
SELONG – Pemerintah Kecamatan Labuhan Haji mengambil langkah tegas terhadap keberadaan lapak-lapak tertutup yang menjamur di sepanjang Pantai Labuhan Haji dan Pantai Suryawangi. Langkah ini dilakukan menyusul banyaknya laporan dan temuan praktik asusila di bilik-bilik semi tertutup yang disediakan pedagang.
Camat Labuhan Haji, Baiq Liana Krisna Yutarti, menegaskan bahwa seluruh pedagang diminta untuk membongkar tempat duduk, gazebo, atau bangunan semi tertutup yang dinilai rawan disalahgunakan pengunjung.
“Kami minta agar semua pedagang yang menyediakan tempat duduk, gazebo, atau bilik semi tertutup segera membongkarnya agar tidak dimanfaatkan untuk perbuatan yang tidak diinginkan,” ujarnya, Senin (13/5).
Pernyataan ini disampaikan setelah pihak kecamatan menemukan maraknya pasangan muda-mudi, mulai dari usia remaja hingga dewasa, yang tertangkap melakukan tindakan asusila di lokasi tersebut. Meski sebelumnya pihak kecamatan sudah menertibkan dengan membuka bilik-bilik tertutup, para pedagang kembali memasangnya.
“Alasan pedagang, kalau lapaknya terbuka jadi sepi, sedangkan kalau tertutup lebih ramai. Tapi, pengunjung yang mencari tempat tertutup itu tujuannya apa?” kritiknya.
Menurutnya, jika tujuan pengunjung sekadar bersantai menikmati pemandangan pantai bersama keluarga atau teman, tempat duduk terbuka justru lebih tepat. Keberadaan bilik tertutup bahkan dapat menghalangi pandangan pengunjung lain dalam menikmati panorama laut.
Untuk itu, pihak kecamatan akan segera menggelar patroli gabungan. “Jika ditemukan kembali lapak tertutup, maka akan langsung kami bongkar tanpa kompromi,” tegasnya.
Selain menyoroti lapak tertutup, Camat juga memperingatkan pelanggaran terhadap jam operasional yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda), yakni hingga pukul 00.00 WITA. Namun, di lapangan, masih banyak kafe yang beroperasi hingga dini hari, bahkan sampai pukul 03.00 pagi.
“Ini jelas menyalahi aturan dan mengganggu kenyamanan warga sekitar, terutama karena suara keras dari karaoke yang berlangsung hingga larut malam,” sesalnya.
Masalah lain yang menjadi sorotan adalah penjualan minuman keras (miras), baik tradisional seperti tuak dan brem, maupun miras pabrikan. Saat patroli, petugas kerap menemukan anak-anak usia sekolah yang bolos untuk menggelar pesta miras di kawasan pantai.
“Kami imbau para pedagang agar tidak menjual kembali miras. Sudah terlalu banyak anak-anak kita yang menjadi korban,” tegasnya.
Meski beberapa kafe telah mengantongi izin resmi untuk menjual miras, masih banyak tempat usaha yang menjual tanpa izin. Padahal, untuk mendapatkan izin tersebut, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi sesuai regulasi. Legalitas usaha pun turut menjadi perhatian, mengingat banyak lapak dan warung belum mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB).
“Pengurusan NIB tidak sulit. Cukup menggunakan KTP dan bisa dilakukan secara online, atau langsung ke Mal Pelayanan Publik (MPP),” jelas Liana.
Tak hanya soal lapak dan izin, warga juga banyak mengeluhkan maraknya aksi balap liar yang terjadi menjelang waktu Magrib di sepanjang jalan Pantai Labuhan Haji. Aksi tersebut bahkan kerap menutup badan jalan dan membahayakan pengguna lainnya.
“Kami sudah mencoba mengatasi dengan memasang polisi tidur, tapi sayangnya dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
Ia pun berharap seluruh pihak — baik pedagang, masyarakat, maupun pengunjung — dapat ikut menjaga keamanan, kenyamanan, dan ketertiban kawasan wisata pantai.(lie)