Tidak Perlu Pakai Uang, Cukup Gunakan Sampah untuk Menabung

MEMILAH: Pengelola Bank Sampah BISMA Desa Bagik Payung Kecamatan Suralaga saat memilah sampah yang ditabung oleh masyarakat. (M GAZALI/RADAR LOMBOK)

EDUKASI MEMBANGUN KESADARAN MASYARAKAT PEDULI SAMPAH ALA BANK SAMPAH ‘BISMA’ BAGIK PAYUNG

Persoalan sampah telah menjadi persoalan dunia, tak terkecuali di wilayah Kabupaten Lombok Timur. Persoalan sampah masih membutuhkan keseriusan untuk bisa ditanggulangi dengan baik. Nah, edukasi Bank Sampah BISMA Desa Bagik Payung Kecamatan Suralaga sepertinya bisa menjadi solusi jitu.

M GAZALI-LOMBOK TIMUR

NAMA BISMA sebenarnya singkatan dari Bersih Indah Sejahtera Mandiri Amanah. Nama ini dipilih menjadi nama bank sampah dengan harapan akan teraplikasi di tengah masyarakat Desa Bagik Payung.

Bank Sampah BISMA Bagik Payung mulai terbentuk akhir tahun 2020 lalu. Bank sampah ini merupakan gagasan sekelompok masyarakat dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi yang ada di desa tersebut.

Tujuannya tak lain untuk membangkitkan dan membangun kesadaran masyarakat supaya lebih peduli akan kebersihan lingkungan dan juga tidak membuang sampah sembarang. Terutama sampah plastik yang sulit terurai tanah dan sangat membahayakan lingkungan jika terus dibiarkan begitu saja.

Barangkat dari sana, para pengurus bank sampah ini mulai aktif menyosialisasikan terkait keberadaan bank sampah ini. Masyarakat diingatkan supaya jangan lagi membuang sampah sembarangan. Sampah tidak selamanya menjadi barang kotor. Namun di balik itu, sampah juga bisa menjadi barang bernilai ekonomis dan menghasilkan uang. Program ini disambut positif warga setempat terutama yang ada di empat dusun.

Program yang dijalankan ini bermodal tekad dan kemauan. Berbagai fasilitas untuk menunjang bank sampah dibuat sederhana. Seperti gudang memilah dan penyimpanan sampah yang terbuat dari gedek dan atap menggunakan daun kelapa. “Kita bentuk Desember 2020, tapi mulai berjalan tahun ini. Tujuan kita tak lain untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan. Terutama sampah plastik karena sampah plastik ini sangat sulit bisa diurai tanah,’’ terang Ketua Bank Sampah BISMA, Patra Jaya kepada Radar Lombok, Rabu (3/3).

Lebih lanjut disampaikan dengan adanya bank sampah, masyarakat sudah mulai berubah pola pikir. Sekarang, sampah sudah dianggap sebagai barang berharga karena bisa menghasilkan uang. Sampah yang dihasilkan itu tidak lagi dibuang melainkan dikumpulkan.

Ketika jumlahnya banyak bisa dibawa langsung ke bank sampah untuk dijual. Namun pola yang digunakan yaitu sistem menabung. Sampah yang dijual itu tidak langsung dibayar melainkan ditabung selama satu minggu. Baru setelah itu akan ditimbang dan dibayar ke masyarakat. “Berapa jumlah sampah yang ditabung selama seminggu, maka itu yang akan kita bayar menggunakan uang. Harga per kilogramnya kita sesuaikan dengan harga pasaran, yaitu Rp 2 ribu per kilogram untuk jenis sampah plastik. Kalau jenisnya lain seperti kardus, besi lain harganya beda lagi,” sebut Patra.

Sebelum dijual sampah yang ditabung masyarakat dipilah terlebih dahulu. Baru setelah itu mereka bawa ke pengepul untuk dijual kembali. Uang hasil penjualan itu digunakan lagi untuk membayar sampah yang telah ditabung masyarakat tersebut. “Kita tidak kesulitan untuk menjual. Soalnya sudah kita jalin mitra dengan pengusaha rongsokan,” terangnya.

Pada awal program berjalan, penangan sampah untuk sementara hanya difokuskan di tiga dusun. Namun tak dipungkiri ke depan akan semakin meluas bahkan diupayakan bisa menjangkau sampai luar desa tersebut. “Program bank sampah ini juga mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah desa setempat,’’ ujarnya. (**)