Tambatan Perahu di Pantai Pink Permintaan Pelaku Wisata

Pemuda Jerowaru dan Tanjung Luar Dukung Pembangunan, Pimpinan DPRD NTB Minta Proyek Dihentikan

Tambatan Perahu di Pantai Pink Permintaan Pelaku Wisata
MENDUKUNG: Ketua KNPI Lotim, Taufik Hidayat, Ketua BPD Tanjung Luar, Abdullah Muin, Ketua Pokdarwis Tanjung Luar, Lalu Muh Dalil dan para Boatman rute Tanjung Luar – Pantai Pink sepakat mendukung pembangunan tambatan perahu di Pantai Pink. (IST FOR RADAR LOMBOK)

SELONG—Penolakan sebagian masyarakat terhadap pembangunan tambatan perahu di Pantai Pink, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, yang ramai di media sosial (Medos) akhir-akhir ini, dinilai tidak mewakili keseluruhan masyarakat di Jerowaru.

“Pembangunan tambatan perahu di Pantai Pink ini adalah keinginan para pelaku usaha wisata (Boatman), Pokdarwis Jerowaru, dan komponen lainnya, ketika melakukan hearing. Sehingga kami, pemuda Jerowaru justeru merasa bersyukur, karena aspirasi yang disuarakan telah diwujudkan oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Dinas Pariwisata NTB,” kata tokoh pemuda Jerowaru, Turmuzi, Senin kemarin (11/12).

Menurutnya, pembangunan tambatan perahu ini akan menjadi pendukung yang sangat bagus untuk keberlangsungan pantai Pink sebagai obyek wisata unggulan. Mengingat syarat sebagai sebuah destinasi wisata yang baik itu adalah ketersediaan sarana dan prasarana publik, agar para wisatawan yang berkunjung merasa aman dan nyaman.

BACA : Pembangunan Tambatan Perahu Pantai Pink Ditolak

“Karena itu kami pemuda Jerowaru berharap pembangunan tambatan perahu ini bisa cepat rampung. Kalau bisa tuntas dikerjakan sebelum Desember 2017. Sehingga pada liburan tahun baru 2018 yang pasti sangat ramai kunjungan, Pantai Pink kembali indah, dan bebas dari tumpukan-tumpukan material bangunan,” harap Turmuzi.

Sementara Kepala Desa (Kades) Sekaroh, Lalu Juli Hidayat, mengaku tidak mengetahui adanya proyek pembangunan tambatan perahu di Pantai Pink, termasuk kegaduhan yang ada di media sosial (Medsos). “Sebelumnya saya tidak tahu. Tapi setelah ada ribut-ribut di Medsos, dan itu menjadi perbincangan, baru kami mengetahui,” ujarnya.

Sebagai Kades Sekaroh, pihaknya tentu mengapresiasi pembangunan fasilitas pariwisata berupa tambatan perahu yang dibangun Dispar NTB di Pantai Pink. Bahkan pihaknya juga berharap proses pembangunan dapat berjalan dengan baik dan lancar.

“Untuk itu, silahkan proses pembangunan dilanjutkan kembali, dan kepada pelaksana proyek agar berkoordinasi dengan pihak Camat Jerowaru,” saran Hidayat.

Sedangkan Ketua Pokdarwis Tanjung Luar, Lalu Muh. Dalil, menyampaikan bahwa pihaknya sebagai pelaku pariwisata di Lotim, juga merasa sangat berkepentingan dengan adanya pembangunan tambatan perahu di Pantai Pink.

“Pada prinsipnya Pokdarwis Tanjung Luar ingin membantu pemerintah dalam memajukan dunia pariwisata di Lotim. Untuk itu, kami siap bekerjasama dengan para pihak untuk memajukan Pantai Pink dan sekitarnya,” tekat Dalil.

Terkait pembangunan tambatan perahu atau Jetty di Pantai Pink lanjutnya, sejatinya adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan para pihak, baik itu pelaku usaha wisata maupun wisatawan dan pemerintah.

