MATARAM — Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram beberapa waktu lalu menyita tiga aset milik Aryanto Prametu, salah satu terpidana korupsi pengadaan benih jagung pada Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB tahun 2017.
Namun hingga saat ini, berapa nilai total harga tiga aset yang disita itu belum diketahui nominal pastinya. “Belum, belum ada nominal,” kata Kasi Intel Kejari Mataram, Muhammad Harun Al Rasyid, Kamis (26/9).
Biasanya, nominal harga sudah ada dicantumkan sebelum dilakukan pelelangan. Tapi saat ini masih dilakukan penghitungan. Kendati belum ada nilai pasti, Harun meyakini tiga aset milik Aryanto Prametu cukup untuk mengganti uang kerugian negara sebesar Rp 7,8 miliar, seperti yang dibebankan hakim. “Kita sudah menilai itu untuk pengganti uang kerugian negara. Insya Allah senilai lah,” yakinnya.
Tiga aset Aryanto Prametu yang disita itu berupa Ruko seluas 68 meter persegi. Ruko dengan sertifikat hak milik nomor 132 ini berada di depan Pasar Kebon Roek, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram. Kemudian aset berupa gudang seluas 5.430 meter persegi, dengan sertifikat hak milik nomor 628 yang berada di Jalan TGH Saleh Hambali, Kelurahan Dasan Cermen, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram.
Terakhir, aset berupa rumah type 54 dengan luas lahan 124 meter persegi di Perumahan Permata Pagutan, Lingkungan Peresak Barat, Kelurahan Pagutan, Kecamatan Mataram.
Menyinggung berapa taksiran harga ketiga aset itu belum diketahui. “Belum. Nanti kan ahli yang menilai, bidangnya yang menilai,” ujarnya.
Kejari Mataram mengeksekusi tiga aset Aryanto Prametu pada 28 Agustus 2024 lalu. Eksekusi aset tersebut berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) dalam putusan MA nomor : 715PK/ Pid.Sus/2023 tanggal 07 September 2023 dan putusan No : 4747K/pid.sus/2022 tanggal 15 September 2022.
Sehingga dikeluarkan Surat Perintah Pencarian Harta Benda Milik Terpidana (P48) No: Print-01.A/N.2.10/Fu.1/01/2023 tanggal 30 Januari 2023 jo Sprint No:Print-01.B/N.2.10/Ft.1/12/2023 tanggal 06 Desember 2023 dan P48 No. 12.B/N.2.10/fu.1/12/2022 tanggal 12 Desember 2022.
“Aset milik terpidana akan dilelang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), dan hasilnya untuk membayar uang pengganti yang dibebankan sebesar Rp 7,8 miliar,” katanya.
Selain dibebankan mengganti uang kerugian negara, dalam putusan PK, Aryanto Prametu juga dijatuhi pidana kurungan selama 4 tahun, dan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan badan. Hukuman 4 tahun itu lebih rendah dari putusan tingkat kasasi pada Mahkamah Agung (MA). Semula ia divonis 8 tahun penjara, dan pidana denda Rp 400 juta subsider 3 bulan.
Dalam kasus ini, Aryanto Prametu melakukan korupsi bersama mantan Kadistanbun NTB Husnul Fauzi yang divonis 9 tahun penjara; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Wayan Wikanaya divonis 9 tahun; Direktur PT Wahana Banu Sejahtera (WBS) Lalu Ikwanul Hubbi divonis 8 tahun penjara.
Terbaru, Kejati kembali menetapkan 5 tersangka tambahan dan saat ini masih menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor Mataram. Kelima tersangka yang berstatus terdakwa ini berperan sebagai panitia pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP).
Diketahui, proyek pengadaan benih jagung tahun 2017 itu menghabiskan anggaran Rp 48,25 miliar. Proyek tersebut dilaksanakan dua tahap. Tahap pertama dikerjakan PT SAM dengan anggaran Rp 17,25 miliar untuk pengadaan 480 ton benih jagung. Tahap kedua dikerjakan PT WBS dengan anggaran Rp 31 miliar untuk 840 ton benih jagung.
Berdasarkan hasil audit, kerugian Negara proyek itu mencapai Rp 27,35 miliar. Kerugian negara itu muncul dari pengadaan tahap pertama yang dikerjakan PT SAM mencapai Rp 15,43 miliar. Sedangkan tahap kedua yang dikerjakan PT WBS memunculkan kerugian negara Rp 11,92 miliar. Rekanan sudah mengembalikan sebagian temuan kerugian negara. PT SAM sudah mengembalikan Rp 7,5 miliar. Sedangkan PT WBS Rp 3,1 miliar. (sid)