
MATARAM — Puluhan mahasiswa asal Pulau Sumbawa yang tergabung dalam Komite Percepatan Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (KP4S), menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur NTB, Kamis kemarin (15/5).
Dalam aksinya, massa menuntut Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB agar merekomendasikan pencabutan moratorium pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) kepada pemerintah pusat, serta mendesak percepatan proses pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa (PPS).
Mereka juga menuntut Presiden terpilih Prabowo Subianto, dan DPR RI, segera merancang dan mengesahkan Undang-Undang Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa, sebagai bagian dari agenda penataan wilayah nasional.
“Kami mendesak DPR RI dan Presiden segera membuat payung hukum tentang pembentukan Daerah Otonom Baru Provinsi Pulau Sumbawa,” teriak Koordinator Lapangan I KP4S, Aris Munandar, dalam orasinya.
Menurut Aris, Pulau Sumbawa memiliki potensi besar untuk berdiri sebagai provinsi tersendiri. Ia menyoroti keberadaan perusahaan tambang besar seperti PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN) sebagai bukti kekayaan alam yang dimiliki wilayah tersebut. “Kami tidur dengan emas. Pulau Sumbawa kaya sumber daya, tapi sampai hari ini belum menjadi provinsi sendiri. Ini bukan lagi sekadar aspirasi, tapi kebutuhan,” tegasnya.
Ia juga meminta Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal, untuk bersikap tegas mendukung aspirasi masyarakat Sumbawa. Menurutnya, Pemprov NTB tidak boleh pasif dalam menyikapi tuntutan masyarakat yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.
Menanggapi aksi tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Gita Ariadi, menyatakan bahwa wacana pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa bukanlah hal baru. Gagasan tersebut, bahkan telah muncul sejak lebih dari dua dekade silam. Namun hingga kini belum terealisasi, karena terbentur moratorium DOB dari pemerintah pusat.
“Kita sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tentu mengikuti kebijakan pusat. Kalau nanti ada sinyal dibukanya kembali kebijakan pembentukan daerah baru, tentu kita akan bergerak cepat lakukan konsolidasi,” ujarnya.
Menurut Gita, wacana pemekaran wilayah perlu disiapkan dengan matang, termasuk memenuhi persyaratan administratif dan teknis yang saat ini sudah mulai diperketat. Pemerintah daerah juga diimbau mempersiapkan segala kemungkinan dan menyusun ulang desain besar pembentukan provinsi sesuai regulasi terbaru.
“Daerah harus mengantisipasi tambahan-tambahan syarat yang akan ditetapkan pemerintah pusat. Maka penting bagi panitia lokal untuk terus memperkuat dasar-dasar usulan mereka,” jelas Gita.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa selain aspirasi dari Pulau Sumbawa. Sebelumnya juga berkembang wacana pemekaran di beberapa daerah lain di NTB, seperti Kabupaten Lombok Selatan (Kuta Mandalika) dan Kabupaten Samawarea, yang disebut-sebut ingin memisahkan diri dari Kabupaten Sumbawa.
“Siapa tahu ke depan, Pulau Sumbawa bisa seperti Brunei Darussalam yang kaya akan sumber daya. Dan Lombok seperti Singapura, hidup dari sektor jasa dan pariwisata. Kenapa tidak? Keduanya bisa berkembang bersama,” ulas Gita.
Sebelumnya aksi serupa juga digelar di Gedung DPRD NTB. Dimana menurut Koordinator Aksi, Nur Adil Ramadani, unjuk rasa ini dilakukan untuk mendorong pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS). “Pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa menjadi sebuah kebutuhan mendesak, dan solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat saat ini,” tegasnya dalam orasinya.
Salah satu isu utama yang diangkat dalam aksi ini adalah ketimpangan pembangunan antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Dimana sebagai pusat pemerintahan provinsi NTB, Pulau Lombok selama ini dinilai mendapatkan porsi pembangunan yang lebih besar. Sementara Pulau Sumbawa masih tertinggal dalam berbagai sektor, khususnya infrastruktur dan pariwisata.
Dibandingkan dengan Pulau Lombok, pembangunan infrastruktur dan destinasi wisata di Pulau Sumbawa masih jauh tertinggal. “Ini menjadi bukti nyata ketimpangan yang berlangsung lama,” ucapnya.
Namun menurutnya, langkah ini masih tertahan oleh moratorium pembentukan daerah otonom baru (DOB) yang diberlakukan pemerintah pusat. Akibatnya, meskipun dukungan terus mengalir dari tokoh masyarakat, akademisi, dan politisi lokal, tetapi proses pemekaran belum juga terealisasi.
“Disparitas pembangunan antara Lombok dan Sumbawa adalah alasan mendasar mengapa PPS harus segera terbentuk,” ujarnya.
Massa aksi ditemui Anggota Komisi I Bidang Politik dan Pemerintahan DPRD NTB, Marga Harun, yang menegaskan bahwa dirinya mendukung aspirasi mereka untuk pemekaran PPS. “Kita memiliki kesamaan persepsi dan sudut pandangan terkait pembentukan PPS,” kata Anggota DPRD NTB dari Dapil VI (Kabupaten Bima, Kota Bima dan Kabupaten Dompu).
Dikatakan, upaya mendukung pemekaran PPS bukan bertujuan hanya untuk memisahkan diri dari Pulau Lombok saja, namun lebih pada untuk peningkatan pelayanan dan pembangunan di Pulau Sumbawa. Bagaimana proses pelayanan dan pembangunan, sehingga pada akhirnya untuk kepentingan masyarakat Pulau Sumbawa. “Kita berharap perjuangan pemuda untuk PPS tidak bersifat momentum,” imbuhnya.
Menurutnya, perjuangan untuk provinsi baru di Pulau Sumbawa ke depan harus dilakukan melalui upaya diskusi yang dialogis. Pihaknya mendukung upaya pencabutan moratorium pembentukan DOB untuk pemerataan dan keberimbangan pembangunan Pulau Sumbawa. “Mendukung pencabutan moratorium DOB. Makanya semangat kawan-kawan adalah semangat masyarakat Pulau Sumbawa,” terangnya.
Senada dengan itu, Ketua Komisi I DPRD NTB Muhammad Akri menyatakan mendukung pembentukan PPS. “Kami dukung PPS,” tegasnya.
Dia mengatakan, usulan pembentukan PPS sudah berlangsung lama, sejak era Gubernur TGB Zainul Majdi. Namun usulan itu terbentur aturan moratorium DOB sejak 2014 lalu oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sebab itu, Akri menyarankan KP4S lebih baik melakukan aksi unjuk rasa di Jakarta. Sebab, dengan melakukan aksi unjuk rasa di Jakarta, maka Komisi II DPR akan dapat mengubah moratorium untuk bisa dibuka. “Kebijakan moratorium DOB merupakan kewenangan pusat, sebaiknya aksi ribuan warga PPS diarahkan ke pusat,” sarannya. (rat/yan)