Usaha Jasa Wisata Bodong Didesak Urus Izin

TANJUNG-Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Lombok Utara (KLU) melaksanakan rapat evaluasi bersama sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), di Kantor KPPT KLU, Kamis (11/8). Dalam rapat tersebut, direkomendasikan untuk membuat surat edaran berisi imbauan kepada 635 usaha jasa wisata yang tidak berizin di lima kecamatan yang ada di KLU.

Lebih lanjut Kepala KPPT KLU, M Sumadi menerangkan, di dalam surat imbauan tersebut, jasa usaha wisata yang tak berizin di-deadline untuk mengurus izin lengkap selama tiga bulan. Terhitung mulai 1 September 2016 hingga 1 Desember 2016. “Jika tidak segera mengurus izin dalam batas waktu yang kita berikan, maka kita akan berkoordinasi dengan tim penertiban untuk dilakukan tindakan,” tegasnya.

Sumadi menegaskan, pihaknya memiliki rincian 635 usaha jasa wisata yang belum berizin termasuk nama-nama pimpinannya. Sehingga nanti dalam memberikan imbauan yang ditembuskan ke masing-masing camat, juga akan lebih mudah. “Imbauannya akan kita langsung berikan ke tempat usaha itu,” jelasnya.

Kepala Seksi Klarifikasi Erwin Rahadi merincikan, jasa usaha wisata ini sendiri meliputi hotel bintang, hotel melati, restoran, cafe, bar, kolam renang, usaha selam, spa/salon, travel agent, live music, wisata tirta, money changer dan art shop yang tersebar di lima kecamatan kecuali Kecamatan Kayangan. Kecamatan Kayangan tercatat belum ada jasa usaha wisata.

Berikut rincian jumlah usaha jasa wisata baik yang berizin maupun belum berizin: Kecamatan Bayan, berizin 13, belum berizin 39; Kecamatan Gangga, berizin 3, belum berizin 4; Kecamatan Tanjung, berizin 39, belum berizin 23; Kecamatan Pemenang (Pulau Lombok), berizin 23, belum berizin 23; Kecamatan Pemenang (Gili Trawangan), berizin 223, belum berizin 342; Kecamatan Pemenang (Gili Meno), berizin 48, belum berizin 74; Kecamatan Pemenang (Gili Air), berizin 79, belum berizin 130. “Sehingga total usaha jasa wisata yang sudah berizin dan belum berizin ini mencapai 1.063,” terangnya.

Erwin menambahkan, izin yang belum dimiliki masing-masing jasa usaha wisata ini beragam, ada yang memang belum sama sekali mengurus izin, ada juga yang sudah mengurus izin tetapi belum tuntas. Diantaranya ada yang belum mengurus Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT). Ada sudah mengurus IPPT namun belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin lainnya. Ada juga yang belum memiliki Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Termasuk juga izin-izin lain seperti Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-Minol).

Sumadi menambahkan, pada 635 usaha jasa wisata yang belum berizin ini, termasuk di dalamnya 115 usaha jasa wisata di lahan Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT Gili Trawangan Indah (GTI). Dengan catatan 115 ini di luar home stay. Seperti diketahui HGB PT GTI sendiri didapatkan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. Sehingga nanti mungkin akan dibicarakan dengan PT GTI sendiri dan juga Pemprov NTB, bagaimana caranya agar 115 usaha jasa wisata tersebut bisa memiliki izin sementara demi tertibnya administrasi perizinan dan meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Menurut Sumadi, jika 635 jasa usaha wisata ini mengurus izin lengkap, maka diperkirakan ada tambahan PAD sebesar Rp 100 miliar per tahun yang bisa masuk ke kas daerah dari pajak yang dibayarkan, serta Rp 15 miliar PAD dari biaya perizinan yang diterapkan. “Luar biasa PAD yang bisa kita dapatkan kalau semua mau mengurus izin dan membayar ke daerah,” tandasnya. (zul)