
MATARAM – Gelombang pemberhentian sementara ribuan karyawan hotel menjadi alarm keras bagi Pemkot Mataram. Gelombang ini harus disikapi serius karena berdampak pada pengangguran di Kota Mataram yang terus meningkat. Para pekerja hotel sejak awal tahun 2025 sudah banyak dihentikan kontraknya.
Data Asosiasi Hotel Mataram (AHM) mencatat, sedikitnya 1.000 pekerja kontrak dan harian lepas dirumahkan sejak awal 2025 akibat rendahnya tingkat hunian hotel. Dengan adanya, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja negara dan daerah, termasuk larangan perjalanan dinas serta pertemuan di hotel, membuat sektor perhotelan semakin terpuruk. Sektor pariwisata Kota Mataram kehilangan salah satu penopang utama pendapatan asli daerah (PAD), tentunya juga berpengaruh pada pembahayaran pajak hotel yang melorot.
Ketua Komisi II DPRD Kota Mataram, Irawan Aprianto mengatakan, penanganan krisis tenaga kerja masih setengah hati. Ia menyoroti organisasi perangkat daerah (OPD) yang bertanggung jawab terhadap ketenagakerjaan hanya bergerak pasif, menunggu masalah muncul. “Kita tidak boleh berdiam diri lalu menyalahkan faktor-faktor eksternal. Pemkot Mataram harus punya terobosan konkret untuk menahan dampaknya, jangan sampai menunggu terlalu banyak korban PHK,’’ katanya kepada Radar Lombok, Senin (16/6).
Politisi PKS menyebut pengelolaan ketenagakerjaan terlalu konservatif dengan pendekatan yang hanya reaktif. “Selama ini langkahnya seperti Damkarmat. Begitu sudah ada pekerja di-PHK, baru turun dengan program pelatihan. Tapi krisisnya sendiri tidak dicegah sejak awal,” tegasnya.
Ia mendorong penanganan krisis dilakukan secara terintegrasi dengan sektor lain, seperti Dinas Pariwisata dan Badan Keuangan Daerah (BKD). “Kenapa tidak duduk bareng? Misalnya bikin kebijakan relaksasi pajak hotel, insentif, atau bentuk kompensasi lain. Ini kan bisa menahan hotel untuk tidak melakukan pengurangan pekerja besar-besaran,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan lintas sektor wajib dilakukan agar industri hotel tetap bertahan, meskipun jumlah kegiatan pemerintah berkurang drastis. “Jangan hanya andalkan pelatihan kerja. Harus ada upaya menjaga denyut okupansi hotel. Ini tugas lintas OPD,” tambahnya.
Irawan menegaskan, krisis ini harus dijawab dengan kebijakan nyata, bukan sekadar retorika belaka atau alasan di luar kendali. “Pemkot Mataram punya ruang kebijakan di daerah. Jangan hanya bilang ini faktor global. Tugas kita mencari cara agar pekerja tetap terlindungi,” pungkasnya.
Ketua Asosiasi Hotel Mataram (AHM), I Made Adiyasa Kurniawan menyampaikan, hampir semua hotel di Mataram, baik bintang maupun non bintang, terpaksa memberhentikan tenaga kerja harian dan kontrak.
Ia berharap pemkot dapat menghidupkan kembali aktivitas wisata atau pertemuan resmi di hotel agar karyawan bisa kembali dipekerjakan. ‘’Kami sangat berharap ada aktivitas lagi. Pekerja ini kan tenaga terlatih di bidang pariwisata. Kalau tidak ada tamu, ya otomatis jobless,” katanya. (dir)