Tidak Kantongi Izin, AML Nekat Operasi

L Abdul Kadir Jaelani
L Abdul Kadir Jaelani .( Roziqin/radar Lombok)

SELONG—Masih ingat dengan Akademi Maritim Lombok (AML)? Perguruan tinggi (PT) yang bergerak di bidang pelayaran ini masih nekat beroperasi meski tidak mengantongi izin operasional dari pihak terkait.

Terhitung 2017 lalu, AML ini sempat menggunakan gedung salah satu sekolah menengah negeri di Kecamatan Keruak. Lantaran dikomplain pihak tertentu, akademi ini angkat kaki dari sekolah tersebut.

Sumber Radar Lombok menyebutkan, pasca hengkang dari sekolah negeri itu, kabarnya AML melaksanakan aktivitas belajar mengajarnya di Gereneng, Kecamatan Sakra. Belakangan, AML melaksanakan aktivitasnya di gedung MI NW Bagik Longgek, Kelurahan Rakam.

“Saya heran, kok AML itu berani beroperasi padahal tidak memiliki izin operasional,” terang sumber yang enggan dikorankan identitasnya ini, beberapa waktu lalu.

Sejatinya, semua perguruan tinggi disebutnya harus mengantongi izin operasional sebagai legalitas kelembagaan. Izin operasional inilah yang menentukan boleh tidaknya sebuah perguruan tinggi beroperasi. Izin itu harus dikeluarkan kementerian terkait.

Ketimpangan AML tidak itu saja. Whistle blower (sumber kunci) ini juga membeberkan, jajaran pengurus struktural di AML tidak sesuai dengan syarat pendirian PT. Para pendiri AML ini diduga hanya lulusan diploma III, tapi menjabat sebagai pimpinan. Mengacu aturan yang berlaku, pimpinan sebuah akademi diharuskan mengantongi gelar S2.

Apa yang dilontarkan sumber ini disebutnya mengacu pada Undang-Undang 12 tahun 2012 tentang PT. Di dalam regulasi itu telah ditetapkan aturan main serta tatacara pendirian perguruan tinggi berikut sanksinya.

“Bila melenceng dari regulasi itu, bisa dipidanakan para penyelenggara pendidikan yang ada di sana,” tegasnya.

Ia menuding, keberadaan AML ini adalah bagian dari upaya pembohongan publik secara sistematis. Selain itu, di dalamnya berlaku praktik pemerasan terhadap mahasiswa karena biaya yang dipungut cukup mahal.

Penelusuran Radar Lombok, Sabtu (28/9), saat mendatangi kampus AML di Bagik Longgek nampak sejumlah siswa sedang melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Kampus ini juga rupanya melaksanakan pendidikan jenjang SMK dengan spesifikasi kepariwisataan.

Salah satu pendiri AML, L Abdul Kadir Jaelani yang ditemui mengaku bahwa PT yang didirikannya tidak mengantongi izin. PT ini melaksanakan aktivitas belajar mengajar berdasarkan surat perjanjian kerja sama dengan Akademi Maritim (AKMI) Suaka Bahari Cirebon.

“Semacam kelas jauh dari AKMI Suaka Bahari, kita beroperasi berdasarkan surat kerja sama,” terangnya.

Hanya saja pengakuan pendiri AML ini belum bisa dipastikan kesahihannya. Pasalnya, saat diminta menunjukan surat kerja sama dengan AKMI, yang bersangkutan beralasan, kunci lemari yang ada di kantornya dibawa pegawai kampus itu.

Ia juga mengaku, sejauh ini pihaknya tengah berupaya mengumpulkan dokumen-dokumen untuk keperluan pengurusan izin.

Begitu juga ketika dikonfirmasi terkait ijazah dan jenjang pendidikannya, Abdul Kadir mengaku, ia mendirikan AML menggunakan ijazah SMA. Sementara terkait ijazah S2 yang dikantonginya, ia menyebut ijazah itu dikeluarkan Dinas Perhubungan (Dishub).

Terhadap pernyataannya ini, Radar Lombok mengkonfrontasinya, bahwa ijazah tidak dikeluarkan oleh dinas, melainkan pihak kampus. Mendapatkan konfrontasi seperti itu, Abdul Kadir mengaku bahwa itu bukan ijazah, melainkan sertifikat.

“Itu adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh Dishub, tapi diakui dunia,” ujarnya.

Tak hanya Dishub, ia juga memberi jawaban dengan menyebut sejumlah lembaga. Salah satu yang disebut termasuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang diklaim mengakui legalitas sertifikatnya. 

Namun demikian, ia menuturkan ihwal pendirian akademi tersebut. Pada permulaan AML dibangun, akademi ini disebutnya bernaung di bawah Yayasan Sapta Samudera Lombok. Tercatat sejak 208, AML bernaung di bawah Yayasan Hasanah Muhtari.

Tak hanya itu, biaya belajar di akademi ini terbilang mahal. Untuk daftar ulang yang dikenakan terhadap mahasiswa mencapai Rp 20 juta. Jumlah ini belum terhitung dengan biaya-biaya lainnya.

Terpisah, Anggota Dewan Pendidikan Lomok Timur, Mastur Sonsaka mengatakan, AML harus ditutup dan dibubarkan karena tidak ada izin. Jika akademi ini tetap nekat menjalankan aktivitas belajar dipastikan ada upaya pembohongan publik.

“Kita sarankan agar diurus izinnya itu baru beroperasi. Kalau belum mengantongi izin, bagaimana dengan nasib para mahasiswa yang lulus nanti,” ucapnya.

Andai tetap menjalankan aktivitas, Mastur memastikan, pihak-pihak di AML bisa dipidanakan. Pasalnya, tidak menutup kemungkinan aktivitas yang dijalankan selama ini merupakan bagian dari modus pemerasan.

Karena menempati gedung MI NW Bagik Longgek, pihaknya meminta Kemenag Lotim bertindak dan memberi teguran. Pihaknya tidak menginginkan jika madrasah tersebut terlibat dalam aktivitas belajar ilegal yang dilakoni AML.

“Untuk tindakan kita sementara waktu terhadap AML ini, kita ingatkan dulu agar megurus izin-izinnya. Jika tidak dipenuhi, akademi ini harus ditutup,” tegasnya. (rzq)

Komentar Anda