kewenangan dilakukan Kades . Kenapa berani pungut warga, sementara sertifikat program endak ada .

Herannya lagi, warga yang diupungut di tahun 2018 itu, kalau mau mengambil sertifikatnya, harus keluarkan uang lagi ‘’ kesalnya. Karenanya melalui pertemuan itu , warga meminta agar biaya pembuatan PTSL di tahun 2019 , digratiskan. Sedangkan untuk warga yang telah dipungut di tahun 2018 agar sebagian uangnya dikembalikan. Jika tuntutan itu tidak dipenuhi , mereka mengancam akan menyeret kades ke ranah hukum.

‘’ Begitu halnya juga dengan penjualan tahunan pecatu,endak jelas kemana uangnya selama tiga tahun menjabat Kades. ‘’ tutup Burhanuddin.

Sementara itu, Kades Kembang Kerang Daya Daeng Muzakkir Mukhtar mengakui ada pungutan terutama di tahun 2018. Namun dengan dalih karena mengacu pada Perdes yang mengatur biaya untuk pembuatan alas hak seperti surat jual beli sebesar 2 persen. Begitu halnya juga dengan penetapan pungutan PTSL tahun 2019 sebesar Rp. 350 ribu. Besaran pungutan yang ditetapkan itu mengacu pada SKB tiga menteri.

Ia menambahkan, untuk Desa Kembang Kerang Daya jumlah warga yang membuat sertifikat PTSL di 2019 sebanyak 2. 950 orang, disesuaikan dengan kuota yang ada. Dari jumlah itu, sebagian besar sertifkatnya telah terbit, bahkan ada sekitar 380 sertifikat telah diserahkan ke warga. ‘’ Ini lembaga desa, kalau kita diminta untuk telanjang , mohon maaf itu tidak bisa. Jangkan masyarakat BPD saya yang punya kewenangan juga tidak bisa memeriksa kita. Kecuali aparat penegak hukum,” tutup dia. (lie)

Komentar Anda