Tepis Angka 1,8 Juta, Pemprov Klaim Kemiskinan Ekstrem NTB 176 Ribu Jiwa

KLARIFIKASI: Sekda NTB, HL. Gita Ariadi memberikan klarifikasi terkait mispersepsi informasi soal angka kemiskinan ekstrem di NTB, bertempat di ruang rapat Sekda NTB, Senin (2/1). (FAISAL HARIS/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Presiden Jokowi telah mengeluarkan Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 4 Tahun 2022 untuk menghapus kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Provinsi NTB pada 2024 mendatang.

Sebagai bentuk implementasi kebijakan itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB melalui Bappeda NTB telah melaksanakan Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di NTB, yang berorientasi untuk mengurangi pengeluaran dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta menghilangkan kantong kemiskinan.

Menindaklanjuti hal tersebut, Sekretaris Daerah NTB, HL. Gita Ariadi, juga memberikan klarifikasi terkait mispersepsi informasi data mengenai jumlah angka kemiskinan ekstrem yang dipaparkan pada Rakor tersebut.

“Untuk mempertajam sasaran dalam rangka penghapusan kemiskinan ekstrem, Pemprov NTB melalui Bappeda NTB, bekerjasama dengan BPS dan BKKBN NTB, akan melakukan verifikasi dan validasi terhadap basis data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebanyak 1,8 juta jiwa,” terang Sekda, dalam konferensi pers yang diadakan di ruang rapat Sekda NTB, Senin (2/1).

Disampaikan Sekda, dengan adanya kegiatan verifikasi dan validasi tersebut, akan diketahui tingkat kesejahteraan masyarakat disertai dengan informasi by name by address. Sehingga intervensi program untuk menghapus kemiskinan betul-betul tepat sasaran.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kominfotik Provinsi NTB, Baiq Nelly Yuniarti yang turut mendampingi Sekda bersama Kepala Bappeda NTB, H. Iswandi, Asisten III Setda NTB H. Wirawan Ahmad, Asisten II Setda NTB dr Nurhandini Eka Dewi dan Kepala BPS NTB Wahyudin, menyebutkan bahwa masyarakat NTB yang tercatat miskin ekstrem berdasarkan data bulan Maret 2021 sebanyak 4,78 persen atau 252.048  jiwa.

“Namun di bulan Maret 2022, kemiskinan ekstrem turun menjadi 3,29 persen atau 176.029 jiwa. Dengan kata lain ada penurunan kemiskinan ekstrem sebesar 1,49 persen,” jelas Nelly.

Baca Juga :  Kementan Tolak Permohonan Gubernur NTB untuk Ekspor Jagung

Menurutnya, ada tiga program utama yang sedang dijalankan oleh Pemprov NTB untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem. Pertama yaitu menekan pengeluaran masyarakat melalui program bantuan sosial (Bansos) dan sejenisnya.

“Kemudian yang kedua dengan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui industrialisasi dan Ekraf (ekonomi kreatif). Serta yang ketiga mengurangi kantong-kantong kemiskinan, salah satunya dengan melakukan verifikasi dan validasi data,” ujar Nelly.

Menurut Nelly, kegiatan verifikasi dan validasi data yang digunakan yaitu data yang bersumber dari P3KE. Dimana jumlah warga miskin ekstrem yang disasar ada dalam angka 1,8 juta jiwa.

“Jadi data kemiskinan ekstrem bukan sebanyak 1,8 juta jiwa itu. Namun itu merupakan data pensasaran kemiskinan ekstrem di NTB. Dimana sesuai dengan Instruksi Presiden di tahun 2024, Insya Allah kemiskinan esktrem kita akan terhapus dengan program-program yang sedang dijalankan,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala BPS NTB Wahyudin mengatakan, data kemiskinan ekstrem yang dikeluarkan oleh BPS dan TNP2K pada dasarnya sama, yaitu dengan menggunakan perhitungan Bank Dunia. Dimana warga yang masuk kategori miskin ekstrem adalah mereka yang rata-rata pengeluarannya 1,9 Dolar Amerika PPP (Purchasing Power Parities/paritas daya beli ) atau setara dengan Rp 11.941 per orang per hari.

“Dengan Inpres No 4/2022 kemiskinan ekstrem mau dihapus di tahun 2024, yang sebenarnya sasaran dari SDG’s itu di tahun 2030. Namun oleh Pak Presiden memajukan 6 tahun, yaitu dari tahun 2030 menjadi 2024, bahwa kemiskinan ekstrem harus nol persen,” kata Wahyudin.

Wahyudin juga menegaskan bahwa data kemiskinan ekstrem yang dikeluarkan oleh BPS maupun Bappeda konsepnya sama. Sehingga perlu diketahui bahwa rentan kemiskinan dibagi dalam Desil 1-10.

Desil 1 atau 10 persen adalah masuk kelompok kemiskinan ekstrem, Desil 2 atau 20 persen masuk dalam kelompok miskin, dan sebagian lainnya masuk dalam kelompok hampir miskin. “Jadi, data dari Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dengan 1,8 Juta jiwa lebih penduduk NTB tersebut, merupakan bagian secara keseluruhan dari kemiskinan ekstrem sampai dengan kelompok miskin dan hampir miskin,” ucapnya.

Baca Juga :  Begal Perkosa Empat Korban

Wahyudin juga menyampaikan berdasarkan data BPS NTB pada Maret Tahun 2021, jumlah individu miskin ekstrem di Provinsi NTB sebesar 4,78  atau 252.048 jiwa. Sementara pada Maret Tahun 2022 sebesar 3,29 persen atau 176.003 jiwa.

Artinya, dari periode Maret Tahun 2021 sampai Maret Tahun 2022 terjadi penurunan angka kemiskinan ekstrem di NTB sebesar 1,49 persen. “Terkait hal tersebut, memang tidak bisa langsung menyasar 176.003 individunya. Karena begitu ada gejolak seperti kenaikan harga BBM, inflasi dan lainnya, kemungkinan yang ada diluar kategori miskin ekstrem akan jatuh juga ke potensi kemiskinan ekstrem tersebut,” ungkapnya.

Kepala Bappeda NTB, H. Iswandi, turut menjelaskan bahwa kemiskinan tidak hanya bertambah atau berkurang oleh orang yang memang teridentifikasi miskin saja, tetapi juga orang yang berpotensi miskin.

Terkait anggaran untuk mengintervensi kemiskinan, sumbernya ada dari Pusat, Daerah dan Lembaga Masyarakat. Secara konkrit, ada penerimaan bantuan PBI JK, PKH, sebagai bentuk-bentuk penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari APBN. Sedangkan dari Pemprov ada bantuan sosial, hibah, serta bantuan lembaga masyarakat dengan APBD sekitar 1,2 triliun.

“Tugas kita melakukan pemutakhiran, agar yang menerima bantuan tersebut sesuai data sebagai basis dalam mengintervensi. Dan kita pastikan yang paling prioritas itu di desil 1 yang merupakan kelompok kemiskinan ekstrem,” pungkasnya. (sal)

Komentar Anda