UMKM Pangan Masih Dipersulit Urus Izin P-IRT

UMKM Pangan Masih Dipersulit
PRODUK UMKM : Wagub NTB Hj Sitti Rohmi Djalilah bersama Ketua DPD IWAPI NTB Hj Baiq Diah Ratu Ganevi melihat produk pangan UMKM di kedai 69 Mataram. (IST /RADAR LOMBOK)

MATARAM – Produk pangan olahan, baik itu makanan maupun minuman milik pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mulai 17 Oktober 2019 harus sudah memiliki label sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal tersebut berdasarkan UU nomor 34 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal.

Kewajiban produk pangan memiliki label sertifikat halal juga berlaku bagi pengusaha turunan produk makanan dan minuman lainnya. Berlakunya aturan label halal tersebut akan memberatkan pelaku UMKM. Pasalnya, sebagian besar produk UMKM belum memiliki label halal tersebut.

“Mengurus perizinan terbilang sebelum pengajuan sertifikat halal sangat sulit. Untuk pengajuan izin Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) sangat sulit dan belum yang lainnya,” beber Rosmini, salah seorang pelaku UMKM asal Mataram, Senin kemarin (30/9).

Rosmini mengaku jika kebijakan untuk kewajiban produk makanan dan minum harus miliki label halal, sebagian besar pelaku usaha tidak mengetahui hal tersebut. Akibtnya, sebagian besar produk UMKM belum memiliki sertifikat halal.

“Saya belum tau informasi keberadaan UU itu. Selain itu kami juga sulit untuk bisa mengurus izin halal,” ujarnya.

Menurutnya, untuk mengurus izin halal di dinas kabupaten terbilang sulit. Begitu juga, dengan susahnya mengurus izin, karena belum memiliki P-IRT pada produk pangan. Sehingga membuat pelaku usaha yang belum mengurus izin halal, merasa was-was dengan adanya kebijakan tersebut.

“Jangankan label halal kita tidak was-was, tidak adanya P-IRT pun kami sudah tidak percaya diri memasarkan produk.  Kita ini ingin pemerintah memberi kemudian mengurus izin yang lainnya sebelum ke label halal,” harapnya.

Untuk diketahui, selama ini, UU tersebut berlaku secara sukarela (voluntary) sehingga tidak berkekuatan hukum bagi setiap produk usaha. Kedepan, badan usaha diwajibkan untuk mengurus sertifikasi halal untuk produk usaha pangan. Selama ini produk yang memiliki label halal tidak banyak, karena sifat sertifikasi yang masih sukarela. Namun, dengan menggunakan Undang-undang jaminan produk halal per 17 Oktober 2019, seluruh produk harus memenuhi ketentuan sertifikasi halal.

Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB, Prof  H Saiful Muslim mengatakan, sejauh ini produk makan dan minum serta beberapa hotel dan restoran cukup banyak. Bahkan mencapai ribuan yang mengajukan sertifikat label halal. Tak hanya itu, terkait dengan penetapan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) tersebut, mewajibkan semua produk pangan harus sudah memiliki label sertifikat halal, pada 17 Oktober mendatang.

“Tetapi itu masih ada masa tenggangnya. Jadi tidak semua yang tidak halal di potong,” ujarnya.

Sementara itu, biaya dibutuhkan untuk membuat satu izin label halal pada sebuah produk bervariasi, tergantung dari jenis usaha yang dikelolah oleh pengusaha tersebut.

“Biayannya untuk UMKM itu berkisaran Rp 2,5 juta dan untuk produk minuman sekitaran Rp 3 juta. Ini sudah ketentuan dari MUI pusat,” katanya. (dev)

Komentar Anda