MATARAM — Puluhan perwakilan guru yang tergabung dalam Forum Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) se-NTB, mendatangi kantor DPRD Provinsi NTB, Selasa kemarin (7/1). Mereka hearing dengan komisi V yang membidangi Pendidikan di DPRD NTB, untuk menyampaikan aspirasinya. Mereka diterima langsung Ketua Komisi V, Lalu Sudiartawan dan anggota Komisi V lainnya.
Dihadapan Komisi V, mereka menyampaikan persoalan yang dihadapinya. Perwakilan dari guru, Sulman Haris mengatakan, PNS/ASN GPAI mengalami diskriminasi dalam hal penerimaan tambahan penghasilan 50 % dari Tunjangan Profesi/Sertifikasi Guru sebagaimana diatur dalam PP Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketigabelas Kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun dan Penerima Tunjangan Tahun 2023.
Penerimaan tambahan penghasilan berupa 100 % dari THR TPG dan Gaji Ketigabelas TPG sebagaimana diatur dalam PP Nomor 14 Tahun 2024 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketigabelas Kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun dan Penerima Tunjangan Tahun 2024 yang dalam pelaksanaannya Kementerian Keuangan Republik Indonesia Melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tanggal 23 April 2024 menerbitkan surat dengan Nomor : S-60/PK/PK.2/2024.
“Bertolak belakang dengan PNS/ASN Guru Mata Pelajaran Umum yang tidak mendapat halangan dalam hal pemenuhan hak mereka, Guru PAI justru hanya menjadi penonton saja,” kata Salman Haris, Ketua Forum GPAI NTB.
Diungkapkan, sampai saat ini PNS/ASN GPAI di NTB belum mendapat kepastian kapan dan bagaimana hak-hak mereka dapat terpenuhi terutama yang mengajar di SMA, SMK dan SLB yang berada di bawah binaan Dikbud NTB.
Adapun yang berada di bawah pembinaan Dikbud Kabupaten Kota baru terbayarkan yang 50 % dari TPG Tahun 2023 pada Kabupaten Loteng dan Kota Mataram. Sedangkan pada Kabupaten Kota selain dari yang dua disebutkan, nasib GPAI (yang mengajar di SD dan SMP) sama dengan rekan-rekannya yang mengajar di SMA, SMK dan SLB.
Dikbud NTB baik di tingkat Provinsi, Kabupaten Kota yang menaungi keberadaan PNS/ASN GPAI dan Kementerian Agama NTB sebagai pihak yang ditunjuk sebagai penyelenggara TPG Guru Pendidikan Agama sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 164/PMK.05/2010, satu sama lain terkesan saling melempar tanggungjawab dengan alasan administrasi dan birokrasi yang sulit dimengerti.
Adanya sistem administrasi dan birokrasi seharusnya dapat menjamin kepastian, tidak menimbulkan diskriminasi dalam layanan pemenuhan hak sehingga memecah konsentrasi guru PAI khususnya dalam menjalankan tanggungjawabnya mencerdaskan generasi.
“Sejak mencuatnya permasalahan ini di Tahun 2023 bahkan sampai saat ini Tahun 2025 secara kelembagaan Forum GPAI telah melakukan hearing sejumlah pihak baik ke Dikbud NTB dan Kemenag NTB,” imbuhnya.
Lebih lanjut diungkapkan, untuk mendapatkan kejelasan kapan dan bagaimana pembayaran apa yang menjadi hak PNS Guru PAI tersebut. Upaya secara kelembagaan dilakukan berulang-ulangkali sampai saat ini belum mendapatkan kejelasan kepastian.
Permasalahan yang muncul pada tahun 2023 seharusnya tidak lagi muncul di Tahun 2024 dengan alasan apapun, apalagi dikait-kaitkan dengan perbedaan perspektif/tafsir terhadap regulasi mulai dari PMK Nomor 164 Tahun 2010, PP Nomor 15 Tahun 2023, PP Nomor 14 Tahun 2024 maupun Surat Kementerian Keuangan Republik Indonesia Melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tanggal 23 April 2024 Nomor : S-60/PK/PK.2/2024.
Demikian pula dalam hal pihaknya memaknai dari adanya Dua Surat dari Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor : B-113/DJ.I.IV/HM.01/06/2024 Tanggal 13 Juni 2024 dan Surat Nomor : B-40/DJ.I/KU.00/01/2025 Tanggal 03 Januari 2025.
Hal ini menunjukkan dengan jelas, kurangnya kordinasi, komunikasi, komitmen dan itikad yang serius, sungguh-sungguh dari semua pihak/pemerintah/lembaga (terutama Dikbud NTB dengan Kementerian Agama) yang berkepentingan dengan PNS/ASN GPA untuk mencarikan solusi masalah pemenuhan hak Guru Pendidikan Agama yang mengalami diskriminasi dalam pemenuhannya.
Tidak adanya informasi dan komunikasi yang jelas dan mencerahkan kepada GPAI dari semua jenjang/tingkatan prihal tidak/belum terpenuhinya hak-hak mereka, padahal Dikbud NTB maupun Kemenag NTB memiliki piranti birokrasi di bawahnya sampai di Tingkat Kabupaten/Kota.
“Masalah ini telah menimbulkan kegamangan yang massif, perasaan dimarginalkan yang dapat berpotensi menimbulkan aksi-aksi reaksioner maupun organized actions yang dapat merugikan dunia Pendidikan dan generasi bangsa,” ucapnya.
Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua komisi V DPRD NTB Lalu Sudiartawan mengatakan, pihaknya akan segera memanggil Dikbud NTB dan Kemenag NTB untuk menyelesaikan dualisme siapa yang harus membayarkan TPG dan THR GPAI tersebut.
Jika memang nanti, kata dia, tidak menemukan kesepakatan siapa yang berhak membayarkan antara Dikbud NTB dan Kemenag NTB. Maka pihaknya akan melakukan konsultasi dengan pemerintah pusat baik dengan Kementerian Keuangan, dan kemenPan-RB terkait persoalan tersebut. “Komisi V komitmen untuk menyelesaikan masalah ini,” lugasnya. (yan)