Vakum Puluhan Tahun, Berinovasi Lagi dengan Mesin Sangrai Kopi

JUARA : Mustain (kiri) pemenang kedua TTG tingkat Provinsi berpose dengan Kepala DP2KBMPD Lombok Utara H Kholidi setelah penyerahan penghargaan (HERY MAHARDIKA/RADAR LOMBOK)

Mustain warga Dusun Karang Jurang Desa Persiapan Segara Katon Kecamatan Gangga berhasil meraih juara II tingkat provinsi pada pameran Teknologi Tepat Guna (TTG) yang dilaksanakan di Kabupaten Lombok Barat beberapa waktu lalu. Ia sendiri tidak meyakini dirinya bisa meraih juara II dari hasil penciptaan mesin sangrai (menggoreng tanpa minyak) kopi.


HERY MAHARDIKA TANJUNG


MUSTAIN memang memiliki latar belakang pendidikan lulusan Sekolah Teknik Mesin (STM) di Kota Mataram tahun 1983 silam. Setelah lulus sekolah, ia tidak melanjutkan ke perguruan tinggi atau langsung bekerja di bidang permesinan sesuai jurusan yang diambil. Justru ia bekerja serabutan sembari menunggu panggilan masyarakat yang ingin diperbaiki peralatan mesinnya. “Saya lulus sekolah pada tahun 1983 silam langsung kerja serabutan, sembari menunggu panggilan dari orang-orang yang mau diperbaiki alat elektroniknya,” tuturnya kepada Radar Lombok seusai diberikan penghargaan pada Hardiknas, kemarin (2/5).

Selain itu, pada usianya yang masih muda waktu itu ia selalu diminta masyarakat setempat untuk mendesain lampu takbiran sehingga desanya setiap tahun meraih juara I dua kali berturut-turut. Namun, pada perayaan ketiga terjadi perkelahian dengan masyarakat lainnya sehingga desanya tidak berhasil meraih juara. Sejak itulah, ia tidak lagi memegang teknologi dan beralih profesi menjadi sopir taksi di Pelabuhan Bangsal. “Dari sini saya tidak memulai memegang teknologi selama bertahun-tahun hingga berumah tangga dan punya anak serta punya menantu,” terangnya.

Baca Juga :  Mengunjungi Pasar Malam dan Hiburan “Rona-Rona”

Dari puluhan tahun itu, lalu ia kembali fokus membuka bengkel itupun ia hanya mengkoordinir menantunya yang mengerjakan. Baru pada tahun 2015, ia diminta untuk membuat stand tarup pada perayaan pameran TTG di Bima. Ia membuat stand dengan menyerupai masjid kuno. Pada pameran waktu itu, Lombok Utara tidak mendapatkan juara. “Sejak itulah, pada tahun 2015 saya diminta dan ditunjuk menjadi ketua Posyantek Kecamatan Gangga. Dari sinilah saya merasa terbebani dengan amanah tersebut sehingga saya harus termotivsi membuat mesin tepat guna,” jelasnya.

Kemudian, pada tahun 2016 ia diminta mewakili Lombok Utara pada pameran di Sumbawa. Dan ia pun membuat mesin pemecah beling yang berfungsi mengurangi riskio kaca, karena kaca atau botol sangat sulit dipecah hingga menjadi beling. “Namun, pada tahun kemarin bisa tidak meraih juara, dari sanalah saya lebih termotivasi lagi,” katanya sembari mengingatnya.

Kemudian, pada tahun 2017 ini ia pun kembali diutus untuk mewakili Lombok Utara ke tingkat provinsi dengan hasil ciptaan mesin sangrai kopi yang berfungsi untuk menggoreng kopi secara merata. Mesin ini sendiri tercipta, karena warga sekitarnya banyak menghasil kopi sehingga sangat sulit mencari bahan bakar berupa kayu, sehingga dari sanalah ia keluar idenya membuat mesin tersebut. “Mesin ini bisa menggoreng kopi 10 sampai 15 kg, mesin ini menggunakan listrik dan harus menunggu satu jam sudah bisa masak,” paparnya.

Baca Juga :  Ngobrol Bareng Neni Emardianti, Satpam Perempuan di Islamic Center

Dari hasil ciptaan TTG berupa mesin penggoreng kopi ini, ia berhasil mendapatkan juara II tingkat provinsi. Dan pada tahun ini ia akan diutus ke tingkat nasional yang berlangsung di Sulawesi. “Ini nanti saya akan modifikasi lagi,” katanya.

Dengan penghargaan yang ia peroleh, tentu akan menjadi penyemangat untuk berinovasi sesuai kebutuhan masyarakat sekitarnya. Untuk membuat mesin ini membutuhkan biaya sekitar Rp 4 juta, sedangkan untuk pemesaran belum dilakukan. Oleh karena itu, ia berharap kepada pemerintah daerah agar bisa membuat bengkel milik daerah, sehingga bisa menjadi tempat pelatihan sekaligus perbaikan motor milik daerah. “Dan bisa juga tempat berlatih para pelajar SMK yang ada di Lombok Utara,” harapnya.

Kedepan, ia akan membuat mesin pencetak bata yang menghasilkan 5-10 ribu dalam sehari. Namun, pembuatan mesin ini harus membutuhkan biaya sebesar Rp 35 juta. Dengan adanya mesin ini akan bisa memangkas empat tahapan proses pembuatan bata, yakni tahapan pengadukan, pencetakan, pembersihan dan pengeringan. “Kalau dana pembinaan dari provinsi hanya Rp 10 juta, gak cukup,” pungkasnya. (**)

Komentar Anda