Tanah Pecatu Diklaim, Ratusan Warga Desa Menemeng Datangi Jaksa

DATANGI: Ratusan warga Desa Menemeng Kecamatan Pringgarata saat mendatangi Kejari Lombok Tengah, Senin (20/3). (M Haeruddin/Radar Lombok)

PRAYARatusan warga Desa Menemeng Kecamatan Pringgarata mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah. Kedatangan mereka untuk mengadu dan melakukan konsultasi hukum terkait adanya persoalan tanah pecatu untuk pekaseh, kepala dusun, dan penghulu yang diduga diklaim warga yang mengaku ahli waris.

Di mana tanah pecatu untuk pekaseh ada 60 are dan untuk pecatu penghulu di Desa Menemeng sekitar 70 are. Lahan pecatu yang turun temurun diberikan kepada pemegang jabatan kadus, pekaseh, dan penghulu ini diklaim. Parahnya lagi, yang mengklaim malah melapor ke Polres Lombok Tengah. Sehingga masyarakat datang ke jaksa untuk mencari solusi bagaimana langkah menyelesaikan persoalan tersebut.

Salah seorang perwakilan warga, Hamzanwadi menyatakan, tanah pecatu tersebut sudah dimiliki masyarakat sejak tahun 1961 dan terbagi menjadi tiga bagian yakni untuk, pekaseh atau pengatur pengairan dan untuk kadus serta penghulu. “Tanah ini dikuasai turun temurun. Misal si A jadi pekaseh, maka dia yang menguasai sebagai bentuk penghargaan karena mereka tidak punya gaji,” ungkap Hamzanwadi, Senin (20/3).

Namun, pada tahun 2020 dibangun puskesmas di Desa Menemeng dari Dana alokasi khusus (DAK) dan membutuhkan tanah. Pemda kemudian menyampaikan rencana pembangunan itu dan masyarakat menawarkan ke pemda jika tanah pecatu tersebut bisa digunakan membangun puskesmas asalkan tanah pecatu tersebut dijual. “Kemudian dari Kabag Hukum, Bagian Pemerintahan, Kadis Perkim, dari PUPR dan pihak Kejaksaan menyampaikan pada masyarakat yang hadir bahwa tanah tidak boleh dijual, tapi kalau ditukar guling boleh,” terangnya.

Baca Juga :  Ganggu Belajar, Guru Razia Lato-Lato Siswa

Mendengar penjelasan itu, masyarakat akhirnya sepakat melakukan tukar guling terhadap tanah tersebut. Setelah dilakukan tukar guling dalam perjalanannya pada tahun 2021 muncul gugatan dari masyarakat lain yang mengaku sebagai pemilik sah ahli waris tanah pecatu yang tiga ini. “Bahkan yang mengkaim ini melaporkan masyarakat ke Polres Lombok Tengah dan masyarakat dipanggil atas dugaan penggelapan tanah. Lalu tanah mana digelapkan kemudian masyarakat yang dipanggil APH. Ini kasus perdata tapi kenapa dibawa ke ranah pidana, tapi kita maklumi polres berkewajiban melayani karena ada  pengaduan tapi yang namanya masyarakat dipanggil maka panik,” terangnya.

Pihaknya mengaku, kasus ini juga sebenarnya pernah dimediasi antara masyarakat dengan oknum yang mengklaim. Tapi mediasi gagal karena apa yang diminta masyarakat tidak terpenuhi. Saat itu, masyarakat meminta dasar mereka untuk menyerahkan tanah pecatu tersebut kepada yang mengklaim sebagai ahli waris. “Dasar hukum yang mengklaim ahli waris karena adanya silsilah dan semua orang bisa membuat kapan pun dan di manapun kalau silsilah, kemudian ada pipil. Tapi masyarakat atau para penghulu, pekaseh, dan kadus malah pegang SPPT. Kami heran juga kaena yang mengklaim ahli waris di Menemeng ini tidak satu,” terangnya.

Baca Juga :  Lapuk, Ruang Belajar SDN Gelogor Ambruk

Parahnya lagi, tanah  tersebut saat ini sudah diperjualbelikan oleh oknum tersebut dan masyarakat tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya terkait penjualan itu. Agar tidak terjadi gejolak maka pihak Datun Kejari Lombok Tengah penting untuk memberikan solusi terhadap persoalan ini. “Kami minta penyuluhan hukum supaya ada solusi yang bisa dilakukan masyarakat untuk mendapat keadilan,” terangnya.

Kasi Intel Kejari Lombok Tengah, Agung Putra menerangkan, pihaknya akan mempelajari berkas persoalan yang telah disampaikan masyarakat ini. Karena kasus tersebut tidak bisa diputuskan terlalu cepat untuk langkah yang harus dilakukan. “Kami akan pelajari dulu karena kita tidak bisa terburu-buru. Kami tetap berhati-hati dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat. Namun selama memiliki bukti yang kuat maka pasti bisa diberikan pendampingan,” tambahnya. (met)

Komentar Anda