
MATARAM — Tarif penyeberangan di Pelabuhan Padangbai, Ketapang, Jangkar dan Surabaya, menuju Pelabuhan Lembar, Provinsi NTB, naik sebesar 4,9 persen. Tarif baru tersebut, mulai berlaku pada tanggal 3 Agustus 2023 mendatang.
Ketua Gapasdap Cabang Lembar, Denny F Anggoro mengatakan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan ini berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan RI nomor KM 61 Tahun 2023 tentang tarif penyebrangan angkutan penyebrangan Kelas Ekonomi Lintas Antar Provinsi dan Antar Negara.
“Kenaikan tarif ini sebenarnya adalah penyesuaian tarif yang dulu besarannya 16 persen. Tapi baru diberlakukan hanya 11 persen. Kenaikan kali ini adalah cicilan atas kenaikan (Tarif angkutan,red) yang dulu. Tapi naiknya paling Rp 1-2 ribu untuk pejalan kaki dan kendaraan Rp 40 ribu an,” ungkap Denny F Anggoro kepada Radar Lombok, Kamis (27/7).
Denny menjelaskan salah satu pertimbangan pemerintah sehingga dilakukan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan, yakni karena melihat dampak dari Pandemi Covid-19 yang belum tuntas. Kemudian dampak dari perang Ukraina yang juga besar pengaruhnya terhadap harga BBM, serta kenaikan BBM yang menyebabkan peningkatan inflasi sehingga berdampak terhadap naiknya suku cadang kapal.
“Maka diberlakukan kenaikan 11 persen pada kenaikan pertama Mei 2022 lalu. Yang pasti dalam persentase kenaikannya 4,9 persen. Tidak ada pengaruhnya ke lalu lalang penumpang. Karena nilainya kecil sekali. Kedua, ini juga bagian dari kenaikan paket pertama sebesar 16 persen,” terangnya.
Seiring dengan adanya penyesuaian tarif penyeberangan. Maka kenaikan tarif harus diikuti dengan peningkatan pelayanan dan keselamatan bagi penumpang. Mulai dari pelayanan di darat seperti ketersediaan parkir dan terminal tunggu di Pelabuhan.
Kemudian juga meningkatkan fasilitas-fasilitas lainnya seperti ruangan dan tempat istrihat para penumpang. Serta menunda pelayaran saat cuaca buruk. Hal ini demi keamanan dan keselamatan penumpang, serta terciptanya pelayaran yang nyaman.
“Semuanya kita diawasi dan dikawal oleh pemerintah. Bahwa penyelenggaraan pelayaran ini harus ada kemajuan dari sisi layanan,” ujarnya.
Hanya saja jika dikaitkan dengan rumusan atau teori perhitungan tarif angkutan penyeberangan yang riil dan fair. Maka penyesuaian tarif saat ini masih dibilang jauh dari standar operasional kapal. Tapi kalau dipenuhi sesuai dengan rumusan itu, nanti muncul kepanikan di masyarakat, dan dapat menurunkan daya beli masyarakat.
Jadi dalam hal ini pemerintah sudah sangat bijak memberikan angka-angka yang tidak merusak semua lapisan. Untuk pengguna jasa tetap bisa beraktivitas normal, dan kepada para operator atau pengusaha penyeberangan juga masih bisa bernafas.
“Kenaikan tarif ini ibarat nafas buatan bagi usaha penyeberangan. Karena ada kompetisi yang tidak sehat, terutama di perusahaan Padangbai. Itu karena ada pelayaran Lembar ke Ketapang, dan Lembar ke Surabaya, sehingga memangkas dan menghimpit pelayaran Lembar ke Padangbai,” bebernya.
Meski dampak persaingan bisnis ini sedemikian hebat. Namun disisi lain kapal-kapal penyeberangan menjadi berkurang jumlahnya di Lembar – Padangbai. Sehingga dengan berkurangnya jumlah kapal itu diharapkan tercipta pasar baru.
“Terbentuk pasar asli yang menghubungkan Bali-Lombok dan Lombok-Bali. Sebelumnya ada Jawa ke Lombok, tapi masih lewat Bali (Padangbai). Tapi sekarang bisa langsung Jawa-Lombok,” ucapnya.
Sekarang ini kapal yang digeber untuk bisa melayani penumpang di Pelabuhan Lembar sebanyak 12 kapal. Sehingga setiap satu atau dua jam ada kapal yang berlayar. Bahkan jumlah penumpang untuk rute Lembar-Surabaya cukup padat atau bisa mencapai 100 persen dari kapasitas kapal.
“Tapi kalau Lembar-Padangbai turun sangat tajam. Dulu kapal beroperasi sampai 41 kapal. Sekarang jadi 25 kapal. Sehingga sebagian pindah ke rute Lembar-Ketapang. Penumpang Lembar-Padangbai tidak lebih dari 100 penumpang pejalan untuk semua jadwal. Kalau jiwanya sekitar 600 – 800 orang. Surabaya rata-rata ada tiga kapal diatas 300 orang per hari, kebanyakan kendaraan logistik dan pribadi,” pungkasnya. (rat)