Uma Lengge, Cadangan Makanan Masyarakat Bima

TRADISIONAL: Deretan bangunan Uma Lengge Pintu di Desa Maria, Kecamatan wawo, Kabupaten Bima yang dibangun sejajar dengan indahnya (Sigit Setyo/Radar Lombok)

Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat agraris (petani), tanaman padi merupakan komoditas utama pertanian yang berperan penting dalam sendi-sendi kehidupan. Karena itu, mulai dari menyiapkan bibit, menanam, pemeliharaan, panen, hingga pasca panen, masyarakat selalu memberikan perlakukan secara khusus melalui berbagai acara ritual adat maupun keagamaan.

 

 


SIGIT SETYO – BIMA


 

BAGI masyarakat Indonesia, padi atau beras memiliki fungsi utama sebagai makanan pokok. Bahkan pada jaman dahulu, untuk menjamin masyarakat agar tidak menderita kelaparan, pendistribusian konsumsinya juga di atur sedemikian rupa, sehingga mencukupi kebutuhan hidup hingga musim panen berikutnya.

Seperti tradisi yang dilakukan masyarakat suku Mbojo di Desa Maria, Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ketika musim panen padi tiba, warga desa secara kolektif akan membawa hasil panennya tersebut ke kompleks Uma Lengge (Rumah Kerucut), atau Lumbung untuk di jemur dan disimpan sebagai cadangan pangan, maupun bibit.

“Tradisi yang berlangsung setahun sekali ini dinamakan dengan ritual Ampa Fare, atau tradisi menaikkan dan menyimpan padi,” kata John Karim, Juru Pelihara (Jupel) Uma Lengge.

Ritual Ampa Fare menurutnya, mengandung makna doa, yaitu ungkapan rasa syukur warga kepada Tuhan atas limpahan hasil panen padi, jagung, jewawut, kacang, kedelai, dan aneka komoditas pertanian lainnya.

Selain itu, tradisi menaikkan dan menyimpan padi di Uma Lengge ini juga memiliki nilai pembelajaran kepada masyarakat, agar mereka bisa hidup hemat. Karena itu, ketika padi sudah tersimpan di Uma Lengge, maka warga hanya diperbolehkan mengambil padinya setelah 40 hari.

“Itupun terbatas sekitar 25 kilogram saja untuk kebutuhan hidup keluarga selama seminggu,” ujar John Karim.

Saat ini lanjutnya, terdapat 108 unit Uma Lengge di Desa Maria. Dimana satu unit Uma Lengge adalah milik satu kepala keluarga. “Keberadaan Uma Lengge sendiri juga telah berusia ratusan tahun lebih. Sehingga Uma Lengge termasuk benda cagar budaya yang keberadaannya dilindungi oleh undang-undang, dibawah naungan Balai Pelestarian Cagar Budaya Denpasar,” papar Jupel Uma Lengge yang mengaku telah bertugas selama 16 tahun ini.

Baca Juga :  LIPI Diharapkan Berdayakan Masyarakat Pesisir

Dari berbagai sumber menyatakan, ritual Ampa Fare sendiri telah dimulai pada malam hari sebelum hari pelaksanaan, yaitu diselenggarakan acara doa bersama untuk keselamatan dan kelancaran acara. Dalam kegiatan itu, masyarakat juga akan dihibur dengan pertunjukan kesenian tradisional Rawa Mbojo (nyanyian khas suku Mbojo), dengan iringan alat musik biola dan gambo (gambus).

Keesokan harinya, prosesi Ampa Fare dimulai dengan penyambutan tamu–tamu kehormatan yang ditandai dengan pemotongan Ai Humpa (tali penyambutan) dan ritual ‘Baka (menolak bala) yang dilakukan oleh Tetua Adat Desa Maria.

Prosesi dilanjutkan dengan Sarere Fare (mengusap padi), atau mendoakan hasil panen agar berkah dan mencukupi hingga musim panen berikutnya. Padi dan hasil-hasil panen lainnya kemudian dinaikkan ke Uma Lengge, diawali oleh Wa’i Lengge (Tetua Perempuan) dengan cara dilemparkan ke atas, masuk ke dalam lubang yang ada di Uma Lengge. Sebagai penghargaan, para tamu undangan juga akan diberikan kesempatan melakukan hal serupa.

