Tipu Investor, Bos Walet Kateng Mulai Diadili

SIDANG: Suasana sidang perdana dua terdakwa penipuan investor di Pengadilan Negeri (PN) Praya, Rabu (3/8). (M Haeruddin/Radar Lombok)

PRAYA – Pengadilan Negeri Praya mulai menyidangkan kasus dugaan penipuan investor jual beli tanah di Desa Kateng Kecamatan Praya Barat dengan terdakwa Chuck Wijaya dan Lalu Ading Buntaran, Rabu (3/8).

Sidang perdana dipimpin hakim ketua Farida Dwi Jayanthi dan hakim anggota Isnania Nine Marta dan Maulida Ariyanti dengan agenda mendengarkan dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU). Kedua terdakwa dikenakan pasal berlapis yakni pasal penipuan dan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Adapun yang bertindak sebagai JPU dalam perkara ini adalah Herlambang Surya Arfa’i, jaksa dari Kejaksaan Negeri Praya.

Dalam dakwaan JPU, keduanya didakwa dengan dakwaan kumulatif kombinasi. Selain menerapkan pasal 378 KUHP tentang Penipuan juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, JPU juga menyertakan kedua terdakwa pasal 3 dan pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman pidana 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.

JPU Herlambang Surya Arfa’I menguraikan, terdakwa Chuck Wijaya dan terdakwa Lalu Ading Buntaran pada Juli 2019 hingga April 2020 telah dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Bermula sekitar awal tahun 2016, saksi Handy mempunyai rencana mencari lahan tanah untuk membangun kandang ayam berskala besar di wilayah Pulau Lombok.

Pada 16 Oktober 2019 terdakwa Chuck Wijaya di kantornya di Praya menyampaikan kepada Handy kalau tanah seluas kurang lebih 17 hektare milik terdakwa Lalu Ading Buntaran mau dijual seharga Rp 10 juta per are atau total harga Rp 17 miliar. “Handy menyatakan bersedia dan sanggup membayar tanah yang berada di kawasan main area sesuai yang ditawarkan oleh terdakwa Chuck Wijaya, dengan syarat tanah seluas 17 hektare itu harus dalam keadaan satu hamparan utuh sesuai peta bidang. Saat itu, terdakwa Lalu Ading Buntaran menunjukkan bukti kepemilikannya atas tanah-tanah tersebut, serta telah dapat dilakukan peralihan hak atau sertifikatnya atas nama Handy selaku pembeli,” tegasnya.

Untuk memenuhi persyaratan dari Handy, lalu terdakwa Chuck Wijaya menunjukkan setumpuk dokumen kepada Handy guna menyakinkan kalau tanah yang berada dalam kawasan area utama milik Lalu Ading Buntaran. Terdakwa Chuck Wijaya menyampaikan dari tanah seluas kurang lebih 17 hektare di kawasan area utama, 9 hektare telah menjadi milik terdakwa Lalu Ading Buntaran. Sedangkan yang 8 hektare segera akan dibebaskan oleh terdakwa Lalu Ading Buntaran dengan cara menukar guling tanah dengan pemilik tanah lainnya.

Sekitar pertengahan November 2019, terdakwa Chuck Wijaya kembali menghubungi Handy melalui handphone menyampaikan kalau waktu itu tanah-tanah di kawasan area utama dan lahan sebagai akses jalan masuk, sudah menjadi milik terdakwa Lalu Ading Buntaran. Chuck Wijaya meminta Handy untuk datang ke Lombok menandatangani akta jual beli dengan terdakwa Lalu Ading Buntaran. “Pada 24 November 2019 Handy datang ke Lombok dan bertemu dengan terdakwa Chuck Wijaya maupun terdakwa Lalu Ading Buntaran di Hotel D-Praya. Pertemuan itu selain ada dua terdakwa hadir juga Kades Kateng Lalu Syarifudin,” jelasnya.

Saat itu, terdakwa Chuck Wijaya kembali menegaskan tanah di kawasan main area dan tanah-tanah sebagai akses jalan masuknya sudah menjadi milik terdakwa Lalu Ading Buntaran sambil menunjukkan SHM-SHM asli untuk tanah tanah kawasan area utama yang telah bersertifikat serta draf Surat Pernyataan Penguasaan Bidang Tanah (Sporadik) atas tanah-tanah area utama yang ternyata sudah atas nama Handy. “Begitu pula untuk tanah-tanah yang belum bersertifikat serta puluhan draf akta jual beli tanah-tanah main area antara terdakwa Lalu Ading Buntaran sebagai penjual dan Handy sebagai pembeli,” jelasnya.

Untuk memastikan kebenaran penyampaian terdakwa Chuck Wijaya, Handy menanyakannya kepada Lalu Syarifudin selaku Kades Kateng dan dibenarkan oleh Lalu Syarifudin. Untuk lebih memastikan kebenarannya, maka Handy meminta agar terdakwa Chuck Wijaya dan terdakwa Lalu Ading Buntaran dan Lalu Syarifudin menandatangani peta bidang tanah main area. “Karena terdakwa Chuck Wijaya bersama dengan terdakwa Lalu Ading Buntaran telah berhasil meyakinkan Handy, lalu Handy bersedia membelinya sesuai kesepakatan dan persyaratan sebelumnya,” jelasnya.

Saat itu, terdakwa Chuck Wijaya meminta kepada Handy untuk menyerahkan uang sebesar 70 persen dari harga pembelian tanah Rp 11.889.920.000 sebagai jaminan. “Chuck Wijaya pun menyampaikan jika keseluruhan tanah-tanah main area tidak dapat tuntas seluruhnya diproses menjadi atas nama Handy, maka uang jaminan atau titipan senilai Rp 11.889.920.000 akan dikembalikannya kepada Handy tanpa dipotong atau dikurangi sepeser pun,” jelasnya.

Setelah itu, pada 25 November 2019, Handy menyerahkan uang jaminan Rp 11.889.920.000 kepada terdakwa Chuck Wijaya. Namun hingga saat ini sertifikat atas tanah area utama belum dapat diterbitkan atas nama Handy, termasuk pula tanah akses masuk ke lokasi belum terselesaikan. Handy sudah berusaha berulang kali meghubungi Chuck Wijaya untuk menanyakan perihal penerbitan sertifikat SHM atas tanah-tanah main area sesuai kesepakatan. “Namun terdakwa Chuck Wijaya selalu memberikan berbagai macam alasan hingga suatu ketika saksi Handy bertemu dengan Lalu Syarifudin selaku Kades Kateng pada bulan Januari 2020 dan mengatakan, sebenarnya tanah yang berada dalam kawasan main area yang dibeli oleh Handy tidak seluruhnya milik terdakwa Lalu Ading Buntaran,” jelasnya.

Atas penyampaian Kades Kateng Lalu Syarifudin tersebut, Handy meminta kepada terdakwa Chuck Wijaya untuk mengembalikan uang jaminan senilai Rp 11.889.920.000 yang telah diserahkannya. Namun hingga saat ini, tidak pernah ada pengembalian uang jaminan. “Akibat perbuatan kedua terdakwa Handy mengalami kerugian Rp 11.889.920.000,” tegasnya. (met)

Komentar Anda
Baca Juga :  Loteng Targetkan Tahun Ini Jadi Kabupaten Layak Anak