MATARAM– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi NTB mencatat kinerja Industri Jasa Keuangan (IJK) di NTB pada triwulan I atau posisi Maret 2023 tetap terjaga. Hal itu tercermin dari fungsi intermediasi berjalan baik.
“Likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai,” kata Kepala OJK Provinsi NTB Rico Rinaldy, kemarin.
Rico menjabarkan, untuk kecukupan modal Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang tercermin pada rasio CAR BPR terjaga di atas threshold. Indikator perekonomian Provinsi NTB menunjukkan kinerja ekonomi daerah yang positif dengan pertumbuhan sebesar 3,57 persen year on year (yoy) pada triwulan I 2023, meskipun mengalami kontraksi terhadap triwulan sebelumnya sebesar 2,37 persen (q-to-q).
Begitu juga dengan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di NTB terus melandai dari Rp3,38 triliun posisi Maret 2022 menjadi Rp3,27 triliun, atau turun sebesar 3,22 persen posisi Maret 2023. Berdasarkan jenis pelaku usaha jasa keuangan, restrukturisasi kredit Covid-19 di Provinsi NTB didominasi oleh Perusahaan Pembiayaan (53,31 persen), Bank Umum (44,12 persen), BPR/BPRS (2,42 persen), dan PNM (0,15 persen).
Selanjutnya, kata Rico, Per triwulan I tahun 2023, aset Bank Umum dan BPR mencapai Rp64,6 triliun, di mana nilai aset perbankan mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 0,45 persen yoy. Penyaluran kredit mencapai Rp55,1 triliun, juga sedikit mengalami penurunan sebesar 2,22 persen yoy. Hal ini antara lain disebabkan oleh menurunnya penyaluran kredit sub sektor pertambangan dan penggalian.
Sementara itu Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh cukup signifikan sebesar 11,97 persen yoy mencapai Rp43,8 triliun. Di sisi lain, Non Performing Loan (NPL) perbankan di NTB berada pada posisi 2,02 persen, meningkat 0,19 persen secara yoy, dan Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 126 persen menurun 18,28 persen yoy.
Sementara itu, kredit yang disalurkan di wilayah NTB berdasarkan jenis penggunaannya didominasi oleh kredit konsumtif. Hal ini tercermin dari penyaluran kredit konsumsi sebesar Rp26,9 triliun (48,88 persen), kredit modal kerja sebesar Rp22,4 triliun (40,65 persen), dan kredit investasi sebesar Rp5,7 triliun (10,46 persen). Sementara itu, top 5 (lima) penyaluran kredit berdasarkan sektor ekonomi yaitu sektor penerima kredit bukan lapangan usaha sebesar Rp26,9 triliun (share 48,88 persen), sektor perdagangan besar dan eceran dengan nominal Rp11,5 triliun (share 20,92 persen), sektor pertambangan dan penggalian dengan nominal Rp6 triliun (share 10,94 persen), sektor pertanian perburuan dan kehutanan dengan nominal Rp4,8 triliun (share 8,74 persen), dan sektor konstruksi sebesar Rp1,3 triliun (share 2,38 persen). (luk)