Triwulan II Sinyal Pemulihan Ekonomi Makin Menguat

Airlangga Hartarto

JAKARTA—Memasuki Triwulan II-2021, sinyal pemulihan ekonomi semakin menguat. Berbagai indikator ekonomi yang dipantau Pemerintah telah menunjukkan sinyal penguatan dibandingkan Triwulan I lalu. Momentum pemulihan ini berhasil dipertahankan dengan dukungan dari program vaksinasi yang memulihkan kepercayaan masyarakat.

Per 2 Juni 2021, sebanyak 16,79 juta orang telah divaksinasi satu kali dan 10,87 juta orang di antaranya telah divaksinasi lengkap dalam dua kali dosis dalam Program Vaksinasi Pemerintah. Program tersebut telah memasuki Tahap II yang dilakukan kepada Lansia dan Petugas Publik. Selain itu, Program Vaksinasi Gotong Royong juga telah dilakukan kepada 39.906 orang. Secara keseluruhan, upaya-upaya Pemerintah sudah membuahkan hasil berupa tingkat kesembuhan yang naik menjadi 91,68% serta menurunkan kasus aktif menjadi 5,55%, dan keduanya lebih baik daripada global.

Momentum akselerasi pemulihan ekonomi melalui penguatan permintaan terus berlanjut. Indikasi ini tercermin dari perkembangan Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) yang tercatat meningkat dari 0,13% (mtm) pada April 2021 menjadi 0,32% (mtm) pada Mei 2021. Secara bulanan, inflasi Mei 2021 utamanya disumbang oleh komponen inti sebesar 0,16%, disusul komponen administered price (0,09%) serta volatile food (0,07%). Secara tahunan, inflasi inti mengalami peningkatan signifikan dari 1,18% (yoy) pada April 2021 menjadi 1,37% (yoy) pada Mei 2021, sekaligus memutus tren penurunan yang terjadi sejak Maret 2020.

Peningkatan signifikan dari inflasi inti menjadi indikasi kuat bahwa perbaikan permintaan terus berlanjut, sejalan dengan momentum pola musiman Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Ramadan dan Idulfitri. Momentum ini tentunya perlu terus dijaga dan diakselerasi dengan berbagai insentif kebijakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“Pemulihan kepercayaan masyarakat yang mendorong perbaikan permintaan domestik terus direspon positif oleh industri dengan meningkatkan aktivitas produksinya, tercermin dari PMI Manufaktur yang terus meningkat ke level 55,3 di Mei 2021, naik dari posisi 54,6 pada April 2021, dan mencatat rekor survei tertinggi baru selama tiga bulan berturut-turut,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu (2/6/2021), seperti dikutip dari laman ekon.go.id.

Baca Juga :  Airlangga: Dunia Kampus Terbukti Mampu Lahirkan Inisiasi Pengembangan Teknologi Digital

Data bulanan PMI dari IHS Markit menunjukkan bahwa PMI Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain yang diukur oleh IHS Markit, yakni berada di atas 50,0 atau di level ekspansi yang menunjukkan perbaikan atau peningkatan dari bulan sebelumnya. Indonesia mencapai yang tertinggi yaitu 55,3, disusul Korea Selatan (53,7), kemudian Vietnam (53,1), Jepang (53,0), dan Tiongkok (52,0). Sedangkan, Filipina ada di angka 49,9 dan Thailand 47,8.

Di sini, permintaan baru, output, dan pembelian naik pada tingkat yang belum pernah terjadi selama 10 tahun sejarah survei, sementara ketenagakerjaan kembali bertumbuh setelah 14 bulan untuk memenuhi kebutuhan kapasitas operasional yang meningkat. PMI Manufaktur Indonesia pada posisi Mei 2021 ini merupakan yang tertinggi sejak survei pertama kali dilakukan pada April 2011.

“Peningkatan PMI Manufaktur Indonesia menunjukkan bahwa sektor industri mulai bangkit, dan ini makin menambah optimisme dan keyakinan akan kenaikan pertumbuhan ekonomi di Triwulan II-2021,” ujar Menko Airlangga.

Kalau dilihat dari jenis industrinya, Industri Pengolahan masih akan berperan penting dan mendominasi perekonomian Indonesia. Dalam struktur PDB Indonesia berdasarkan lapangan usaha, pada Kuartal I-2021, Industri Pengolahan berkontribusi sebesar 19,84%. Dari keseluruhan subsektor industri, yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap PDB Industri Pengolahan Non-Migas adalah subsektor Industri Makanan dan Minuman (37,98%), diikuti subsektor Industri Kimia, Farmasi, dan Obat (11,23%).

Di sisi lain, peningkatan impor barang modal sebesar 11,55% (yoy) dan bahan baku/penolong sebesar 33,24% (yoy) di April 2021 pun ikut berkontribusi terhadap peningkatan aktivitas manufaktur Indonesia. Kondisi input produksi dan permintaan global yang terus membaik akan memberikan peluang terhadap prospek kinerja ekspor Indonesia ke depannya.

Baca Juga :  Pandemi Covid-19, KKNG Punya Peran Strategis Membantu Pemerintah

Perbaikan Indikator Ekonomi Lainnya

Peningkatan indikator ekonomi dari sisi inflasi dan aktivitas manufaktur tersebut juga memberi sinyalemen positif di pasar modal pada awal Juni ini. Per 2 Juni 2021, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat sebesar 1,41% (dtd) ke level di atas 6.000, yakni tepatnya di level 6.031,58. Sentimen positif ini juga membuat nilai tukar rupiah tetap bertahan di level Rp14.280/USD.

Kemudian, stimulus sektor otomotif yang diberikan sejak Maret 2021 juga berhasil mendongkrak penjualan mobil sebesar 227,5% (yoy) di April 2021. Sejalan dengan itu, penjualan motor turut mengalami peningkatan sebesar 282% (yoy) di bulan yang sama.

Sinyal penguatan daya beli masyarakat juga tercermin dari pertumbuhan signifikan pada peredaran uang kartal serta uang beredar M1 dan M2. Menjelang lebaran, uang kartal meningkat pesat sebesar 15,32% (yoy) dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 11,3%. Sementara, uang beredar M1 meningkat 17,4% (yoy) pada April 2021 jika dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 8,4%, dan M2 meningkat 11,5% (yoy) pada April 2021 daripada periode sama tahun lalu sebesar 8,6%.

Peran digitalisasi tak ayal juga semakin terasa yang ditunjukkan dari peningkatan pertumbuhan belanja nasional menggunakan platform e-commerce sebesar 62% pada Mei 2021. Berdasarkan nilai transaksi menggunakan kartu ATM/Debet untuk belanja pada April 2021 terjadi peningkatan sebesar 92,16% (yoy), sementara pertumbuhan nilai transaksi menggunakan kartu kredit untuk belanja tumbuh sebesar 27,32% (yoy).

“Berbagai perkembangan positif ini akan mendukung perekonomian untuk tumbuh di atas 7% (yoy) pada Triwulan II-2021. Proyeksi ini juga telah mempertimbangkan faktor basis yang rendah pada Triwulan II-2020 lalu (low base effect), juga faktor membaiknya berbagai indikator ekonomi,” tutup Menko Airlangga. (*/gt)

Komentar Anda