Tambang Galian C Cemari Ribuan Hektar Lahan Pertanian, Dinas ESDM NTB Bantah Pengawasan Lemah

TIM ESDM: Tim dari ESDM, DPMPTSP, DLHK Provinsi NTB, bersama Inspektur Tambang Kementerian ESDM, turun ke lapangan untuk mengecek kondisi lahan pertanian yang tercemar akibat aktivitas tambang galian C.(IST/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) membantah aktivitas tambang galian C yang mencemari lahan pertanian masyarakat di Lombok Timur, sebagai akibat dari lemahnya pengawasan terhadap izin perusahaan pertambangan.

“Kita sangat ketat, makanya semua persyaratan dalam perizinan itu sudah dilengkapi. Termasuk UPL dan UKL yang sedang bermasalah dengan masyarakat,” kata Kepala Dinas ESDM Provinsi NTB, Sahdan saat ditemui di Mataram.

Diakui Sahdan, ESDM bersama tim dari DPMPTSP dan DLHK Privinsi NTB, serta Inspektur Tambang Kementerian ESDM sudah terjun ke lapangan untuk memeriksa kondisi ribuan hektar lahan pertanian di tiga kecamatan di Lombok Timur, yang tercemar akibat aktivitas tambang galian C.

“Mereka memeriksa pencemaran lingkungannya, dan akan dicek kaitannya dengan dokumen UPL dan UKL-nya,” kata Sahdan.
Berdasarkan hasil tinjauan di lapangan, ternyata pencemaran lingkungan disebabkan pencucian material pasir hasil galian tambang. Setelah dilihat secara visual material tersebut, diperkirakan ada kadar lumpur dengan perbandingan 60 persen pasir dan 40 persen lumpur.

Melihat komposisi tersebut, maka Inspektur Tambang bersama ESDM menyarankan agar perusahaan pemegang IUP menjual material tanah urug. Tujuannya supaya tidak ada proses pencucian material pasir.
“Bisa menjual pasir dengan adanya proses pencucian, namun perlu dibuatkan kolam penampungan atau pengendapan lumpur agar tidak mencemari lingkungan,” ujarnya.

Kesempatan itu, Sahdan memastikan aktivitas pertambangan galian C yang berlokasi di Desa Mamben Baru Kecamatan Suralaga itu memiliki izin yang jelas. Hanya saja Pemprov perlu memeriksa kembali apakah perusahaan yang bersangkutan dalam aktivitas tambangnya mengimplementasikan UPL dan UKL galian C tersebut.

Kalaupun nanti hasil evaluasi yang dilakukan tim menyatakan bahwa aktivitas perusahaan tambang ini tidak berpedoman dengan UPL dan UKL nya. Maka ESDM akan mencabut izin usaha pertambangan perusahaan tersebut.
“Itu yang dicek oleh teman-teman ESDM dan LHK, sama DPMPTSP. Kalau memang penambang ini ada kesalahan, tidak mempedomani UPL dan UKL, berarti bisa dicabut izinnya,” tegasnya.
Pada prinsipnya, pelayanan izin usaha tambang harus berdasar pada Good Mining Praktis (GMP). Dengan dasar GMP ini, menurut Sahdan aktivitas dalam usaha pertambangan bisa lebih sehat. “Dan tidak ada yang dikorbankan,” ucapnya.

Selain persoalan pencemaran dilingkungan oleh aktivitas pertambangan Galian C, pihak ESDM kata Sahdan, juga banyak menerima pengaduan soal adanya ilegal mining. Khusus di Lombok Timur, dari 150 titik tambang, hanya 22 titik saja yang memiliki izin. Sementara sampai saat November 2023, ESDM telah mengeluarkan sebanyak 209 izin tambang galian C di NTB. “Tapi untuk kasus tambang ilegal sebaiknya semua kita laporkan ke penegak hukum saja,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya ribuan hektar lahan pertanian yang berlokasi di tiga kecamatan tercemar aktivitas tambang galian C, yang berlokasi di Desa Mamben Baru Kecamatan Suralaga. Limbah galian C ini mencemari aliran sungai Tanggek yang merupakan sumber irigasi utama ribuan hektar lahan pertanian warga yang berada di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Wanasaba, Pringgabaya dan Labuhan Haji.

Di tiga kecamatan tersebut, sebanyak lima desa yang terdampak pencemaran limbah galian C, yaitu Desa Bandok, Tembeng Putek, Tirtanadi Teko, dan Anggareksa, dengan total 93 kelompok tani yang terdampak dengan jumlah luas lahan lebih dari 1.500 hektar.
”Lahan pertanian milik para petani di wilayah ini telah tercemar limbah galian C sejak lima tahun lalu,” ungkap Usman, salah seorang petani asal desa Tirtanadi Kecamatan Labuhan Haji.

Sejak tambang galian C ini dibuka, hasil panen tidak maksimal, bahkan sering gagal panen. Sehingga membuat dirinya merugi cukup besar. Hal itu disebabkan karena air irigasi yang digunakan untuk mengairi tanaman sudah tercemar limbah, sehingga sangat keruh yang bercampur material galian seperti lumpur dan batua apung.

Usman mengaku telah lama mengadukan persoalan ini ke pihak terkait, tetapi tidak pernah ditanggapi, dan tambang dibiarkan tetap beroperasi. ”Kalau ditotal selama lima tahun ini, mungkin kita sudah rugi miliaran rupiah,” ucapnya. (rat)

Komentar Anda