Terdakwa Korupsi Asrama Haji Divonis Bebas, Jaksa Ajukan Kasasi

SUJUD SYUKUR: Terdakwa sujud syukur di ruang sidang PN Tipikor Mataram, setelah dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Terdakwa Korupsi Asrama Haji Divonis Bebas, Jaksa Ajukan Kasasi (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Jaksa penuntut tempuh upaya hukum kasasi atas vonis bebas Direktur CV Kerta Agung Dyah Estu Kurniawati, terdakwa dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana rehabilitasi dan pemeliharaan gedung pada UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok, tahun anggaran 2019.

“Iya, kami ajukan kasasi. Tidak mungkin tidak kasasi,” UJAR Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera, Senin (30/1).
Berkaitan dengan penyerahan memori kasasi ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram, dirinya belum mengetahuinya. “Kalau penyerahan memori kasasi saya belum dapat info,” ucapnya.

Permohonan kasasi dari jaksa penuntut ini, sudah tercantum juga di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Mataram. Pemohon ialah penuntun umum yang diwakili oleh I Komang Prasetya, dan termohon ialah terdakwa sendiri Dyah Estu Kurniawati.

Permohonan kasasi dari jaksa penuntut tersebut, juga dibenarkan Humas PN Mataram Kelik Trimargo. “Sudah, pernyataannya kasasi tanggal 11 Januari kemarin dari penuntut umum,” kata Kelik.

Upaya hukum kasasi yang ditempuh jaksa ini, perihal putusan terdakwa yang dinyatakan bebas dari tuntutan jaksa penuntut, pada persidangan putusan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kamis (29/1) lalu.

Dalam sidang putusan tersebut, majelis hakim yang diketuai Mukhlassudin menyatakan, terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer dan subsider penuntut umum.

Dengan dinyatakan tidak terbukti bersalah, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut membebaskan terdakwa dari segala tuntutan dan meminta kepada jaksa penuntut umum untuk memulihkan harkat dan martabat terdakwa sebagai warga negara.

Hakim menjatuhkan vonis demikian dengan melihat fakta-fakta persidangan. Hakim tidak menemukan adanya fakta yang menyatakan terdakwa memperkaya diri atau orang lain, atau melakukan suatu korporasi sesuai dakwaan primer. Yaitu Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Baca Juga :  Rumah Mantan Direktur RSUD Sumbawa Digeledah

Begitu juga dengan penyalahgunaan kewenangan yang diatur dalam dakwaan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Sebelumnya, jaksa penuntut dalam tuntutannya menjatuhi terdakwa tuntutan pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Jaksa turut membebankan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1,3 miliar subsider 3 tahun 9 bulan kurungan badan.

Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan primair.

Seluruh barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan diminta untuk dikembalikan ke jaksa penuntut umum agar digunakan pada perkara lain atas nama Wishnu Selamat Basuki, yang kini masih menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO).

Dalam uraian tuntutan, jaksa menyampaikan pertimbangan jaksa yang menjatuhkan tuntutan demikian. Salah satu pertimbangan yang memberatkan Dyah perihal kerugian negara dalam pekerjaan proyek di tahun 2019 tersebut.

Nominal kerugian negara dalam perkara ini sesuai hasil audit BPKP dengan nilai Rp2,65 miliar. Angka tersebut muncul dari kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan.

Dalam kasus ini, Terdakwa Abdurrazak membuat persetujuan dengan saksi Wisnu dalam pencairan uang muka proyek sebesar 30 persen atau senilai Rp791 juta dari total anggaran.

Baca Juga :  11 Kapus di Kota Mataram Dituding Bersepakat Potong Insentif Nakes

Uang muka tersebut ditransfer langsung ke rekening pribadi saksi Wisnu tanpa melalui rekening CV Kerta Agung.

Terdakwa Dyah sebagai direktur perusahaan pelaksana proyek dari CV Kerta Agung dinyatakan bersama Wishnu Selamat Basuki dan Abdurrazak Al Fakhir sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam munculnya kerugian negara tersebut.

Wishnu dalam perkara ini berperan sebagai pihak yang melaksanakan proyek dari penunjukkan langsung Direktur CV Kerta Agung. Meskipun sudah menjadi tersangka, namun Wishnu kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kejaksaan.

Untuk diketahui, dalam kasus yang menjerat tiga orang ini nilai kerugian negara yang keluar sebesar Rp2,65 miliar. Kerugian negara ini keluar setelah dilakukan perhitungan oleh Inspektorat Provinsi NTB. Nilai ini muncul dari kelebihan pembayaran atas kurangnya volume pekerjaan.

Rinciannya, rehabilitasi gedung di UPT asrama haji sebesar Rp 1,17 miliar, rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta, rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta, rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta, rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi gedung PIH sebesar Rp28,6 juta.

Untuk Abdurrazak, sudah dijatuhi vonis oleh majelis hakim selama 8 tahun penjara dan pidana denda Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan. Terdakwa juga dihukum untuk membayar uang pengganti

sejumlah Rp 791 juta subsider 3 tahun.
Putusan majelis hakim PN Tipikor Mataram ini, pun dikuatkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Mataram di upaya hukum banding. Dengan begitu, terdakwa hal tersebut kembali menempuh upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung (MA). (cr-sid)