Ustaz Mizan dan Made Santi Dilimpahkan ke Kejaksaan

DIHADIRKAN: Jumpat pers Subdit Cyber Dit Reskrimsus Polda NTB terkait pelimpahan Ustaz Mizan Qudsiyah dan Ida Made Santi Adnya ke Kejaksaan NTB, Rabu (27/7). (ABDURRASYID EFENDI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB melimpahkan barang bukti dan dua orang tersangka yang terjerat kasus UU ITE.

Kedua tersangka tersebut ialah Ustaz Mizan Qudsiyah salah seorang pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) As-Sunnah Bagik Nyaka, Kecamatan Aikmel, Lombok Timur dan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) NTB Ida Made Santi Adnya.

Kedua tersangka dan barang bukti untuk kasus berbeda ini dilimpahkan ke Kejati NTB pada Selasa (26/7) lalu. Terhadap tersangka Ustaz Mizan, pelimpahannya sesuai dengan Surat Kapolda NTB Nomor: B/85/VII/2022/Dit Reskrimsus. Sedangkan Ida Made Santi sesuai surat Kapolda NTB Nomor: B/86/VII/2022/Dit Reskrimsus. “Kedua tersangka dan barang buktinya sudah kami limpahkan,” sebut Plh Kasubdit Cyber Dit Reskrimsus Polda NTB AKBP Darsono Setya Aji, Rabu (27/7) kemarin.

Pasal yang disangkakan terhadap kedua tersangka ini berbeda. Untuk Ustaz Mizan Qudsiyah, disangkakan dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU RI No 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Sedangkan untuk tersangka Ida Made Santi, disangkakan dengan Pasal 28 ayat (1) Jo Pasal 45A ayat (1) UU RI No 19 Tahun 2016 Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 Tentang ITE, dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Setelah keduanya diterima Kejati NTB, keduanya dilimpahkan ke Kejari Mataram. Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram Ivan Jaka membenarkan bahwa pihaknya sudah menerima tersangka Ustaz Mizan Qudsiyah dan barang buktinya. Akan tetapi, Kejari Mataram tidak melakukan penahanan kepada Ustaz Mizan. “Kita tidak nahan, itu berdasarkan analisis di Kejari Mataram dan Kejati NTB untuk tidak dilakukan penahanan,” katanya.

Baca Juga :  Berkas Korupsi Rp 3,2 Miliar di Poltekkes Mataram Dinyatakan Lengkap

Pertimbangan tidak dilakukan penahanan karena Ustaz Mizan Qudsiyah masih kooperatif. Alasan lainnya juga sesuai dengan Pasal 21 KUHAP. “Ini juga Pasal 21 KUHAP yang mengatakan bisa tidak dilakukan penahanan jika kooperatif,” sebutnya.

Begitu juga dengan tersangka Ida Made Santi, pihak Kejari Mataram tidak melakukan penahanan. Hal ini disampaikan oleh Penasihat Hukum (PH)-nya Yan Mangandar. Dikatakan Yan, alasan kliennya tidak ditahan karena kooperatif. “Klien saya kooperatif, makanya tidak dilakukan penahanan,” ungkapnya.

Untuk diketahui, Ustad Mizan Qudsiyah terjerat kasus ITE kasus dugaan penghinaan terhadap makam para wali yang ada di Pulau Lombok. Di mana, pada awal tahun 2022 lalu masyarakat Pulau Lombok dibuat heboh dengan potongan video ceramah Ustaz Mizan Qudsiyah.

Isi ceramah dalam potongan video yang viral di media sosial kala itu diduga mengandung unsur kebencian dan penghinaan terhadap makam keramat para leluhur atau ulama yang ada di Pulau Lombok. Sontak membuat kelompok masyarakat khususnya yang bernaung di organisasi Islam di Pulau Lombok geram. Para pihak yang merasa tersinggung ramai-ramai melakukan aksi demonstrasi yang dibarengi dengan pelaporan yang ditujukan kepada Ustaz Mizan Qudsiyah.

Sementara untuk Ida Made Santi, ia terjerat kasus ITE karena dilaporkan oleh salah seorang mantan suami kliennya. Masalah ini bermula ketika Made Santi menjadi kuasa hukum dari seorang wanita berinisial NS, untuk masalah pembagian harta gono-gini pascaperceraian dengan suami kliennya berinisial GG.

Pasca-perceraian NS dengan suaminya berinisial GG, persoalan pembagian gono-gini sudah diputuskan dibagi dua. Hal ini sesuai keputusan Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung RI. Objek gono-gini waktu itu ada 9, salah satunya adalah Hotel B di Cakranegara. Karena gono-gini berupa benda material, sehingga tidak bisa langsung “digergaji” dan akhirnya diajukan lelang, sesuai dengan prosedur.

Baca Juga :  Polisi Agendakan Pemeriksaan Saksi Tambahan Kasus Penjualan Tiket Palsu Sheila On 7

Permohonan lelang kemudian diajukan ke Pengadilan Negeri Mataram dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Hal itu juga melibatkan tim appraisal independen yang menilai estimasi harga objek gono-gini tersebut. Pengumuman lelang untuk Hotel B juga sudah diumumkan Pengadilan dan KPKNL, termasuk di iklan media massa cetak.

Waktu itu pandemi covid-19 gelombang awal, sehingga penjualan lelang Hotel B terkendala. Menurut taksiran tim appraisal, harganya mencapai Rp 20 miliar. Laku terjualnya Hotel B cukup lama, sehingga pelelangan diumumkan melalui facebook. Dalam unggahan status Facebook-nya Made Santi waktu itu menuliskan. “Barang siapa berminat dengan hotel ini, bisa hubungi saya dan mendaftar ke kantor KPKNL Mataram”.

Postingannya disertai foto Hotel B, dan sejumlah dokumen seperti hasil appraisal dan dokumen pengumuman KPKNL Mataram. Atas dasar postingannya tersebut, Made Santi dilaporkan ke Polda NTB oleh mantan suami kliennya dengan kasus ITE. Dengan alasan memposting objek tanpa seizin GG, mantan suami kliennya.

Pada Maret 2021 lalu, Made Santi dipanggil penyidik Polda untuk klarifikasi. Kasus ini kemudian berlanjut hingga dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada awal Februari 2022. Pasal yang menjeratnya adalah Pasal 28, ayat (1), Undang-Undang ITE, terkait penyebaran berita bohong.

Ida Made Santi saat dimintai keterangan di Mapolda NTB mengatakan, dirinya mengapresiasi kinerja Kepolisian atas apa yang sudah dilakukan. “Saya ucapkan terima kasih dan menghargai pihak Kepolisian, sehingga sudah menetapkan saya sebagai tersangka. Dan sudah melimpahkan ke kejaksaan,” ucap dia.

Untuk membuktikan dirinya benar-benar bersalah atau tidak, lanjutnya, akan dibuktikan di meja hijau. Karena baginya, apa yang dilakukan beberapa waktu lalu sudah sesuai dengan aturan. “Kenapa saya katakan seperti itu, karena semua punya kuasa, saya advokat dan dilindungi oleh UU,” tutup Ida Made. (cr-sid)

Komentar Anda