MATARAM – Terdakwa korupsi pengadaan makanan basah dan kering di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, Baiq Marisa Agustina, menangis di ruang sidang setelah majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Mataram menjatuhkan pidana penjara 4 tahun.
Begitu majelis hakim yang diketuai Lalu Moh Sandi Iramaya mengetok palu sidang, usai membacakan amar putusan, terdakwa langsung menghampiri keluarganya dan menangis tersedu. “Sabar, sabar,” ucap keluarganya menguatkan.
Terdakwa merupakan Direktur CV Sahwa Cahaya Mandiri, salah satu perusahaan penyedia makanan basah dan kering di RSUD Praya. Ia terseret dalam kasus ini dari hasil pengembangan tiga mantan pejabat di RSUD Praya, yang kini berstatus terpidana.
Masing-masing yakni mantan Direktur RSUD Praya dr. Muzakir Langkir, Baiq Prapningdiah selaku mantan bendahara, dan Adi Sasmita selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).
Majelis hakim Lalu Moh Sandi Iramaya menyatakan, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Baiq Marisa Agustina terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer ke satu penuntut umum,” kata Sandi membacakan amar putusan didampingi anggota hakim Isrin Surya Kurniasih dan hakim ad hoc M. Fadli, Jumat (29/11).
Baiq Marisa Agustina dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan badan. “Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan,” ujarnya.
Dalam pertimbangan, hakim membacakan ada dua kerugian negara yang muncul dalam korupsi pengadaan makanan basah dan kering di RSUD Praya ini. Yakni sebesar Rp 528 juta dan Rp 883 juta, berdasarkan hasil audit Inspektorat.
Hakim menilai terjadinya tumpang tindih terkait kerugian negara tersebut. Sehingga, dari dua kerugian negara itu, hakim memilih menggunakan kerugian negara Rp 883 juta. Dan kerugian negara itu telah dibebankan kepada Muzakir Langkir, yang saat ini berstatus terpidana.
Sehingga dalam amar putusannya, hakim tidak membebankan terdakwa untuk mengganti kerugian keuangan negara. “Telah dibebankan (uang pengganti) seluruhnya sebagai uang pengganti yang dibebankan kepada Muzakir Langkir. Dengan telah dibebankan kepada Muzakir Langkir, majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa tidak dibebankan uang pengganti kerugian negara,” ungkapnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut dalam tuntutannya meminta kepada majelis hakim menjatuhkan terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, jaksa penuntut turut meminta agar hakim menjatuhkan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 528 juta subsider 2 tahun dan 6 bulan.
Putusan hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa. Mengenai putusan hakim itu, Kasi Pidsus Kejari Loteng Bratha Hariputra yang menghadiri sidang belum menyatakan sikap. “Kita akan pikir-pikir dulu. Kita punya waktu 7 hari untuk pikir-pikir,” tandas Bratha.
Diketahui, kasus ini ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Loteng. Jaksa menetapkan Baiq Marisa Agustina sebagai tersangka dengan kerugian negara sebesar Rp 528 juta.
Kerugian negara itu muncul karena penyediaan makanan basah dan kering yang dilakukan Baiq Marisa Agustina tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mark up harga, mulai dari tahun 2017-2020. (sid)