“Dengan dibangunnya Jetty di Pantai Pink, kami justeru merasa terbantu. Karena ketika air sedang surut,  maka agak sulit bagi kita, para Boatman untuk membawa tamu sandar ke pantai pink. Apalagi kalau salah jalur, bisa-bisa malah merusak terumbu karang yang ada,” ucap Dalil.

Namun dengan adanya dermaga sandar atau tambatan perahu, maka boat (perahu) kami tidak akan menabrak karang (saat surut) untuk sampai di darat (pantai Pink). “Disamping itu kami juga tidak lagi khawatir ketika berlabuh di Pantai pink. Karena jangkar kami tidak akan turun, dan tinggal kami ikatkan saja tali ke Jetty. Aman lah boat dan terumbu karang,” tandas Dalil.

Terkait penolakan pembangunan tambatan perahu di Pantai Pink dari berbagai pihak, dia juga mengapresiasi. Karena menurutnya itu adalah bagian atensi dari (perhatian) dan support moral kepada pihaknya, agar para pelaku usaha wisata (Boatman) selalu menjaga keindahan alam Pantai Pink.“Namun dari sudut pandang kami (Boatman), pihak kami sangat membutuhkan adanya tambatan perahu atau Jetty. Sekaligus ini membuktikan bahwa pemerintah hadir dalam penataan destinasi wisata Pantai Pink,” ujar Dalil.

Disadari, proses pembangunan pasti akan sedikit mengganggu keindahan Pantai Pink. Karena banyak material bangunan berserakan di pinggiran pantai, sehingga membuat wisatawan yang melihat tidak nyaman.

BACA : Dewan Minta Pembangunan Tambatan Perahu Pantai Pink Dikaji

“Tapi kami juga sadar, bahwa ini juga demi keberlangsungan kepariwisataan di Pantai Pink itu sendiri. Setelah pembangunan rampung, Pantai Pink akan kembali indah dan cantik. Demikian hadirnya fasilitas yang lengkap, pasti akan makin menggoda para wisatawan untuk berkunjung,” urai Dalil. 

Kesempatan itu, dia juga berharap kepada semua stake holder pariwisata, baik itu pemerintah, LSM, pelaku usaha wisata, dan lainnya, agar membangun opini yang baik tentang Pantai Pink.

“Kapan kita bisa maju, jika baru segitu saja pembangunannya terus ditolak dan ditolak. Mari bantu kami dengan spirit yang positif untuk mengkampanyekan “Pink is Beautiful”, dengan sama-sama mendukung program pemerintah. Saya yakin, Bapak Gubernur Tuan Guru Bajang akan memberikan yang terbaik untuk pariwisata kita,” ujar Dalil.

Kepala Dinas Pariwisata Lotim, M. Juhad, ketika diminta tanggapan terkait pembangunan tambatan perahu di Pantai Pink, menyatakan bahwa itu merupakan kewenangan pihak pemerintah provinsi. “Sejauh ini saya tidak tau kalau ada pembangunan tambatan perahu di Pantai Pink. Makanya saya juga tidak bisa memberikan komentar banyak,” katanya.

Baca Juga :  Dewan Minta Pembangunan Tambatan Perahu Pantai Pink Dikaji

Sementara Lalu Junaidi, salah satu warga menyayangkan pembangunan tidak melibatkan Pemkab Lotim. “Kalau kita berbicara keterkaitan undang-undang, yang harus diingat disini posisi wilayah yang ditempati adalah wilayah Lotim. Bagaimanapun yang mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat Lotim itu adalah Pemda Lotim, sehingga harus dikoordinasikan,” katanya.

Undang-Undang 23 lanjutnya, yang dibahas dan diambil adalah tempatnya saja. Misalnya kehutanan merupakan ranah pemerintah provinsi, dan kelautan ranahnya provinsi. Tapi dalam konteksnya, yang melakukan aktivitas di sana adalah masyarakat Lotim. “Kalau menurut saya, pembangunan ini harus dikoordinasikan dulu dengan Pemda setempat,” ujarnya.

