Air dan alam merupakan hal yang tak terpisahkan, khususnya bagi ketergantungan mahluk hidup. Sehingga kelestarian alam dan air ini mutlak bagi manusia dan mahluk hidup lainnya, yang sudah tentu patut disyukuri.
JALALUDIN-LOTIM
RITUAL adat Ngayu-Ayu yang biasanya dilaksanakan setiap tiga tahunan sekali di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur (Lotim), dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta yang telah memberikan karunia berupa kelestarian alam dan mata air.
Mengingat geografis Kecamatan Sembalun sebagai daerah dataran tinggi, merupakan sumber air dan kehidupan bagi masyarakat di Pulau Lombok ini. Dimana sumber mata air yang ada di Segara Anak dan sekitar kawasan Gunung Rinjani merupakan sumber kehidupan mahluk hidup di sekitarnya, termasuk kita.
Karenanya, masyarakat Sembalun secara turun-temurun menggelar ritual adat Ngayu-Ayu sebagai bentuk dan ungkapan rasa syukur atas hal itu. Sehingga kita dan juga mahluk hidup lainnya dapat terus hidup atas kelestarian alam dan mata air yang merupakan rahmat dari Sang Pencipta Alam Semesta ini.
“Ngayu-Ayu itu merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kita atas tetap terjaganya alam dan air bagi sumber kehidupan manusia dan mahluk lainnya,” kata salah satu tokoh masyarakat Sembalun, H Kartib.
Mantan Kades Bumbung dan anggota DPRD Lotim ini berharap agar alam dan air ini akan tetap lestari, sehingga hidup dan kehidupan akan terus berlangsung. Ritual Ngayu-Ayu dilaksanakan setiap tiga tahun sekali dimulai dengan pengambilan air dari 12 mata air (ada yang beranggapan 13 mata air).
Pengambilan air di sumber mata air ini dilakukan oleh para pemangku adat sehari menjelang puncak ritual dilaksanakan, dan kemudian dilakukan serah terima atau Mapakin. Pengambilan biasanya dilakukan sore hari menjelang hari puncak peringatan.
Air yang telah diambil ini kemudian ditampung atau dikumpulkan pada wadah khusus, dan ditaruh di Berugak Desa di Desa Sembalun Bumbung. Kemudian pada malamnya dilakukan pembacaan lontar oleh salah satu tokoh.
Selain itu, masyarakat juga disuguhkan hiburan berupa pentas Drama Cupak Gerantang. Hingga kemudian dilaksanakn ritual puncak pada Kamis berupa penyembelihan hewan korban (sesembahan, red), untuk kemudian pengantaran air yang telah dikumpulkan tersebut ke Berugak Reban Bande, juga dilaksanakan perang topat sebagai puncak ritual. Biasanya juga dimeriahkan dengan suguhan tarian-tarian adat Sembalun.
Gelar ritual adat Ngayu-Ayu merupakan salah satu khasanah budaya peninggalan leluhur masyarakat Sembalun yang bertujuan selain ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta, juga sebagai wahana saling memperat silaturrahim antar masyarakat dengan para tokoh, bahkan dengan ulama serta pemerintah. (*)