Dari Urusan PJU, Regulasi hingga Kantong Kemiskinan

SUNSET : Sejumlah wisatawan menikmati matahari tenggelam (sunset) di Pantai Senggigi belum lama ini. Banyak problem kawasan wisata ini yang belum diselesaikan Pemkab (Rasinah Abdul Igit/Radar Lombok)

Senggigi adalah kawasan wisata andalan daerah ini sejak booming tahun 80-an silam. Namun meski sebagai andalan, pengelolaan kawasan ini tak seperti yang diharapkan para pelaku pariwisata. Banyak hal yang tak tuntas-tuntas mulai penerangan yang minim hingga keluhan investor atas banyaknya pungutan di balik regulasi ganda. Seperti apa?

 

 


Rasinah Abdul Igit – Giri Menang


 

Bertempat di kantor DPRD Lombok Barat di Giri Menang kemarin, puluhan pelaku pariwisata (hotel, restoran dan tempat hiburan) menyampaikan banyak keluhan mereka di hadapan anggota dewan yang dipimpin oleh Sulhan Mukhlis Ibrahim. Dalam pertemuan yang juga dihadiri kalangan eksekutif ini, mereka menyampaikan beberapa poin utama menyangkut Senggigi sebagai kawasan wisata andalan. Diantaranya, keluhan tentang betapa Pemkab tidak punya cara yang jelas mengatasi ratusan perahu nelayan yang saban hari parkir di area pantai Senggigi. Banyak wisatawan yang kecewa lantaran sebelum datang ke Senggigi membayangkan diri bisa menikmati laut lewat hamparan pasir pantainya. Begitu sampai, mereka menemukan perahu nelayan memenuhi areal pantai. Jika saja pemerintah punya jurus, dua-duanya bisa diakomodir, baik nelayan dengan menempatkan perahu mereka di tempat tertentu, juga hak wisatawan.

Itu yang pertama. Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat Ispan Junaidi hadir dalam pertemuan ini. Ispan sama dengan para pelaku wisata. Ia memaparkan banyak problem di Senggigi. Misalnya saja soal penerangan jalan umum (PJU), sampah, hingga rancunya regulasi yang membuat para pengelola hotel, restoran dan tempat hiburan seperti “diperas”. Soal regulasi, pelaku wisata kebingungan oleh adanya peraturan desa (Perdes) yang didalamnya mengharuskan hotel dan restoran membayar retribusi ke kas desa. Padahal di lain sisi ada Perda yang juga mengharuskan hal yang sama. “ Mestinya kalau sudah ada Perda, ya tidak boleh ada Perdes. Ini harus dibereskan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Antisipasi Banjir, Pemkab Lombok Barat Gelar Kerja Bakti di Senggigi

Penerangan jalan umum (PJU) di Senggigi juga belum beres. Pada malam hari, titik jalan di Senggigi lebih banyak gelapnya ketimbang terangnya. “ Tahun depan kita jamin ada penambahan 20 titik PJU di Senggigi supaya terang. Tapi kami juga harapkan hotel maupun yang lain-lain membantu Pemkab memasang lampu juga di sekitar hotel. Kita sama-sama,” ungkap Wakil Ketua DPRD Sulhan Mukhlis Ibrahim menjawab soal ini.

Senggigi adalah sebuah kawasan wisata di utara Lombok Barat. Warga Senggigi mungkin tidak menyangka jika wajah kampung mereka akan seperti sekarang. Di Senggigi kini telah berdiri puluhan hotel dari kelas bintang sampai melati, plus tempat-tempat hiburan. Data Dinas Pariwisata Lombok Barat mencatat, angka kunjungan wisatawan mancanegara ke kawasan ini terus mengalami peningkatan. Sebelum tahun 1990-an, sebagian besar Senggigi masih berupa pantai dikelilingi semak belukar dan kebun kelapa. Warga tak pernah mengira tanah mereka itu adalah mimpi bagi para pelancong dari belahan dunia lain.

Gegap gempita pariwisata Senggigi nyatanya belum linier dengan persoalan kesejahteraan warga sekitar. Sebagian besar warga masih kategori miskin. Di Desa Senggigi misalnya, dari total  sekitar 1.124 Kepala Keluarga (KK), setengah diantaranya miskin. Sebanyak 489 KK yang masih mendapat jatah Beras Mikin (Raskin) dari pemerintah. “ Yang terserap ke sektor pariwisata hanya 25 persen dari total warga kami. Banyak warga luar yang bekerja di sini,” ungkap Muhsan, salah seorang warga Senggigi kepada Radar Lombok belum lama ini.

Baca Juga :  Aruna Senggigi Resort Gelar Buka Bersama Puluhan Anak Yatim

Terkait kesejahteraan ini, menarik menyimak apa yang disampaikan anggota dewan dari Fraksi PAN, Munawir Haris. Ia menyampaikan bahwa penanganan kemiskinan di kawasan Senggigi bisa maksimal jika pemerintah daerah sungguh-sungguh mengoptimalkan potensi pendapatan dari Senggigi. Misalnya saja, Munawir Haris kecewa dengan tidak sesuainya serapan pendapatan daerah dari sektor pajak hotel, restoran dan tempat hiburan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Ia meminta pengelola hotel, restoran dan tempat hiburan jujur menyampaikan data pengunjung serta pendapatan mereka agar pajak yang diterima daerah meningkat signifikan.” Banyak yang tidak jujur menyampaikan data. Misalnya Spa tertentu, masak pengunjungnya hanya satu orang selama sebulan. Ini kan nggak bener. Lalu ada juga tempat hiburan yang melaporkan jumlah room-nya tidak sesuai dengan jumlah yang sebenarnya untuk menghindari pajak,” ungkapnya.

Senggigi adalah andalan daerah. Namun di tengah status andalan tersebut, potensi dan problemnya belum ditangani serius.(*)

Komentar Anda