PRAYA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah terus mendalami penanganan dugaan penyelewengan alokasi dana desa dan dana desa (ADD-DD) Desa Gemel Kecamatan Jonggat. Mengingat, dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) Inspektorat Lombok Tengah ditemukan dugaan kerugian negara sekitar Rp 900 juta untuk pengelolaan ADD-DD 2019-2022.
Setidaknya, sudah ada 20 saksi yang sudah dimintai keterangannya dalam kasus itu. Bahkan, Rabu (6/9), jaksa memeriksa Kades Gemel, Muhammad Ramli. Selain kades, jaksa juga memeriksa pengurus BUMDes, tim pelaksana kegiatan (TPK), dan beberapa rekanan yang mengerjakan berbagai program di desa tersebut.
Kasubsi Ekonomi Bagian Intel Kejari Lombok Tengah, Dutha mengungkapkan, untuk kasus Desa Gemel sudah langsung diselidiki bagian pidana khusus (pidsus). Pihaknya juga masih terus memeriksa berbagai pihak yang berkaitan dengan laporan kasus di Desa Gemel ini. “Sampai saat ini sudah 20 saksi yang sudah kita periksa dan hari ini (kemarin) kita periksa kadesnya. Selain itu ada beberapa perangkat desa, BUMDes, TPK dan beberapa rekanan yang dipakai dalam pemenuhan kegiatan. Nanti kita lihat perkembangan hasil pemeriksaan ini seperti apa baru kita ekspose bersama ibu Kejari, Kasi Pidsus dan jaksa penyelidik lainnya,” ungkap Dutha, Rabu (6/9).
Ekspose ini dilakukan untuk menentukan apakah kasus itu sudah memenuhi unsur pidana yang disangkakan agar bisa ditingkatkan ke tahapan selanjutnya dari penyelidikan ke penyidikan. Karena meski sudah ada temuan kerugian negara, tapi harus dilakukan pemeriksaan berbagai pihak untuk membuka tabir persoalan itu. “Temuan sekitar Rp 900 juta tapi kita harus klarifikasi ke pihak-pihak terkait dulu, karena tidak bisa kita ujuk-ujuk menetapkan tersangka. Kita harus mencari niat jahat,” terangnya.
Dutha mengaku, kalaupun nantinya dikembalikan temuan negara, maka akan berurusan dengan pihak Inspektorat karena berdasarkan Perpres tahun 2016 sudah diberikan waktu oleh pihak Inspektorat untuk melakukan pengembalian. Namun kesempatan itu tidak diindahkan oleh kades sehingga diproses oleh jaksa. “Karena tidak ada niat baik dari target operasi (TO) ini makanya Inspektorat melimpahkan ke jaksa. Jadi pihak inspektorat sebelum menyerahkan LHP ke kita, sudah memberi waktu kepada kades untuk mengembalikan temuan yang sudah diaudit tapi sampai detik ini tidak ada niat baik dari desa,” tambahnya.
Dutha menjelaskan, untuk pemeriksaan kades baru pertama kali dilakukan, karena sebelumnya jaksa memanggil kades namun tidak menghadiri pemeriksaan, sehingga jaksa mengagendakan ulang pemeriksaan itu hingga saat ini kades mendatangi agenda pemeriksaan. “Alasan sebelumnya tidak hadir karena ada kegiatan ulang tahun desa,” terangnya.
Setelah pemeriksaan kades ini tuntas dilakukan, maka nantinya baru akan diputuskan apakah akan ada tambahan pemeriksaan saksi atau hal lainnya. “Kita lihat hasil pemeriksaan pak kades apakah berkembang lagi siapa yang perlu kita panggil. Yang jelas saat ini sudah ada LHP dari Inspektorat dan berdasarkan putusan mahkamah konstitusi yang menyatakan lembaga yang berwewenang melakukan perhitungan ada inspektorat, BPKP dan BPK maka kita tidak perlu lagi meminta audit ke BPK,” tegasnya. (met)