PRAYA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah melayangkan gugatan pembebasan hak orang tua ke Pengadilan Agama (PA) Praya terhadap salah seorang terpidana kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak kandungnya sendiri.
Gugatan ini dilayangkan untuk memastikan nasib anak yang menjadi korban bejat ayah kandungnya sendiri.
Kepala Kejari Lombok Tengah, Nurintan M.N.O Sirait mengungkapkan, sebelumnya terdakwa kasus pencabulan anak kandung sendiri sudah divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Praya dan kini kasusnya sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Namun, nasib anak yang menjadi korban pencabulan ini juga penting untuk dipikirkan sehingga jaksa mengajukan gugatan pembebasan hak orang tua. “Ada kasus pelecehan seksual yang dilakukan ayah kandung terhadap anaknya.
Proses pidananya sudah selesai dan putusan pengadilan sudah inkrah karena ayahnya dihukum 20 tahun penjara. Tapi perlu kita pikirkan nasib anak ini ke depan bagaimana, maka itulah dasar kita usulkan gugatan pembebasan hak orang tua,” ungkap Nurintan M.N.O Sirait, Rabu (18/9).
Nurintan tidak menjelaskan secara detail nama terpidana dan korban. Namun gugatan ini dilayangkan agar kedepan tidak terjadi trauma berkepanjangan terhadap anak yang menjadi korban. Pihaknya juga mengaku bahwa gugatan yang dilayangkan jaksa ini juga sudah dimenangkan jaksa di Pengadilan Agama (PA) Praya. “Jadi proses pidana sudah inkrah, makanya pembebasan hak orang tua ini menjadi ranah perdata dan putusan sudah ada karena gugatan kita diterima,” tambahnya.
Dengan sudah dikabulkannya gugatan pembebasan hak orang tua ini, maka secara hukum hubungan antara anak dan orang tua sudah putus, sehingga orang tua tidak mempunyai hak lagi dalam hal mengurus anak nantinya. “Kalau inisial orang tua yang melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya ini nanti kita sampaikan tapi yang jelas gugatan kita sudah dikabulkan,” jelasnya.
Diakui, kasus kekerasan seksual di Lombok Tengah memang cukup banyak. Tidak hanya dilakukan oleh orang tua tapi ada juga yang dilakukan sesama anak seperti kaitan dengan pornografi, penyebaran foto tidak senonoh yang membuat anak menjadi trauma. “Maka selain ranah pidana kita juga lakukan bagaimana untuk memikirkan nasib anak-anak yang menjadi korban ini,” tambahnya. (met)