MATARAM – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP) Republik Indonesia (RI), H. Fahri Hamzah, menyoroti keberadaan kawasan kumuh di Kota Mataram yang dinilai masih belum tertata dengan baik.
Hal ini diungkapkannya dalam kunjungan kerja di Ibu Kota Nusa Tenggara Barat tersebut. Diaman ia menyebut bahhwa Kota Mataram sebagai salah satu dari 98 kota di Indonesia yang masih memiliki kawasan kumuh.
“Ada 98 kota secara nasional, termasuk Kota Mataram, yang kita lihat banyak kawasan kumuh,” ujar Fahri Hamzah, kemarin.
Menurut Fahri, pembangunan rumah susun dapat menjadi solusi dalam menata kawasan kumuh di Kota Mataram. Pemerintah pusat, lanjutnya, telah menyiapkan anggaran yang bersumber dari APBN untuk pembangunan tiga juta rumah di seluruh Indonesia.
Namun, ia menekankan pentingnya ide kreatif dari pemerintah daerah dan pengembang untuk memanfaatkan anggaran tersebut. “Tapi harus ada ide dari teman-teman di daerah. Jangan terlalu sederhana gagasannya,” tegasnya.
Fahri juga meminta para pengembang untuk tidak hanya fokus pada penjualan rumah atau membangun di atas lahan produktif. Ia menekankan bahwa tujuan utama adalah mengubah kawasan kumuh menjadi lingkungan yang indah dan asri.
“Duitnya banyak, tidak usah khawatir. Tapi idenya tidak ada. Saya khawatir teman-teman terlalu terlena dengan sistem lama. Business as usual (standar),” tambahnya.
Pemerintah pusat, lanjut Fahri, sedang berupaya memangkas izin pembangunan perumahan untuk mempercepat penataan kawasan. Namun, ia mengingatkan bahwa pemangkasan izin ini tidak berarti memberikan keleluasaan untuk membangun di atas lahan sawah produktif.
“Izin untuk menata kawasan, insyaallah, akan dipermudah. Kalau ada bupati, wali kota, atau pejabat yang mempersulit penataan kawasan, kita akan buat perhitungan,” tegas Fahri.
Ia juga menyoroti dampak buruk pembangunan yang tidak terencana, seperti rusaknya sungai, hancurnya pinggir pantai, dan kawasan heritage yang terbengkalai. Sebagai contoh, Fahri menyesalkan kondisi Kota Tua Ampenan yang justru semakin rusak dan tidak tertata.
“Kota Tua Ampenan itu heritage, tapi malah tambah rusak. Harusnya ada yang punya ide untuk menata itu,” katanya.
Fahri mengajak pemerintah daerah, pengembang, dan konsultan untuk berkolaborasi mengembangkan gagasan dalam penataan kawasan pemukiman. Ia menegaskan bahwa dana dari pemerintah pusat tidak akan menjadi masalah selama ada ide yang inovatif.
“Kalau ada ide bagus, pemda, pengembang, dan konsultan bergabung, berapa pun uangnya ada. Tapi harus punya gagasan, misalnya menata Kota Tua Ampenan. Tidak usah khawatir soal uang, cari saya. Tapi kalau tidak ada ide terus kejar APBN, malas saya,” sindirnya.
Fahri menyebutkan beberapa wilayah di NTB yang sudah masuk dalam rencana penataan oleh pemerintah pusat, seperti Desa Soro di Kabupaten Dompu dan Desa Bungin di Sumbawa. Ia mengungkapkan bahwa desain untuk kedua kawasan tersebut sudah ada, dan diharapkan bisa menjadi contoh bagi daerah lain.
Dia berharap pemerintah daerah dan pengembang di NTB, khususnya Kota Mataram, untuk lebih kreatif dalam merancang tata kelola kawasan pemukiman. Dengan kolaborasi yang kuat, kawasan kumuh dapat diubah menjadi lingkungan yang lebih layak huni dan bernilai estetika tinggi. “Sekali lagi, jangan malas. Uangnya ada,” tutup Fahri. (rat)