Terkait peryataan Ketua KNPI Lotim, Taufik Hidayat, yang mengatakan para pihak yang tidak mengetahui manfaat pembangunan tambatan perahu, untuk tidak memperkeruh suasana dengan opini-opini yang lain. Menurut Junaidi, masyarakat menolak karena mengetahui manfaatnya.

“Karena kita tahu manfaatnya, makanya kita tolak disana. Kalau memang mengatakan kita tidak tahu, mari kita lakukan diskusi bersama. Pembangunan seperti ini semua orang pasti akan mendukung. Hanya saja harus jelas, dan lokasinya juga harus sesuai,” tandasnya.

Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB, H Mori Hanafi  menilai, adanya penolakan dari berbagai kalangan atas proyek tersebut sangat wajar. “Kalau saya, melihatnya proyek itu memang harus dihentikan,” tegas Mori.

Menurut Mori, Dinas Pariwisata bisa menghentikan atau membatalkan proyek tersebut. Meskipun rekanan telah membangun dan mengeluarkan uang, namun penolakan dari masyarakat dan banyak pihak bisa menjadi alasan yang cukup kuat.

Selain itu, kata Mori, lokasi pembangunan tambatan perahu memang tidak tepat. Pantai Pink yang sangat eksotis memiliki garis pantai tidak panjang. “Memang tidak tepat juga, karena garis pantainya tidak panjang. Masa kemudian kita harus rusak lagi dengan dalih penataan, itu konyol namanya,” ujarnya.

Mori memahami, niat Dinas Pariwisata sudah baik ingin membangun tambatan perahu sebagai jalan bagi wisatawan. Namun tidak seharusya lokasi proyek persis di pantai Pink. Hal itu akan merusak kecantikan dan kemolekan pantai yang selama ini menjadi jualan kepada wisatawan.

Solusi yang diberikan, dermaga tambatan perahu bisa dibangun di area yang berdekatan dengan pantai Pink. Langkah tersebut tentunya lebih arif, daripada memaksakan kehendak dengan melawan keinginan dari pegiat pariwisata sendiri. “Hentikan proyek itu dan kembalikan pada bentuk semula. Ini perencanaannya salah, seharusnya jangan disitu, masa kita mau rusak pantai yang cantik. Cari tempat lain yang dekat sana, lalu buat dermaga,” saran Mori.

Mori sangat menyayangkan apabila pantai Pink harus dirusak keindahannya. Selama ini, berada di area pantai Pink serasa sangat nikmat untuk hilangkan suntuk dan menyegarkan pikiran.

Wisatawan akan disuguhkan laut biru terhampar jernih dan bersih. Di samping kiri dan kanan ada bukit hijau mengelilingi dengan pesonanya. Ditambah pasir unik berwarna Pink semakin membuat siapapun terkesan. Air dan pesisir pantai begitu bersih, pohon-pohon besar terjejer rapi meneduhkan siapapun yang berada di bawahnya. “Kita seharusnya menjaga keindahan itu, cari saja tempat lain sebagai pintu masuk wisatawan,” ujar Mori.

Sekretaris Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Sekjen FITRA) NTB, Ervyn Kaffah mengatakan, saat ini masalah pantai Pink sudah menjadi perhatian publik. Hal ini bisa menjadi peluang agar proyek tersebut dihentikan pelaksanaannya. “Jika itu yang akan terjadi, menurut saya langkah para  pimpinan birokrasi daerah  tak cukup dengan sekedar menghentikan proyek tersebut,” ujarnya.

Ervyn meminta ada pertanggungjawaban serius bagaimana proses perencanaan proyek tersebut. Mulai dari awal perencanaan hingga adanya penolakan dari masyarakat. “Kelayakan proyek dan  penggunaan anggarannya penting diperhatikan. Apakah proyek memang dibutuhkan dan memang layak dilaksanakan sesuai rencana kerja pemda di sektor pariwisata atau sedari awal memang tidak layak sama sekali. ”Jika proyek tersebut dihentikan, tidak dapat ditolak bahwa ada kerugian yang harus ditanggung daerah dan publik, karena pemda harus membayar bagian proyek yang telah berjalan kepada pihak penyedia pelaksana proyek,” jelasnya. (gt/cr-wan/zwr)

Komentar Anda