Wacana DPRD NTB Interplasi Gubernur Terus Digulirkan

H. Najamuddin Mustafa (Faisal haris/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Keseriusan anggota DPRD Provinsi NTB untuk menggunakan hak interpelasi atau bertanya sebagai wakil rakyat terhadap sejumlah program yang selama ini dilaksanakan Pemerintah Provinsi terus digaungkan. Pasalnya dari beberapa program dinilai bermasalah.

Anggota Fraksi PAN DPRD NTB, TGH. Najamuddin Mustofa, bahkan telah mempersiapkan 10 pengacara kondang  yang akan melaporkan lima kasus yang dinilai jadi masalah dalam pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur H.Zulkieflimansyah-Hj Sitti Rohmi Djalillah (Zul-Rohmi), jika hak interpelasi gagal terlaksana.

“Kalau misalnya hak interpelasi gagal terlaksana di DPRD,  saya sudah persiapkan 10 pengacara kondang untuk melaporkan lima kasus (program) ke KPK, Kejaksaan Agung dan Mabes Polri,” ungkapnya Kepala Radar Lombok, Minggu (22/5).

Menurut politisi senior asal Lombok Timur itu, langkah tersebut dilakukan sebagai upaya hukum dalam membongkar beberapa temuan dalam program Zul-Rohmi yang dinilai bermasalah selama ini. “Tapi sekarang ini kita masih perjuangkan untuk terlaksana hak interpelasi itu, karena kita ingin tahu benang merahnya di balik program yang kita anggap bermasalah itu,” tegasnya.

Najamudin sapaan akrab politisi asal Lombok Timur itu, sangat yakin jika hak interpelasi dapat terlaksana. Terlebih sejauh ini dukungan dari fraksi-fraksi di NTB sudah memenuhi syarat diajukan hak interpelasi. “Tapi kita tunggu waktunya. Karena kebanyakan fraksi sudah setuju. Hanya fraksi Nasdem, PKS dan PPP yang tidak sepakat (hak interpelasi), tapi kalau kita lihat anggota fraksi PPP sebagian sudah sepakat ikut dalam perjuangan ini,” katanya.

Secara administrasi, hak interpelasi dapat terlaksana butuh dukungan lebih dari satu fraksi dan tandatangan 10 anggota DPRD NTB. Syarat ini, sambung Najamuddin, sebetulnya sudah lebih dari cukup jika melihat dari jumlah fraksi yang menyatakan diri untuk hak interpelasi. “Sebenarnya interpelasi sudah bisa berjalan. Kalau kita lihat dukungan dari anggota fraksi sudah hampir 20 orang yang nyatakan siap interpelasi. Tapi kita masih menunggu waktu saja untuk terlaksananya,” ungkapnya.

Baca Juga :  Pemkab Tidak Ingin Sekadar Wacana

Najamudin menjelaskan, bahwa hak interpelasi yang sekarang digaungkan dilatarbelakangi semakin banyak masalah yang ditemukan dilapangan terkait pelaksanaan program pada masa Zul-Rohmi. Sebut saja, program hibah irigasi tetes di Lombok Utara dan Sumbawa yang menelan anggaran cukup fantastis, mencapai 28 miliar. Tapi malah mangkrak tidak berjalan. Kemudian, program zero waste yang merupakan program unggulan Pemprov NTB, setiap tahun digelontorkan anggaran cukup besar. Padahal, menurutnya, program dalam penanganam sampah ini urusan wajib dari kabupaten kota bukan malah jadi urusan provinsi. “Dan mana hasilnya sampai sekarang program zero waste ini,” tudingnya.

Selain itu, lanjut Najamudin, soal program percepatan pembangunan jalan provinsi, dalam praktiknya justru malah mendanai pembangunan bukan jalan provinsi. Dan sampai sekarang program ini belum dapat dituntaskan 100 persen. Hal yang sama juga soal  program bantuan sosial berupa sapi dari APBD. Serta program beasiswa dari Pemprow NTB yang telah menelan anggaran hinggi lebih dari Rp 300 miliar. Padahal, ini kewenangam pemerintah pusat melalui Kementerian, tapi malah dilaksanakan oleh Pemprov NTB melalui Organisasi Perangkat Daerah dan dijadikan sebagai program unggulan Zul-Rohmi untuk mengirim putra puri NTB menempuh pendidikan di luar negeri. “Tapi coba kita lihat apa hasil dari program-program ini. Kan tidak ada yang bisa diukur karena memang dalam perencanaannya susah salah,” tudingnya.

Baca Juga :  Suruji : Kasihan Siswa Miskin

Najamudin menuding, bahwa pada masa kepemimpinan Zul-Rohmi masalah anggaran APBD yang setiap tahun mencapai Rp 5 triliun terjadi pemborosan dalam penganggaran disetiap program yang terkesan menghambur-hamburkan anggaran dengan program yang tidak produktif. “Misalnya Irigasi tetes ada momentumnya, tapi kemanfaatannya tidak ada. Beasiswa anggarannya hingga Rp 300 miliar pada program itu tetapi tidak menunjukkan produktivitas yang siginifikan terhadap pengiriman penerima beasiswa,” sebutnya.

Begitu juga dengan program zero waste, lanjutnya, terjadi duble anggaran, di kabupaten kota dianggarkan, di provinsi juga dianggarkan. “Jadi pemerintahan sekarang ini tidak jelas asam garamnya. Apakah mereka pemerintah provinsi, kabupaten atau pemerintah pusat, karena semua dirangkul,” sambungnya.

Sementara menurut Najamuddin, Pemprov tidak konsisten dengan apa yang menjadi tugas dan fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintah yang mewakili pemerintah pusat. “Malah asyik jadi kabupaten ke sebelas di NTB dalam penganggarannya yang dilakukan seperti pemerintah kabupaten yang jelas-jelas mempunyai wilayah. Sementara dalam undang-undang Pemprov tugasnya selaku pembina dari kabupaten,” jelasnya.

Sehingga dari program yang dijalankan Pemprov NTB dengan menelan anggaran cukup besar, kata Najamuddin, tidak berdampak secara ekonomi dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi. “Makanya ini yang saya suarakan. Saya tidak bicara benci, suka atau tidak suka, tetapi secara devakto bahwa sistematika anggaran dalam alokasi realisasi APBD NTB lebih dari 60 persen itu sifat konsumtif tidak produktif, sehingga tidak melahirkan pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya. (sal)

Komentar Anda