Tersangka KUR BSI Tambah Empat, Dua Diantaranya Anggota Dewan

Efrien Saputera (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB kembali menetapkan 4 tersangka baru kasus dugaan korupsi penyelewengan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk petani Porang dan Sapi di wilayah Kabupaten Lobar dan Loteng, tahun 2021-2022. Dari 4 tersangka baru itu, 2 diantaranya merupakan anggota Dewan Loteng.

“Iya, ada 4 orang tersangka baru terkait dugaan korupsi pada bank plat merah kemarin, inisialnya DR, MSZ, MS dan M. (Ke 4 tersangka) dari offtaker (pemasok),” kata Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera kepada Radar Lombok, Rabu (14/8).

Efrien tidak menyebut nama perusahaan 4 tersangka tersebut, lantaran belum mendapatkan informasi detail dari Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Elly Rahmawaty. Pihaknya hanya mendapatkan inisial 4 tersangka baru itu. Dimana dalam kasus tersebut, para tersangka baru itu sebagai offtaker. “Dari offtaker,” sebutnya.

Dengan menetapkan 4 tersangka baru ini, menambah deretan jumlah tersangka menjadi 6 orang. Sebelumnya Kejati menetapkan 2 orang pejabat utama di dua cabang BSI, masing-masing berinisial SE dan WKI. “Iya, total tersangka menjadi 6 orang. Semua tersangka belum ditahan,” katanya.

Menyinggung terkait nominal kerugian negara yang diakibatkan dari 6 tersangka itu, masih dalam proses penghitungan kerugian negara oleh auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB. “Hasil audit belum diterima,” timpalnya.

Sementara itu, kedua anggota DPRD Loteng yang telah ditetapkan sebagai tersangka, diketahui adalah Mahrup, dan H Sidik Maulana. Mahrup ketika dikonfirmasi Radar Lombok, mengakui kalau dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati NTB.

Baca Juga :  Kebijakan Sekda Gita Wajibkan ASN Beli Tiket MotoGP Bikin Gaduh, Dewan Kritik Keras

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Loteng ini juga mengakui dirinya ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) Bank Syariah Indonesia (BSI) tahun 2021-2022, bersama anggota DPRD Loteng lainnya, H Sidik Maulana yang juga dari Fraksi PKS.

“Kita ikuti saja proses yang ada, sama dengan H Sidik, dan ada namanya Munawir juga (tersangka lainnya). Sama-sama jadi offtaker. Ini masalah sapi,” aku Mahrup, kepada Radar Lombok saat dihubungi, kemarin.

Pihaknya menyatakan siap mengikuti proses hukum yang ada. “Tidak apa-apa, namanya jadi tersangka, nanti kita ada upaya-upaya hukum dan kita ikuti proses yang ada. Tapi untuk lebih jelasnya nanti tanyakan saja ke H Supli, pengacara saya,” ucapnya.

Senada, H Sidik Maulana ketika dikonfirmasi Radar Lombok, terkait penetapannya sebagai tersangka, juga membenarkan. “Benar dinda, terkait hal itu bisa tanyakan ke penasehat hukum kami, H Supli, atau ke pengacara kami langsung,” ujarnya.

Sebelumnya, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Elly Rahmawati mengatakan pihaknya telah menetapkan dua pejabat utama BSI sebagai tersangka pada 22 Mei 2024 lalu. Penetapan SE dan WKI sebagai tersangka, setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi dan ratusan petani yang tercatat sebagai debitur.

“Kami sudah memeriksa saksi ratusan orang. Karena memang debitur di Mataram itu sekitar ratusan orang, dan debitur di sapi ini juga ratusan. Kami langsung memeriksa debiturnya, sampai ke wilayah Loteng,” ujarnya.

Baca Juga :  Mahally Dicopot dari Ketua Fraksi Demokrat

Penyidik juga telah mengantongi perbuatan melawan hukum  dalam kasus penyaluran KUR untuk petani Porang dan Sapi yang berada di wilayah Lobar dan Loteng tersebut. “Dimana, ia (tersangka) melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pendistribusian dan penyaluran KUR tersebut. Ada yang fiktif (debitur) dan ada juga yang tidak,” sebutnya.

Dengan adanya penyelewengan itu, mengakibatkan adanya kerugian negara. Indikasi kerugian negaranya di dua cabang tersebut, sekitar Rp 21,3 miliar. Rinciannya Rp 8,3 miliar di satu cabang, dan cabang lainnya ditaksir mencapai Rp 13 miliar.

Angka Rp 21,3 miliar tersebut, hanya indikasi saja. Untuk nominal kerugian negaranya belum dipastikan. Kejati NTB masih menunggu hasil audit dari badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) NTB.

“Saat ini kami sedang berkoordinasi dengan auditor, yaitu BPKP terkait dengan kerugian negara. Karena pasal yang kami tersangkakan adalah Pasal 2 dan 3, sehingga di situ ada unsur yang harus dipenuhi adalah unsur kerugian negara.

Terkait dengan unsur itu (kerugian negara), kita berkoordinasi dengan intens, kami ekspose terus menerus, kami berikan data tersebut ke auditor di BPKP,” katanya.

Kasus ini masih dalam proses penyidikan lebih lanjut. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan lain. “Tidak menutup kemungkinan dalam proses selanjutnya akan ada penambahan tersangka lain. Itu nanti tergantung fakta yang kami temukan dalam penyidikan,” tandas Elly. (sid/met)

Komentar Anda