Terdakwa BPR Loteng Dituntut 2,6 Tahun

SIDANG: Para terdakwa yang beranjak dari kursi pesakitan Pengadilan Negeri Tipikor setelah mendengar jaksa penuntut umum menjatuhi tuntutan, Kamis kemarin. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Agus Fanahesa dan Johari, penjara selama 2,6 tahun, terkait dugaan korupsi kredit fiktif Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Cabang Batukliang, Lombok Tengah, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,38 miliar.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana selama 2 tahun 6 bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam masa tahanan, dan menetapkan pidana denda terhadap terdakwa masing-masing sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan,” tuntut Surya Diatnika selaku perwakilan JPU, Kamis (24/11).

Jaksa menjatuhkan tuntutan demikian, dan menyatakan ke dua terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primer. Seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Untuk itu membebaskan terdakwa oleh karenanya dari dakwaan primer penuntut umum,” katanya.

Namun terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan subsider. “Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf  b UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” sebutnya.

Perihal uang pengganti kerugian, JPU membebankannya kepada saksi I Made Sudarmaya, untuk membayar uang pengganti kerugian sebesar Rp 2,38 miliar. Sedangkan kepada terdakwa Agus Fanahesa dibebankan uang pengganti sebesar Rp 2 juta, dan terdakwa Johari sebesar Rp 1 juta.

Dengan ketentuan jika tidak dibayar paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memproleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa penuntut umum dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

“Jika masing-masing terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama satu bulan,” ungkapnya.

Terpisah, Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah, Bratha Hari Putra mengatakan, I Made Sudarmaya dalam perkara kedua terdakwa hanya berstatus sebagi saksi. “Masih berstatus sebagai saksi,” ungkap Bratha melalui WhatsApp.

Pihaknya juga  kini tengah mendalami peran I Made Sudarmaya dalam kasus tersebut. Terhadap mantan bendahara Dit Samapta Polda NTB itu, penyidik telah menaikkan status ke tahap penyidikan. “Jadi, kasus I Made Sudarmaya sudah dinaikkan ke penyidikan, tapi belum ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.

Penyidik juga sudah meminta kepada majelis hakim untuk mengembalikan barang bukti yang muncul di persidangan untuk pengembangan ke tersangka lain. Perihal uang pengganti Rp 2,38 miliar itu, dipastikan akan ditanggung oleh Sudarmaya, yang sebelumnya juga sudah dituangkan dalam pembacaan tuntutan terdakwa Agus Fanahesa dan Johari.

“Dalam tuntutan juga sudah kami jelaskan, bahwa yang menanggung uang pengganti ialah I Made Sudarmaya,” sebutnya.

Uang pengganti dibebankan kepada I Made Sudarmaya karena diduga sebagai dalang dari dugaan korupsi yang terjadi pada BPR Cabang Batukliang, Lombok Tengah. Hal tersebut juga pernah diakui oleh Sudarmaya, bahwa dirinya yang mengajukan kredit ke BPR Cabang Batukliang dengan mencatut nama 199 anggota Polri. Pengajuan kredit tersebut terjadi dalam periode 2014-2017.

“Intinya, kami terus melakukan pengembangan terhadap kasus ini sesuai dengan kesaksian yang ada di persidangan,” cetusnya.

Dalam perkara ini, Johari selaku “Account Officer” menjadi terdakwa, bersama Agus Fanahesa yang menjabat sebagai Kepala Pemasaran BPR Cabang Batukliang. Keduanya didakwa turut terlibat terkait munculnya kredit fiktif 199 anggota polisi, hingga menimbulkan kerugian Rp2,38 miliar. Kerugian itu muncul dalam periode pencairan kredit 2014-2017. (cr-sid)

Komentar Anda