Terjadi Disparitas Tuntutan Kasus OTT

MATARAM – Disparitas hukuman yang mencolok dalam sejumlah kasus operasi tangkap tangan (OTT) memunculkan spekulasi baru di tengah masyarakat. Khususnya sejumlah kasus OTT yang ditangani Kejari Mataram.
Misalnya, kasus yang menimpa terdakwa mantan Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat, Ispan Junaidi. Terdakwa dituntut 7 tahun penjara setelah terciduk meminta fee proyek kawasan Pusuk Lestari, Batulayar, Lombok Barat sebesar Rp 79,5 juta. JPU Kejari Mataram menjerat terdakwa Ispan Junaidi dengan pasal 12 UU Nomor 20/2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Oleh majelis hakim PN Tipikor Mataram, Ispan Junaidi divonis bersalah. Pasal yang dilanggar menurut majelis hakim adalah pasal 11 UU tindak pidana korupsi. Ispan Junaidi dijatuhi hukuman pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 50 juta.
Diparitas ini kemudian dibandingkan dalam perkara lain yang sama-sama OTT. Yaitu mantan Kepala Satuan Non Vertikal Tertentu Penyediaan Perumahan (SNVT PP) NTB, Bulera. Tuntutannya jauh berbeda, begitu juga dengan vonis yang dijatuhkan kepadanya. Terdakwa penerima fee proyek Rusun sebesar Rp 100 juta ini hanya dituntut 1 tahun 8 bulan. Dalam perkara ini Bulera dijerat pasal 11 UU tindak pidaa korupsi oleh JPU Kejari Mataram. Oleh majelis hakim, terpidana Bulera kemudian dijatuhi vonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.
Kepala Kejari Mataram, Yusuf yang dikonfirmasi terkait soalan ini mejelaskan, tuntutan di antara kedua terdakwa itu berbeda karena pasal yang disangkakan berbeda. ‘’Kalau Ispan Junaidi kan pasal 12, sementara Bulera pasal 11,” jelas Yusuf.
Dalam pasal 12, jelasnya, pelaku terancam hukuman paling ringan empat tahun penjara dan paling lama 20 tahun. sedangkan pasal 11, pelaku diancam hukuman paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun. Penerapan pasal tersebut juga sesuai dengan apa yang terbukti di persidangan. ”Sesuai fakta persidangan kan,” ujarnya.
Yusuf mengaku, tidak ada yang salah terkait hal ini karena JPU tentu bekerja sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). “Itu sesuai dengan SOP,” tegasnya.
Juru bicara Pengadilan Tipikor Mataram, Fathur Rauzi mengatakan, putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa itu sesuai dengan fakta persidangan. Adapun mengenai tuntutan itu adalah haknya JPU. “Tuntutan adalah domainnya kejaksaan. Lembaga tersebut tentu memiliki pertimbangan sendiri yang tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun,” ujarnya singkat. (der)

Komentar Anda