Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual, Izin Ponpes Terancam Dicabut

KEMENAG: Dampingi Kakanwil Kemenag NTB, Kabid Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam Kanwil Kemenag NTB, M. Ali Fikri (kiri), memberikan keterangan kepada awak media, Kamis (25/5). (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil) Provinsi NTB, M. Ali Fikri mengatakan izin Pondok Pesantren (Ponpes) di Sikur, Kabupaten Lombok Timur, terancam dicabut. Pencabutan itu bisa dilakukan apabila oknum Pimpinan Ponpes dimaksud, terbukti melakukan kekerasan seksual secara sistematis.
“Kami sodorkan yang menentukan dicabut dan tidaknya di Kementerian. Yang jelas dengan kajian tadi, dan rilis-rilis (berita), semua unsur kami laporkan ke pusat. Nanti ada tim yang turun dari pusat untuk mengkaji, termasuk dengan APH (Aparat Penegak Hukum),” kata Ali Fikri kepada awak media, Kamis (25/5).

Fikri menyebut, dalam penanangan kasus dugaan pelecehan terhadap santriwati di lingkungan Ponpes. Kemenag memiliki SOP (standar operasi prosedur) yang tertuang dalam Keputusan Dirjen No 16 tahun 2023 dan PMA no 83 tahun 2023 tentang jenis pelaksanaan Kemenag tentang tindakan kekerasan.

Adapaun standar prosedur penangan kasus kekerasan yang dilakukan Pimpinan Ponpes ini dari Kanwil Kemenag NTB. Pertama sudah dilakukan semacam investigasi dari Kemenag Kabupaten Lombok Timur. Hasil investasi itu kemudian dikaji oleh Kanwil Kemenag NTB, dan diteruskan ke Kementerian RI untuk menentukan sanksi apa yang tepat terhadap oknum pimpinan Ponpes ini.
“Kajian yang terakhir itu keputusan di Kementerian Agama RI. Kami akan koordinasi dengan Kementerian Agama Pusat. Karena yang menyodorkan atau menyabut dan menghentikan Pondok Pesantren itu Kementerian Agama Pusat,” terangnya.

Tapi untuk kasus yang menimpa oknum pimpinan Ponpes di Lombok Timur. Dan kajian yang sudah dilakukan semua pihak. Pihaknya belum bisa memutuskan apakah oknum pimpinan Ponpes itu bersalah atau tidak. Sebab, putusan hukumnya belum inkrah.
“Keputusannya belum inkrah, apakah yang bersangkutan bersalah atau tidak. Kita juga belum berani memutuskan, tapi akan diserahkan ke Pusat,” tegasnya.

Baca Juga :  Kereta Gantung Rinjani Diyakini Bukan PHP

Menurut Fikri, persoalan ini tidak melulu soal izin pesantren yang dicabut. Terpenting yang harus diiperhatikan adalah di Ponpes itu ada lembaga pendidikan mulai dari SMA, Madrasah Aliyah, Sanawiyah dan Ibtidaiyah. Semua indikator itu bisa menjadi pertimbangan-pertimbangan untuk dicabut atau tidak sebuah Ponpes. “Yang jelas kita akan bekerja dengan SOP dan ketentuan-ketentuan yang ada,” ujarnya.

Disampaikan, ada dua Ponpes yang saat ini kena musibah, hanya mempunyai kasus hukum praduga. Setelah ditelisik, dari dua Ponpes yang pimpinannya tersandung masalah tindak kekerasan seksual terhadap santriwatinya itu. Hanya satu Ponpes yang memiliki izin, dan bisa dikategorikan sebagai pondok pesantren, yakni Ponpes yang ada di Sikur. Sementara Ponpes di Kotaraja tidak pernah masuk data Kanwil Kemenag NTB.

“Yang terdata di Kanwil hanya satu Pondok Pesantren, di Sikur saja, yang pelapornya hanya satu korban. Kalau yang itu (Ponpes Kotaraja, red) tidak ada di data kami, bahwa itu pondok pesantren. Karena sampai hari ini, setelah kami cek izin operasional tidak ada di Kanwil Lotim,” katanya.
Fikri menjelaskan, suatu lembaga pendidikan agama baru bisa dikatakan Ponpes, apabila memiliki Tuan Guru (Ulama) yang memimpin lembaga itu. Kemudian ada santri yang bermukim atau menginap di pondok. Termasuk ada lembaga pendidikan formalnya. Bisa SMA, SMK, Madrasah sanawiyah, Madrasah Aliyah dan seterusnya. Bahkan untuk proses penerbitan izin Ponpes yang dikeluarkan Kemenag juga sangat panjang.

Baca Juga :  Hari ini Tarif Baru Penyeberangan Kayangan-Poto Tano Resmi Berlaku

Meski begitu, pembinaan-pembinaan pada lembaga pendidikan keagamaan sudah maksimal dilakukan Kemenag NTB. Mulai dari sisi kurikulum, infrastruktur, termasuk juga kemandirian Ponpes. Hal-hal terkait dengan keamaan pun tidak luput dari perhatian Kanwil Kemenag NTB.
Termasuk ada Kasi Ponpes untuk setiap Kanwil Kemenag di masing-masing Kabupaten/Kota. Tujuannya untuk bisa memantau kondisi ponpes di setiap daerah. Berikut pembinaan-pembinaan lain terhadap ponpes melalui forum ponpes, SKPP dan lainnya.

Kanwil Kemenag NTB sendiri mendorong adanya Satgas antis kekerasan seksual di lingkungan Ponpes. Terlebih Ponpes sebagai marwah dan kebanggaan NTB. Pihaknya bersama Pemprov NTB juga menggalakkan beberapa program untuk mengantisipasi kasus kekerasan di lembaga pendidikan agama. Antara lain layanan remaja di Ponpes di Madrasah melalui bidang-bidang terkait.

Dalam kesempatan itu pihaknya menghimbau kepada masyarakat NTB, jangan pernah ragu terhadap keberadaan ponpes. Sebab tidak semua pondok pesantrenan bermasalah. Tapi masih ada ribuan ponpes yang memiliki iktikad baik dan memberikan pelayanan terbaiknya untuk mendidik siswa sebagai generasi penerus bangsa dan agama.

“Yang jelas, NTB khususnya Pulau Lombok adalah lumbungnya pondok pesantren. Jangan sampai pondok pesantren yang lain dicederai oleh segelintir yang mengatasnakan pondok, dan itu oknum,” tandasnya. (cr-rat)

Komentar Anda