Tidak Terapkan Protokol Covid-19 Sekolah Kena Denda

ABDI ZAELANI/RADAR LOMBOK TATAP MUKA – Sejumlah Siswa SMKN 5 Mataram saat melaksanakan simulasi pembelajaran tatap muka di sekolah, Senin (14/9).
ABDI ZAELANI/RADAR LOMBOK TATAP MUKA – Sejumlah Siswa SMKN 5 Mataram saat melaksanakan simulasi pembelajaran tatap muka di sekolah, Senin (14/9).

MATARAM – Pelaksanaan simulasi pembelajaran tatap muka di sekolah akhirnya dilaksanakan di sejumlah sekolah di Provinsi NTB bertepatan dengan hari pertama pemberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Penyakit Menular pada 14 September 2020.

Wakil Gubernur NTB Dr Hj Sitti Rohmi Djalilah mengatakan, dengan dimulai uji coba pelaksanaan pembelajaran tatap muka di sejumlah sekolah, mengingatkan keseriusaan sekolah beserta seluruh pihak yang terlibat didalamnya. Apakah pelaksanaan sistem pembelajaran tatap muka bisa dilaksanakan dengan penerapan protokol Covid-19.

“Kita pingin lihat keseriusan sekolah dengan diadakan pembelajaran tatap muka, apakah memang bisa melaksanakan dan melakukan tatap muka dengan protokol Covid yang sangat ketat,” kata Umi Rohmi sapaan akrab Wagub NTB seusai melaksanakan pertemuan menerima audiensi Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTB terkait berlakukannya Perda Nomor : 7 tahun 2020 tentang penanggulangan penyakit menular di Ruang Rapat anggrek kantor Gubernur NTB, Senin (14/11/2020).

Karena pelaksaan tatap muka yang dilaksanaan ditengah mewabahnya pendemi Covid-19, lanjut Umi Rohmi, tidak seperti biasa waktu sebelum mewabahnya Covid-19. Bahkan jadwal masuk juga terbagi menjadi beberapa shift. Artinya dalam satu kelas itu tidak boleh masuk semuanya. Jadi bergantian, kemudian dengan menggunakan masker 100 persen selama berada di sekolah serta jaga jarak.

Umi Rohmi juga tegaskan, dengan berlakukan Perda Perda Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Penyakit Menular, tentu akan berlaku juga di sekolah dalam pemberian denda bagi sekolah tidak menerapkan protokol Covid, terutama jika tidak menggunakan masker. Sebab di dalam Perda terdapat sebuah aturan pemberian sanksi denda bagi pelanggar protokol Covid-19 di tempat umum. Dari tenda Rp 100 ribu hingga Rp 400 ribu.

“Oya tetap berlaku juga di sekolah tidak pandang bulu, semua diberlakukan. Intinya denda itu diberlakukan dikerumunan, tempat umum. Intinya masyarakat kalau berinteraksi itu harus pakai masker,” tegasnya.

Tetapi bukan kemudian dengan diberlakukannya Perda terus ketika masyarakat berjalan sendirian langsung dikenakan denda. “Ya bukan tiba-tiba orang, sedang berjalan dipadang rumput sendirian tidak pakai masker terus kemudian di denda kan bukan begitu. Tapi kalau ada orang berada dikerumunan, terus tidak pakai masker ya harus ditenda, apalagi di pasar, di jalan tempat yang ramai ya di denda,” sambungnya.

Umi Rohmi juga menekankan, kepada kepala sekolah sebagai penanggung jawab harus bisa memastikan di lingkungan sekolah taat mematuhi protokol Covid jika tidak ingin diberikan sanksi.

“Jadi di sekolah jika ada yang tidak pakai masker didenda,” pungkasnya.

Disamping itu, bagi sekolah yang tidak taat mematuhi protokol Covid-19, maka pihaknya akan menyetop sekolah untuk tidak dilanjutkan pelaksanaan uji coba pembelajaran tatap muka. Ketika kepala sekolah tidak mampu mengendalikan penerapan protokol Covid-19.

“Kalau ada seperti itu berarti stop, tidak boleh uji coba lagi. Protokol Covid itu harus ditegakkan 100 persen, kalau tidak sekolahnya ditutup,” jelasnya.

Mengingat masih ada penolakan dari sejumlah orang tua murid atau siswa atas diberlakukan sistem pembelajaran tatap muka dikarenakan khawatir nanti terjadi penularan di sekolah. “Ya kalau ada yang menolak ya nggak usah masuk anaknya,” ujar Umi Rohmi menangapi orang tua yang menolak.

Menurutnya, pihak sekolah harus mendapatkan izin dari orang tua siswa, karena itu hak dari orang tua apakah mau mengizinkan anaknya masuk sekolah atau tidak. Bagi yang tidak diizinkan orang tua, maka sekolah harus tetap memfasilitasi dengan sistem pembelajaran sistem daring (online).

“Memang harus ada izin orang tua, itu hak mereka lho. Karena kondisi ini kan extraordinary, kejadian yang luar bisa. Tidak semua orang tua merelakan anaknya dalam kondisi covid ini untuk kesekolah tatap muka. Mereka lebih nyaman study from home. Jadi kalau ada seperti itu hak mereka,” katanya.

Sehingga hal itu dilakukan, lanjutnya, bagi siswa yang mendapatkan persetujuan dari orang tuannya. “Kalau yang tidak, ya tidak boleh dipaksa. Maka tetap daring yang tidak setuju, diberikan tugas dan segala macam tatap daring, itu hak orang tua lho,”sambungnya.

Umi Rohmi juga menangapi terkait penggunaan masker yang tidak boleh digunakan lebih dari 4 jam bagi anak-anak. Apakah sudah ada regulasi dari pemerintah provinsi melalui dinas pendidikan untuk pemberlakuan jam belajar bagi anak-anak. “Kan memang didalam proses itu (belajar) tidak berlama-lama. Dari satu hari itu kalau tidak salah empat jam mata pelajaran itu terdiri dari 4 X 30 menit. Pokoknya ada batasan semua sudah dibuat regulasinya. Makanya itu yang harus kita uji cobakan ini bisa nggak sih,”tutupnya.

Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) NTB selaku, Juru bicara Gugus Tugas Provinsi, I Gede Putu Aryadi menambahkan, bahwa sekolah yang melaksanakan uji coba sistem pembelajaran tatap muka harus memenuhi persyarakat. “Ada tiga poin persyaratan yang harus dipenuhi sekolah, pertama ada izin dari gugus tugas, persetujuan orang tua dan kesiapan sekolah dalam penerapan Covid-19,”tambahnya. (sal)

 

Komentar Anda