MATARAM – Direktur CV Agro Biobriket dan Briket (ABB) Lalu Irham Rafiudin Anum mengaku bisa mati jika ditanya lebih jauh terkait aliran dana korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) petani jagung dan tembakau di Lotim dan Loteng tahun 2020-2021.
Hal itu dikatakan Lalu Irham saat menjadi menjadi saksi untuk terdakwa lainnya Amiruddin, mantan Kepala BNI Cabang Mataram dalam korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) petani jagung dan tembakau di Lotim dan Loteng tahun 2020-2021. Irham sendiri menjadi terdakwa dalam kasus yang merugikan negara hingga mencapai Rp 29,6 miliar itu.
Dalam kesaksiannya di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) tindak pidana korupsi (Tipikor) Mataram, Senin (12/6) terungkap bahwa ia mengalirkan uang korupsi tersebut ke Krisbiantoro sebesar Rp 13 miliar. “Yang paling besar itu, yang masuk ke Krisbiantoro. Kalau hitungan kasar saya sekitar Rp 13 miliar. Terlalu banyak ke dia, lupa saya,” akunya di hadapan majelis hakim yang diketuai Ketut Somanasa, Senin (12/6/2023).
Krisbiantoro sendiri disebut Irham sebagai orang yang bisa membantunya menyelesaikan permasalahan kasus yang kini menyebabkannya sebagai terdakwa. Ia memberikan uang itu untuk menghindari masalah tersebut.
“Untuk urus apa? Untuk menyelesaikan permasalahan KUR ini,” jawabnya saat ditanya jaksa penuntut.
Irham mengenal Kribiantoro di Jakarta. Namun sebelum bertemu Krisbiantoro, terdakwa terlebih dahulu menemui Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko. Di hadapan Kepala Staf Kepresidenan itu, terdakwa mengakui menyampaikan keluh kesah yang dihadapinya. Termasuk menyampaikan perihal adiknya Lalu Ikhwanul Hubby selaku Direktur PT Wahana Banu Sejahtera (WBS) yang terlebih dahulu terjerat korupsi pengadaan benih jagung 2017, yang total kerugian negaranya mencapai Rp 27,35 miliar sesuai hasil audit BPKP NTB. “Tapi Pak Moeldoko diam saja, makanya saya pergi,” ucapnya.
Setelah bertemu dengan Moeldoko, terdakwa tidak langsung pulang ke Lombok. Melainkan bertemu dengan Komisaris PT Sumba Multi Agriculture (SMA) Arif Rahman, yang juga merupakan adik ipar Moeldoko. Melalui Arif Rahman, terdakwa dikenalkan dengan seseorang bernama Gus Rahmat. Setelah menyampaikan keluh kesah yang dihadapi, kemudian Gus Rahmat memperkenalkannya dengan Krisbiantoro. “Saya ceritakan semuanya ke Krisbiantoro, apa yang saya hadapi,” ungkapnya.
Terdakwa menyerahkan uang belasan miliar tersebut, berawal dari ketakjubannya dengan sosok Krisbiantoro yang memiliki kenalan dengan para pejabat tinggi. “Saya masuk ke Mabes Polri dengannya gampang sekali, ke Kantor Kejaksaan Agung juga. Malahan kami masuk pakai id card khusus. Dia (Krisbiantoro) orang spesial,” bebernya. Namun Irham sendiri mengaku tidak mengetahui pasti pekerjaan Krisbiantoro.
Krisbiantoro yang memiliki jaringan banyak itu, membuatnya sangat percaya bahwa permasalahan yang tengah dihadapi bisa terselesaikan. Terlebih lagi, Krisbiantoro meyakinkannya bahwa yang tengah dihadapi tersebut akan tidak bermasalah. “Dari sana saya mulai lega,” cetusnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ema Muliawati pun menegaskan kembali uang yang mengalir ke Krisbiantoro dipergunakan untuk apa? Akan tetapi, terdakwa tak memberikan jawaban. “Saya jangan dikejar. Seharusnya Pak Arif yang ditanya kemarin (saat menjadi saksi). Kalau saya dikejar, mati nanti saya Bu,” kelitnya sambil tertawa.
Irham lalu meminta majelis hakim mengerti apa yang disampaikan itu. ” Tolong dimengerti yang mulia,” tambahnya.
Mendengar jawaban terdakwa, jaksa pun spontan menanyakan maksud terdakwa. Akan tetapi, terdakwa enggan membocorkan. “Adalah Bu,” jawabnya sembari cengengesan.
Selain uang korupsi itu mengalir ke Krisbiantoro, terungkap juga uang tersebut mengalir ke PT SMA yang direkturnya anak dari Moeldoko sendiri, Joanina Rachma Novinda. “Ada kayaknya sekitar Rp 11 atau Rp 12 miliar,” sebutnya.
Terungkap bahwa uang itu untuk menutupi tunggakan nasabah PT SMA pada penyaluran KUR jagung di Loteng dan Lobar. “Menggunakan uang yang ada di PT MUG (PT Mitra Universal Group),” ucapnya.
Dalam perkara ini, kedua terdakwa memiliki peran berbeda. Untuk terdakwa Amirudin merupakan mantan Kepala Cabang BNI Mataram. Sedangkan Lalu Irham, seorang bendahara dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB yang berperan sebagai pemilik CV Agro Biobriket dan Briket (ABB).
Dari dakwaan, jaksa penuntut umum menerapkan sangkaan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini pun telah muncul kerugian negara Rp 29,6 miliar. Angka tersebut merupakan hasil hitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Proyek penyaluran KUR ini muncul dari adanya kerja sama antara PT BNI Cabang Mataram dengan PT SMA. Perjanjian kerja sama kedua pihak tertuang dalam surat Nomor: Mta/01/PKS/001/2020. Dalam surat tersebut PT SMA dengan PT BNI sepakat untuk menyalurkan dana KUR ke kalangan petani di Lotim dan Loteng. Jumlah petani yang terdaftar sebagai penerima sebanyak 789 orang.
Dari adanya kesepakatan tersebut, lalu pada bulan September 2020 PT SMA menunjuk CV ABB milik terdakwa Lalu Irham untuk menyalurkan dana KUR kepada petani. Legalitas CV ABB melaksanakan penyaluran, sesuai yang tertuang dalam surat penunjukan Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020.
CV ABB lalu menunjuk PT Mitra Universal Group (MUG) sendiri juga adalah milik Lalu Irham sebagai distributor dengan Nomor: ABB-081/S.Pen/MUG/I/2021 tertanggal 11 Januari 2021. Padahal sejatinya PT MUG sendiri bukan perusahaan yang menjalankan usaha dalam bidang distribusi sarana prasarana produksi pertanian (saprotan). Faktanya, perusahaan ini juga tidak pernah menyerahkan saprotan yang dibutuhkan oleh para penerima KUR.
Keberadaan CV ABB dalam penyaluran ini pun terungkap karena ada rekomendasi dari HKTI NTB yang berada di bawah pimpinan Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi. Dan belakangan terungkap, dana KUR yang dicairkan tak diterima oleh petani. (cr-sid)
Dua terdakwa korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) petani jagung dan tembakau di Lotim dan Loteng tahun 2020-2021, Lalu Irham Rafiudin Anum dan Amiruddin saat menjalani persidangan di PN Tipikor Mataram.