GIRI MENANG – Wakil Bupati Lombok Barat Hj. Nurul Adha, menginstruksikan penertiban terhadap tempat usaha, khususnya kafe-kafe yang menyediakan minuman beralkohol tanpa izin resmi.
Instruksi ini dikeluarkan menyusul laporan dari para camat terkait maraknya keberadaan kafe ilegal yang tersebar di hampir seluruh kecamatan di Lombok Barat dengan jumlah mencapai 109 titik.
Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Nomor 100.3.4.2/3601/Kum/2025 tanggal 3 Juni 2025, yang memuat tentang sosialisasi dan penertiban perizinan kegiatan atau tempat usaha yang menjual minuman beralkohol.“ Maraknya tempat usaha tanpa izin yang menyediakan minuman beralkohol telah menimbulkan keresahan hingga konflik sosial di tengah masyarakat,” tegas Nurul Adha.
Ia menekankan perlunya dilakukan sosialisasi dan penertiban secara menyeluruh terhadap kegiatan atau tempat usaha tersebut. Kepada seluruh camat di Lombok Barat — kecuali Batulayar dan Sekotong, Wabup menginstruksikan agar segera dilakukan pendataan dan verifikasi izin usaha.
“Kami minta para camat menyosialisasikan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pemilik usaha yang menjual minuman beralkohol,” lanjutnya.
Materi sosialisasi mencakup tata ruang wilayah sesuai Perda 11 tahun 2011 tentang RTRW Lombok Barat 2011–2031, perizinan bangunan gedung merujuk pada Perda 5 tahun 2022, perizinan usaha mengacu pada Perda 4 tahun 2022 tentang penyelenggaraan perizinan berbasis risiko, pengawasan minuman beralkohol merujuk Perda 1 tahun 2015, pajak dan retribusi daerah mengacu pada Perda 6 tahun 2023, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat sesuai Perda 9 tahun 2016.
Wabup juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas instansi untuk memastikan penertiban berjalan efektif. Salah satu masalah krusial adalah indikasi mempekerjakan anak di bawah umur pada sejumlah kafe ilegal.
“Ini bentuk pelanggaran berat. Kami akan ambil langkah tegas,” tegasnya.
Ia menambahkan, tidak sedikit anak perempuan di bawah usia 15 tahun yang ikut terseret dalam kegiatan tersebut, serta perempuan dewasa yang terdorong bekerja karena alasan ekonomi. Penanganan kasus ini akan melibatkan dinas dan lembaga terkait.
Sebagai tindak lanjut, Wabup menekankan bahwa Pemkab juga menyiapkan langkah antisipatif terhadap dampak sosial dari penutupan kafe ilegal, melalui program pembinaan usaha alternatif, seperti pengolahan tuak manis menjadi produk bernilai ekonomi.
Camat Narmada, Sumasno, menyebut di wilayahnya terdapat 38 kafe atau warung kopi, 26 homestay, 3 hotel, serta 1 hotel di dalam kawasan Taman Suranadi.” Banyak yang belum berizin. Ada juga yang izinnya disalahgunakan untuk menjual miras,” katanya.
Plt Camat Gunung Sari, Musanif, melaporkan terdapat 39 kafe di wilayahnya yang tersebar di Desa Mekar Sari, Mambalan, Jeringo dan Gunung Sari. “Kayaknya semuanya tidak berizin,” ungkapnya.
Ia mengaku telah melakukan penutupan, tetapi kafe-kafe tersebut kembali beroperasi. Pemerintah kecamatan hanya bisa berkoordinasi dan melaporkan karena tidak memiliki kewenangan penindakan langsung.
Camat Kediri H. Iswarta Mahmuludin menyebut hanya ada tiga kafe di wilayahnya. “Awalnya empat, tapi satu sudah tutup. Satu lagi tidak aktif. Hanya dua yang masih berjalan,” jelasnya.
Penertiban ini merupakan langkah awal Pemkab dalam menciptakan ketertiban umum serta melindungi masyarakat dari dampak negatif peredaran minuman keras dan praktik usaha ilegal yang meresahkan.(Adi)