Prosesi akhir dari ritual Ampa Fare adalah acara Nangi Fare, yaitu pementasan kisah legenda dari padi yang menangis, karena belum berusia 40 hari tersimpan di Uma Lengge sudah dijadikan alat tukar menukar barang oleh pemiliknya.

Konon, kisah ini benar-benar terjadi pada jaman dahulu. Dimana padi menangis sebagai bentuk protes kepada pemiliknya yang hendak menukar padi dengan ikan, baju, atau barang-barang lainnya. Karena itu, di akhir acara, para Tetua Adat Desa Maria selalu mengingatkan warga agar tidak menggunakan padi sebagai alat barter (tukar menukar barang).

Dalam prosesi ritual Ampa Fare ini, para tamu undangan dan warga juga dapat menikmati aneka hidangan khas Desa Maria berupa “Nasi Santan Tujuh Rupa”, yaitu menu makanan Oha Kantai, Oha Santa ‘Bue, Oha Santa Witi, Oha Santa Pejo, Oha Santa Lawu’i, Oha Santa Mpoa, dan Oha Santa Mina.

“Untuk menunjang sector pariwisata NTB pada umumnya, dan promosi pariwisata Kabupaten Bima pada khususnya, kini pelaksanaan ritual Ampa Fare telah dijadikan sebagai agenda tahunan, dimana prosesi ini biasanya berlangsung pada bulan ke 6 kalender masehi, atau pada saat musim panen padi tiba,” jelas John Karim.

Baca Juga :  Puluhan Masyarakat Gedor Dikbud NTB

Uma Lengge, atau lumbung padi di bangun oleh warga Desa Maria, terpisah sekitar 500 meter dari perkampungan warga. Hal ini untuk menyiasati kalau sampai terjadi bencana kebakaran, agar api tidak ikut menghanguskan cadangan pangan warga.

Bangunan Uma Lengge di buat dari bahan kayu, dengan dinding dan atap berbentuk mengerucut terbuat dari ilalang. Uma Lengge memiliki tiga ruangan, yaitu ruangan paling bawah berbentuk panggung persegi empat terbuka, berfungsi sebagai tempat duduk. Kemudian ruangan kedua diatasnya adalah tempat menyimpan hasil tanaman palawija (jagung, kacang, jewawut, dan lainnya), dan ruangan ketiga paling atas menyatu dengan atap, adalah tempat menyimpan padi.

Di kompleks penyimpanan cadangan pangan warga desa seluas 2 hektar itu, selain terdapat 13 bangunan Uma Lengge, warga Desa Maria juga membangun 95 Jompo, suatu bangunan yang memiliki fungsi sama seperti Uma Lengge.

Yang membedakan kedua bangunan itu, kalau Uma Lengge ruang penyimpanannya memiliki bentuk mengerucut hingga ke atap, dengan dinding dan atap terbuat dari rumput ilalang. Maka untuk bangunan Jompo, ruang penyimpanannya memakai dinding papan kayu, dan hanya atapnya saja yang memakai rumput ilalang, atau genteng, bahkan seng.

Kompleks bangunan Uma Lengge dan Jompo biasanya juga sengaja di bangun di atas lahan yang lebih tinggi ( diatas bukit). Hal ini untuk keamanan sekaligus memudahkan kontrol, agar tidak ada warga yang mengambil cadangan pangan secara sembunyi-sembunyi (mencuri).

“Keberadaan situs Uma Lengge dan tradisi Ampa Fare setiap tahun yang diselenggarakan warga Desa Maria, memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata unggulan yang ada di Kabupaten Bima. Kami meyakini, melalui promosi yang tepat dan ekspos yang intensif di berbagai media, destinasi wisata Uma Lengge ini akan mendapat perhatian dan kunjungan para wisatawan,” pungkas Fahrurrozi Gafar, Direktur Humas dan Promosi BPPD (Badan Promosi Pariwisata Daerah) NTB.(*)

Komentar Anda