MATARAM– Khitan atau yang lebih benyak dikenal dalam bahasa sehari-hari dengan “ Sunat” merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan bagi umat Islam.
Dari segi agama, sunat sebaiknya dilakukan sebelum anak mencapai usia pubertas atau aqil baligh. Di masyarakat banyak berkembang mitos soal usia anak-anak yang paling ideal untuk dikhitan atau disunat. Ada kelompok masyarakat yang langsung melakukan khitan begitu anak a baru lahir. Namun tidak sedikit yang melakukan khitan pada anak-anak setelah usia mereka diatas 1 tahun.
Dalam dunia medis, sebagaimana yang disampaikan I Made Pasek Sugiartha SKm dari Persatuan Perawan Nasional Indonesia (PPNI) Kota Mataram mengatakan usia idealnya anak-anak untuk dikhitan itu antara 1 sampai 5 tahun.
Menurutnya, pelaksanaan khitan itu tergantung kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Di pulau Jawa misalnya, khitan kepada anak-anak pada usia masuk sekolah antara usia 7 sampai belasan tahun. Berbeda lagi dengan orang-orang Timur Tengah yang memberlakukan sunat pada saat anak mereka baru lahir.
Pada dasarnya tidak ada masalah atau pengaruhnya terhadap anak-anak yang dikhitan saat usia 1 sampai 5 tahun atau diatas usia 5 tahun. Namun ketika anak dikhitan saat usianya masih 1 tahun, biasanya prosesnya agak lama karena kelamin anak masih terlalu kecil.” Tetapi kalau dari segi pengaruh kesehatan tidak ada.Anak-anak dikhitan saat usia ideal maupun diatasnya,” katanya.
Dalam istilah medis, khitan yaitu memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan laki-laki yang disebut dengan Qulfah, agar tidak terhimpun kotoran di dalamnya. Dikatakan, dalam dunia kesehatan tidak hanya anak-anak yang disunat, kepada orang tua juga dilakukan sunat tetapi itu dilakukan atas dasar adanya indikasi.
Misalnya ada indikasi penyempitan lubang aliran air seni atau kencing, maka itu dilakukan tindakan sunat. “ Khitanan itu sangat bagus untuk kesehatan terutama untuk kesehatan alat kelamin,” jelasnya.
Sugiartha mengakui ada mitos kalau anak yang dikhitan sebelum usia 1 tahun atau dalam usia terlalu kecil, akan menyebabkan pertumbuhan anak terganggu. Hal itu sepenuhnya tidak benar. Kalau memang anak tersebut sakit dan kurang gizi pasti akan mengalami gangguan dalam partumbuhannya. ''Tidak ada hubungan antara usia anak yang dikhitan terlalu kecil terus pertumbuhan anak terganggu. Kalau memang dari segi kesehatan dan pemenuhan gizi anak itu baik pasti akan tumbuh dengan baik,” tegasnya.
Sementara pakar sunat dan Pendiri Rumah Sunatan, dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS, mengatakan usia khitan paling baik ketika anak belum tengkurap. Yaitu ketika anak masih berusia kurang dari 6 bulan bayi. “Alasannya, karena fimosis atau penyempitan di bagian ujung kemaluan. Empat dari sepuluh anak laki-laki lahir mengalami fimosis,” jelas Mahdian belum lama ini.
Mahdian menambahkan hal itu menyebabkan risiko infeksi sehingga harus disunat. Angka fimosis cukup tinggi. Lalu pada saat usia 0-6 bulan jika terjadi luka akan sangat cepat sembuh. Pada saat bayi, berat lahir umumnya yaitu 3 kilogram. Dalam waktu 2 bulan, berat badan bayi bisa naik dua kali lipat. “Jumlah sel pun naik 2 kali lipat dari lahir. Ketika timbuhnya sel paling cepat, massa penyembuhan luka pada bayi juga cepat,” katanya.
Alasan lain, faktor trauma psikis. Anak bayi lebih baik saat disunat karena belum mengerti rasa sakit dibanding sudah besar. Mereka akan terhindar dari trauma psikis. “Dibanding sunat usia SD pasti semua ingat. Dan ternyata tanpa disadari kalau disunat itu kemauan orang tua, itu berdampak trauma psikis. Ada bapak yang antarkan anak bahkan pingsan ingat dulu waktu disunat,” tutur Mahdian tertawa.
Alasan lainnya, saat bayi belum tengkurap, risiko luka tergesek akan lebih kecil. “Sunat itu harus membuat anak dalam kondisi happy,” tegasnya. (ami/cr1/JPG)