Terkendala Kartu Nusuk, Jemaah Haji NTB Dilarang Masuk Area Masjidil Haram

IBADAH HAJI: Pelaksanaan ibadah haji Embarkasi Lombok 2025 dinilai amburadul, akibat para Jemaah belum kantongi Kartu Nusuk, mereka tidak diperbolehkan memasuki area Masjidil Haram.

MATARAM – Teriakan kekecewaan mewarnai pelaksanaan ibadah haji tahun 2025, asal Embarkasi Lombok. Pasalnya, tak sedikit dari mereka yang gagal menjalankan rangkaian ibadah di Masjidil Haram, akibat belum diterbitkannya kartu Nusuk. Kartu Nusuk adalah dokumen penting yang menjadi syarat utama untuk dapat mengakses area Masjidil Haram.

Salah satu jemaah asal Kota Mataram, Samsul Rizal, menyatakan bahwa hampir separuh jemaah dalam Kloter 9 yang berjumlah sekitar 394 orang, tidak bisa masuk ke area Masjidil Haram. Hal ini terjadi karena kartu Nusuk yang semestinya diberikan oleh pihak penyelenggara haji Arab Saudi, belum juga diterbitkan.

“Kami sudah dijanjikan kartu Nusuk akan keluar setelah Subuh, lalu ditunda lagi ke Asar, lalu malam. Tapi sampai sekarang belum juga diterbitkan. Sementara dari Daker juga kesulitan mengorek informasi, karena pihak syarikah sangat tertutup,” ujar Samsul Rizal, Jumat (23/5).

Rizal menjelaskan, ada dua syarikah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan ibadah haji tahun ini, yakni Syarikah Ibadah dan Ayyamul Bidh. Dari dua penyelenggara tersebut, Syarikah Ayyamul Bidh dinilai lebih lancar dalam menerbitkan kartu Nusuk, sementara Syarikah Ibadah justru menjadi sumber kendala.

“Yang ditangani Ayyamul Bidh, alhamdulillah sebagian besar sudah selesai kartunya. Tapi yang syarikah Ibadah ini belum jelas kapan akan keluar,” tambahnya.

Baca Juga :  Hari Pertama Nihil Pendaftaran Cakada di KPU

Rizal bersama para jemaah lain harus mencari cara untuk tetap bisa beribadah. Salah satunya dengan menyusun strategi agar lolos pemeriksaan. Dia mengatur sekitar 35 jemaah dalam barisan, menempatkan 18 orang yang sudah memiliki kartu Nusuk di depan, dan sisanya di belakang. “Alhamdulillah akhirnya bisa masuk Masjidil Haram. Tapi ini kan bukan solusi ideal,” keluhnya.

Rizal menyebut, kondisi ini adalah kejadian luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam pelaksanaan ibadah haji. Bahkan, pembagian hotel jemaah pun amburadul. Dalam Kloter 9 yang terdiri dari 10 rombongan, jemaah justru ditempatkan di enam hotel berbeda, sering kali memisahkan suami-istri atau pendamping dengan Lansia.

“Para petugas pun bingung. Manifest jemaah tidak sesuai kenyataan di lapangan. Suami di hotel satu, istri di hotel lain. Anak dan orang tua terpisah. Ini sangat menyulitkan,” jelas Rizal.

Hal senada disampaikan jemaah lain, Rus, yang menyesalkan lambannya penanganan dari Kemenag NTB yang dinilai tidak responsif. Ia bahkan menduga ada kesalahan dalam pengiriman data jemaah oleh pihak Kemenag ke pemerintah Arab Saudi.

“Sejak di Madinah kami sudah menunggu kartu Nusuk. Detik demi detik, jam demi jam, hari berganti hari, kami hanya menanti selembar kertas kecil yang menjadi penentu kami bisa ibadah. Tapi hingga Kamis malam (22/5), pukul 21.30, tidak juga kunjung datang,” ungkap Rus kecewa.

Baca Juga :  Pelaku Pariwisata Kecewa ITDC Jual Paket Nonton MotoGP untuk Luar NTB

Lebih mengecewakan lagi lanjutnya, para petugas yang datang justru bersikap tak acuh dan bercanda di hadapan jemaah yang sedang emosi, karena menunggu terlalu lama. Hal itu memicu kemarahan para jemaah, meski mereka kesulitan menyampaikan keluhan karena kendala bahasa.

“Untungnya ada Bu Dewi dan Ustaz Surdi, yang bisa menerjemahkan keluhan kami. Bahkan mereka pun ikut marah kepada petugas haji yang tidak profesional,” tambahnya.

Setelah kejadian itu, banyak jemaah yang memilih kembali ke kamar hotel masing-masing dalam kekecewaan. Rus bersama beberapa temannya, bahkan memilih meninggalkan hotel dan pindah ke hotel lain tempat mereka seharusnya ditempatkan.

Permasalahan kartu Nusuk ini, menurut para jemaah, hanya terjadi pada jemaah dari Embarkasi Lombok. Mereka mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Agama RI dan penyelenggara haji, untuk segera mengevaluasi kinerja Syarikah Ibadah, dan memastikan seluruh jemaah dapat melaksanakan ibadah dengan aman dan nyaman.

“Jika mencermati isi dari SE (Surat Edaran, red) tersebut, dapat dikatakan bahwa SE itu sangatlah jelas dan rinci. Walaupun sudah sangat jelas, akan tetapi tidak mampu diterjemahkan, apalagi dilaksanakan oleh jajaran dibawahnya,” ucapnya. (rat)