MATARAM — Pemprov NTB berencana menggugat PT Lombok Plaza, terkait dugaan wanprestasi dalam pengelolaan lahan pembangunan NTB Convention Center (NCC). Gugatan ini diajukan, menyusul ketidakmampuan PT Lombok Plaza memenuhi kewajiban kontrak mereka, yang telah berjalan sejak tahun 2016, termasuk pembayaran kontribusi tahunan kepada Pemprov.
“Nanti kita ajukan gugatan perdata, kita menang ambil lahan baru kita putus kontrak,” kata Kepala Biro Hukum Setda NTB, Lalu Rudy Gunawan kepada Radar Lombok, kemarin.
Rudy menjelaskan kontrak yang ditandatangani pada 19 Oktober 2016, PT. Lombok Plaza diwajibkan membayar kontribusi tahunan kepada Pemprov NTB, terlepas dari realisasi pembangunan di atas lahan tersebut.
Namun hingga tahun 2024, PT Lombok Plaza belum membayarkan kontribusi apapun. Total kewajiban PT. Lombok Plaza selama delapan tahun mencapai hampir Rp 7 miliar, yang belum dibayarkan kepada Pemprov NTB. “Totalnya sampai sekarang itu kewajiban dia selama 8 tahun, hampir Rp 7 milliar yang belum dibayar kontribusi untuk kita,” sebutnya.
Kontrak antara Pemprov NTB dan PT Lombok Plaza pada awalnya dirancang untuk berlangsung selama 30 tahun. Namun dalam delapan tahun pertama, tidak ada tanda-tanda pembangunan. Meski pembangunan belum dilaksanakan, PT Plaza Lombok tetap berkewajiban untuk membayar kontribusi tahunan sesuai ketentuan kontrak.
PT Lombok Plaza belum menunjukkan itikad baik untuk melunasi kontribusi ini, sehingga Pemprov merasa perlu untuk mengambil langkah hukum. Meski sebelumnya Pemprov NTB telah melayangkan tiga kali somasi kepada PT Lombok Plaza, menuntut agar kewajiban pembayaran kontribusi dipenuhi dan pembangunan dilaksanakan sesuai kontrak. Namun hingga somasi ketiga, PT Lombok Plaza tidak memberikan respons yang memadai.
PT Lombok Plaza beralasan bahwa penundaan pembangunan disebabkan oleh pandemi COVID-19. Tetapi menurut Pemprov, alasan tersebut tidak relevan karena kewajiban pembayaran tetap berjalan sebelum dan sesudah pandemi. “Itu somasi kita, laksanakan kontrak. Somasi pertama tidak ditanggapi. Lalu kita somasi kedua dengan hal yang sama. Tapi tidak ditanggapi juga,” ujarnya.
Dalam responsnya terhadap somasi ketiga, PT Lombok Plaza meminta adendum terhadap kontrak terkait waktu pembangunan. Namun Pemprov NTB menegaskan bahwa adendum hanya bisa dibahas jika PT Lombok Plaza terlebih dahulu melunasi kewajiban kontribusinya. “Bicara waktu, oke karena ada Covid-19, tapi tidak bicara nilai. Kalau adendum harus sesuai dengan kontrak. Kita bicara adendum, asal anda lunasi dulu,” katanya.
Setelah gagal mencapai kesepakatan, Pemprov NTB kini mempertimbangkan langkah lebih tegas, yaitu memutus kontrak secara sepihak. Namun pemutusan kontrak langsung menghadapi kendala, karena PT Lombok Plaza masih memiliki utang kontribusi yang belum dibayarkan. Karena itu, langkah yang dipilih Pemprov adalah mengajukan gugatan wanprestasi.
Dalam gugatan wanprestasi tersebut, Pemprov menuntut tiga hal. Pertama, pelaksanaan kewajiban kontrak oleh PT Lombok Plaza, kedua, pelunasan tanggungan kontribusi yang belum dibayarkan, dan ketiga, penarikan uang jaminan sebesar Rp 21 miliar yang tercantum dalam klausul jaminan pelaksanaan kontrak.
Jika PT Lombok Plaza gagal memenuhi kewajibannya, Pemprov akan menarik uang jaminan tersebut dan mengambil alih lahan untuk pembangunan NCC. “Walaupun tidak dilaksanakan (pembangunan, red), putus kontrak tetap dia harus bayar kontribusinya,” ujarnya.
Kasus ini juga telah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi NTB, melalui bidang Pidana Khusus (Pidsus). Karena itu, Pemprov NTB tidak akan bertindak secara mandiri dalam masalah ini, dan akan berkoordinasi dengan pihak kejaksaan sebelum mengambil langkah lebih lanjut. “Tapi karena kasus ini sudah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi, maka Pemprov perlu melakukan koordinasi dulu. Tidak boleh Pemprov bertindak sediri, karena sudah ditangani oleh APH,” pungkas Rudi. (rat)