
MATARAM — Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Mataram telah memutus perkara korupsi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk petani Porang wilayah Lombok Barat (Lobar) dan Lombok Tengah (Loteng) pada BSI Cabang Bertais Mandalika tahun 2021-2022, milik Wawan Kurniawan Issyaputra dan Datu Rahdin Jaya Wangsa, Rabu (23/4).
Hakim pertama membacakan putusan milik terdakwa Wawan Kurniawan Issyaputra, mantan Kepala BSI Cabang Bertais Mandalika. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Wawan Kurniawan Issyaputra, dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan,” vonis Ketua Majelis Hakim Mukhlassuddin.
Terdakwa juga dibebankan pidana denda sebesar Rp 400 juta, yang jika pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan badan. “Apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” tegasnya.
Sementara untuk terdakwa Datu Rahdin Jaya Wangsa selaku offtaker dalam penyaluran tersebut, dijatuhi pidana penjara lebih tinggi. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Datu Rahdin Jaya Wangsa, dengan pidana penjara selama 8 tahun,” sebutnya.
Hakim turut menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 500 juta. “Jika pidana denda tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama 4 bulan,” lanjutnya.
Selain itu, Datu Rahdin Jaya Wangsa dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 3,9 miliar, dari total kerugian negara yang muncul sebesar Rp 13,2 miliar lebih.
Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti Rp 3,9 miliar itu setelah satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita dan dilelang jaksa. “Apabila tidak memiliki harta benda yang mencukupi, diganti dengan pidana kurungan selama 3 tahun,” katanya.
Hakim membebankan kerugian negara Rp 3,9 miliar dengan menyatakan, sudah ada klaim asuransi yang dilakukan PT Asuransi Kredit Indonesia Syariah, sebesar Rp 9 miliar lebih yang dianggap sebagai pemulihan kerugian negara.
Kedua terdakwa dinyatakan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer jaksa penuntut,” cetusnya.
Vonis yang dijatuhi hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut. Dalama tuntutan jaksa, kedua terdakwa dituntut pidana penjara masing-masing 10 tahun dan 6 bulan, serta pidana denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Pada amar tuntutan, jaksa penuntut tidak meminta ke majelis hakim untuk membebankan Wawan Kurniawan Issyaputra membayar kerugian keuangan negara. Melainkan meminta hanya dibebankan ke Datu Rahdin Jaya Wangsa sebesar Rp 13.250.000.000 subsider 5 tahun dan 3 bulan.
Sebelumnya, dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum, terungkap bahwa per petani hanya diberikan KUR sebesar Rp 5 juta sampai Rp 8,5 juta. Yang seharusnya petani mendapatkan Rp 50 juta per orangnya.
“Diberikan kepada nasabah berjumlah bervariasi. Antara Rp 5 sampai dengan Rp 8,5 juta per petani atau nasabah,” kata Ilham Sopian Hadi, perwakilan jaksa penuntut saat membacakan dakwaan, beberapa waktu lalu.
Yang memberikan petani dana tersebut, ialah terdakwa Datu Rahdin Jaya Wangsa. Terdakwa memberikan petani kur itu setelah dana kur sebesar Rp 13,2 miliar untuk 265 penerima ditransfer dari BSI Cabang Bertais Mandalika ke rekening perusahaan PT Global Bumi Gira, miliknya terdakwa.
Semula, dana KUR itu masuk ke setiap rekening nasabah. Namun nasabah tidak bisa menariknya karena diblokir. Terdakwa Wawan pun memerintahkan anak buahnya untuk memindah bukukan rekening para nasabah ke rekening PT Global Bumi Gora. “Pemindah bukuan dana rekening nasabah ke offtaker dilakukan tanpa persetujuan atau surat kuasa. Hal itu tidak sesuai dengan manual produk pembiayaan milik bank (BSI),” ucapnya.
Ternyata, dana KUR sebesar Rp 13,2 miliar ini juga telah dipergunakan tidak sesuai peruntukannya. Digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa. “Perbuatan terdakwa dalam penyaluran dana penyaluran kur merupakan perbuatan melawan hukum,” sebutnya.
Jaksa penuntut lainnya, Fajar Alamsyah Malo mengatakan, pengajuan penerima kur untuk sektor pertanian porang tersebut berada di wilayah Lobar dan Loteng. Tahun penyaluran kur sebesar Rp 11 miliar lebih dengan jumlah nasabah sebanyak 232 orang.
Sedangkan tahun 2022 sebesar Rp 1,6 miliar dengan jumlah penerima 33 nasabah. “Sehingga total keseluruhan dari tahun 2021-2022 sebesar Rp 13,2 miliar,” katanya.
Terdakwa Datu Rahdin Jaya Wangsa bertugas mengumpulkan para calon nasabah. Sehingga terkumpul sebanyak 265 orang. Setiap orang akan mendapatkan kur sebesar Rp 50 juta. “Bahwa calon penerima kur sebanyak 265 tersebut tergabung dalam 37 kelompok tani dari Lobar dan loteng,” ungkapnya.
Namun berdasarkan data dari Dinas Pertanian Lobar dan Loteng, sebanyak 18 kelompok tani dengan jumlah 157 orang tidak terdaftar di dinas pertanian setempat dan tidak terdata di Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (Simluhtan), maupun tidak pernah diajukan penyuluhan sebagai petani porang.
Sedangkan 19 kelompok tani dengan jumlah petani 108 orang terdaftar dalam Simluhtan. “Namun bukan sebagai petani porang. Selain itu, calon penerima kur dinyatakan belum pernah berikrar dengan PT Global Bumi Gora, meskipun terdapat perjanjian kerjasama penanaman porang antara terdakwa,” ujarnya.
Per petani dapat kur Rp 50 juta per orang itu, turut dicantumkan terdakwa Datu Rahdin Jaya Wangsa saat mengajukan rencana anggaran biaya (RAB) ke BSI Cabang Bertais Mandalika. Namun, RAB yang diajukan Datu Rahdin Jaya Wangsa itu tidak pernah dianalisa oleh terdakwa Wawan Kurniawan Issyaputra, selaku Kepala BSI Cabang Bertais Mandalika.
“Pengajuan RAB itu tanpa pernah dianalisa verifikasi lebih lanjut. Seharusnya 265 calon nasabah tersebut tidak memenuhi syarat untuk menerima kur porang,” pungkasnya. (sid)