Transaksi Kakao KLU Capai Rp 76 Miliar

KAKAO: Pengusaha biji kakao, Raden Setriadi menunjukkan biji kakao kering di gudangnya di Dusun Dasan Tengaq Desa Jenggala Kecamatan Tanjung, Rabu (7/9) (ZULKIFLI/RADARLOMBOK)

TANJUNG-Transaksi kakao di Kabupaten Lombok Utara (KLU) berdasarkan hitungan kasar pengusaha, setidaknya mencapai Rp 76,8 miliar setahun.

Hitungan tersebut terhitung dari minimal 40 ton biji kakao kering yang dikirim ke luar KLU per bulannya oleh masing-masing empat pengusaha kakao di KLU. Sehingga dalam sebulan setidaknya dapat dikirim 160 ton atau 1.920 ton setahun. Jika 1 kg seharga Rp 40 ribu, maka transaksi 1.920 ton kakao mencapai Rp 76,8 miliar setahun. “Jadi pengusaha kakao di KLU ini ada empat, jika dirata-ratakan sebulan dikirim 40 ton dengan harga Rp 40 ribu per kg,  sebulan bisa mencapai Rp 1,6 miliar transaksinya. Itu pun yang 40 ton rata-rata minimal, karena terkadang sebulan itu kita bisa kirim 80 ton,” ujar pengusaha kakao, Raden Setriadi, saat ditemui di salah satu gudang kakao miliknya di Dusun Dasan Tengaq Desa Jenggala Kecamatan Tanjung, Rabu (7/9).

Menurut pria yang sudah 12 tahun berkecimpung pada dunia usaha dan budidaya kakao ini, kakao merupakan komoditas perkebunan yang paling potensial dan menguntungkan dibandingkan komoditas perkebunan lainnya. Terlebih di KLU yang banyak memiliki daerah potensial untuk ditanami kakao. Namun sayangnya kualitas kebanyakan masih kurang bagus. Hanya di beberapa tempat saja yang menghasilkan kakao dengan kualitas bagus standar ekspor. “Kakao ini kan seminggu sekali bisa panen, dan harganya sangat menguntungkan. Tapi di KLU, kebanyakan masih dijadikan pekerjaan sampingan. Meskipun saat ini sudah mulai banyak juga yang melakukan pemupukan atau pemeliharaan,” terangnya.

Di KLU sendiri lanjutnya, potensi kakao tersebar dan terbanyak di Desa Gangga dan Desa Genggelang Kecamatan Gangga, Desa Jenggala dan Desa Tegal Maja Kecamatan Tanjung dan di Desa Santong Kecamatan Kayangan. “Dari sekian tempat itu, kakao di Dusun Leong Desa Tegal Maja kualitasnya paling bagus, itu kualitas ekspor, mungkin karena tanaman kakaonya di sana masih baru,” jelasnya.

Menurutnya, biji kakao dengan kualitas bagus atau ekspor itu, maksimal jumlah biji per ons mencapai 115 biji dengan kadar air 12 persen. Itu harganya mencapai Rp 40 ribu per kg. Kemudian jika kualitas kurang bagus, jumlah biji per ons lebih dari 115 biji atau 120 biji ke atas, dan harganya bisa Rp 37 ribu per kg, itu pun nanti tergantung kadar air dan juga kotoran yang ada di biji. “Dan sejauh ini, di Leong yang kualitasnya bisa 115 biji per ons,” terangnya.

Menurutnya, saat ini kebutuhan biji kakao untuk bahan baku coklat terus meningkat setiap tahun. Terbukti dengan harganya yang merangkak naik karena kebutuhan masyarakat dunia yang semakin tinggi. Setriadi sendiri mengaku tidak langsung mengekspor biji kakao yang dibelinya dari petani atau yang ditanamnya, melainkan dijual dulu ke pengusaha di Bali. Kemudian dari Bali ke Surabaya, dan dari Surabaya diekspor ke luar negeri.

Setriadi sendiri berharap agar pemerintah lebih intens mengedukasi dan memotivasi masyarakat petani kakao serta membantu dalam pemberian fasilitas pertanian kakao seperti pupuk. Dengan demikian diharapkan pula agar hasil panen biji kakao bisa berkualitas bagus dengan ukuran biji yang besar. “Kalau sekarang kita lihat kan belum maksimal. Meskipun ada yang dibantu pupuk, itu tidak merata,” tandasnya. (zul)

Komentar Anda