MATARAM – Setelah melakukan penyelidikan yang terbilang lama. Akhirnya Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB menaikkan penanganan kasus dugaan korupsi Lombok City Center (LCC) ke tahap penyidikan. “(Dugaan korupsi) LCC sudah naik dik (penyidikan),” ucap Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera, Kamis (15/8).
Hal yang menguatkan yakni sudah ditemukan indikasi kerugian negara dalam pengelolaan pusat perbelanjaan yang berada di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada, Lombok Barat (Lobar) itu.
Potensi kerugian negara yang timbul dalam kasus ini belum dirincikan. Masih ditelusuri auditor. Potensi kerugian negara yang ditemukan, berdasarkan adanya hasil pemeriksan dari saksi ahli. “Ahli bilang dapat dihitung. Ada kerugian negara,” katanya.
Auditor yang digandeng dalam menghitung kerugian negara enggan dibocorkan. Yang jelas, dalam menghitung kerugian negara sudah berkoordinasi dengan auditor.
Selain itu penyidik juga telah mengantongi sejumlah perbuatan melawan hukum (PMH) dalam kasus tersebut. “Banyak. PMH-nya itu ada beberapa aturan yang dilanggar. Jadi, proses penyelidikan kita cari PMH dan indikasi kerugian negara. Begitu kita yakin ada (PMH dan potensi kerugian negara), kita naikkan dik,” ujarnya.
Dalam penyidikan yang berlangsung ini, Kejati NTB masih melakukan serangkaian pemeriksaan saksi-saksi. Pemeriksaan itu untuk menelusuri dan menguatkan alat bukti yang sudah dikantongi. “Ketika naik dik, kita telusuri, kita perdalam untuk mencari alat bukti,” ungkap dia.
Sewaktu kasus ini masih dalam tahap penyelidikan, PMH yang telah ditemukan penyidik tersebut berkaitan dengan kerja sama PT Tripat dengan PT Bliss yang diduga melanggar ketentuan. Dalam isi kerja sama operasional (KSO), mestinya memiliki jangka waktu. Beberapa butir kesepakatan dalam KSO banyak yang dinilai menyalahi aturan.
Sebelumnya, penyidik telah mendatangkan saksi untuk dimintai keterangan dalam tahap penyelidikan.
Salah satunya ialah mantan Bupati Lobar Zaini Arony dan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lobar Burhanudin.
Mereka mendatangi Kantor Kejati NTB pada 3 November 2023. Zaini Arony mengaku diajukan tiga pertanyaan oleh penyidik. Pertanyaan itu berkaitan dengan kerja sama antara PT Tripat dan PT Bliss. Sebagai informasi, Kejati pernah mengusut dugaan korupsi di LCC. Waktu itu, dua orang yang menjadi tersangka. Yaitu mantan Direktur PT Patut Patuh Patju (Tripat) Lombok Barat, Lalu Azril Sopandi dan mantan Manajer Keuangan PT Tripat Abdurrazak.
Di pengadilan, keduanya dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sehingga menimbulkan kerugian negara. Terhadap Lalu Azril Sopandi dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Selain itu juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 891 juta subsider 2 tahun penjara.
Sedangkan vonis untuk Abdurrazak, 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Abdurrazak juga turut dibebankan membayar uang pengganti senilai Rp 235 juta subsider satu tahun penjara. Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim menguraikan proses penyertaan modal dan ganti gedung yang dibangun pada tahun 2014.
Saat Azril Sopandi masih menduduki jabatan Direktur PT Tripat, perusda tersebut mendapat penyertaan modal dari Pemda Lobar berupa lahan strategis di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada, Lobar.
Lahan itu kemudian menjadi modal PT Tripat untuk membangun kerja sama dalam pengelolaan LCC dengan pihak ketiga yakni PT Bliss. Lahan seluas 4,8 hektare dari total 8,4 hektare dijadikan agunan oleh PT Bliss. Dari adanya agunan tersebut, PT Bliss pada tahun 2013 mendapat pinjaman Rp 264 miliar dari Bank Sinarmas.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram menyebut perjanjian kerja sama PT Tripat dengan PT Bliss merupakan pelanggaran hukum. Sebab selain klausul mencantumkan periode kerja sama yang tanpa batas waktu, juga tertutupnya peluang adendum. Pelanggaran hukum lainnya yaitu, lahan yang tidak boleh diagunkan tetapi ternyata diagunkan juga. (sid)