
MATARAM – Satreskrim Polresta Mataram resmi menetapkan “Walid Lombok” berinisial AF, ketua yayasan di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Gunungsari, Lobar sebagai tersangka dugaan persetubuhan terhadap santriwati setempat.
“Sudah penetapan tersangka terkait dengan persetubuhan,” kata Kasatreskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili, Kamis (24/4).
Polisi juga telah menahannya di Rumah Tahanan (Rutan) Polresta Mataram. “Sudah kita tahan per tadi malam (Rabu, 23/4) di Polresta Mataram,” ucapnya.
Dikatakan, dalam kasus ini ada dua laporan polisi yang diterima Polresta Mataram. Laporan pertama berkaitan dengan persetubuhan. Kedua berkaitan dengan pencabulan.
“Kasus persetubuhan dengan korban 5 orang. Kasus pencabulan dengan 5 orang korban juga,” sebutnya.
Saat ini, FA ditetapkan sebagai tersangka kasus persetubuhan. Untuk kasus pencabulannya, belum ditetapkan sebagai tersangka. “Penetapan tersangka ini berkaitan dengan kasus persetubuhan,” ujarnya.
Kepolisian menetapkan FA sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang dikumpulkan. Mulai dari keterangan sejumlah saksi dan ahli. “Ada juga hasil visum yang kita amankan,” tandasnya.
Sebelumnya, perwakilan koalisi stop kekerasan seksual, Joko Jumadi menyebut, AF diduga diduga telah memperkosa dan mencabuli santriwatinya sebanyak puluhan orang.
“Sementara, ada 22 nama (korban) yang sudah masuk. Yang sudah lapor hingga hari ini (Senin, 21/4) ada 7 orang. Ada korban persetubuhan, ada korban pelecehan,” kata perwakilan koalisi stop kekerasan seksual, Joko Jumadi di Polresta Mataram, Senin (21/4).
Aksi yang dilakukan AF dimulai sejak 2016 hingga 2023. Kebanyakan korbannya saat ini sudah menjadi alumni. Mereka berani bersuara menjadi korban aksi biadab yang dilakukan AF, setelah menonton serial film Malaysia berjudul Bid’ah, yang kini viral di media sosial.
Korban merasa, apa yang ada didalam film berasal dari Malaysia tersebut sama dengan yang dialami dari AF, sewaktu masih di pondok pesantren.
“Karena film Walid (pemerasan laki-laki film Bid’ah) ini lah kemudian (korban) berani untuk speak up,” terangnya.
AF menjalankan aksinya dengan memanipulasi korban. Pelaku akan memberikan keberkahan ke rahim korban. Sehingga keturunan korban nanti bisa menjadi seorang wali.
“Modusnya adalah terduga ini menjanjikan akan memberikan keberkahan di rahimnya (korban) supaya dapat melahirkan anak-anak yang akan menjadi seorang wali. Tidak ada (korban) yang hamil,” tegasnya
Dikatakan Joko, adanya aksi bejat yang dilakukan AF sampai ke telinga pimpinan ponpes. Pengakuan AF di hadapan pimpinan ponpes, mengakui perbuatan yang dilakukan.
“Menurut pengakuan pimpinan pondok, itu dia (pelaku AF) menyatakan mengakui perbuatannya. Tetapi di dalam keterangannya, dia (pelaku AF) lupa berapa banyak (korban),” ujarnya.
Pelaku melakukan aksi bejadnya di ruang kelas. Satu per satu korban diajak masuk ke dalam ruang kelas. Pelaku mulai melakukan aksinya dengan manipulasi psikolog korban.
“Kejadiannya tengah malam, di atas jam satu atau jam dua,” kata Joko. (sid)