MATARAM — Sepuluh (10) Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten dan kota di NTB, dipastikan sudah menetapkan hasil perolehan suara pasangan calon (Paslon) Bupati/Wakil Bupati, serta Paslon Wali Kota/Wakil Wali Kota, Rabu (4/11).
Selanjutnya dari sejak ditetapkan hasil perolehan suara di Pilkada oleh KPU, maka untuk Paslon kepala daerah yang tidak puas atau keberatan dengan hasil Plkada, diberikan tempo waktu 3 x 12 jam untuk mengajukan perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
“Ada waktu tiga hari untuk mengajukan PHP ke MK untuk Pilkada kabupaten kota,” kata Komisioner KPU Provinsi NTB Divisi Hukum, Mastur, kepada Radar Lombok, Rabu kemarin (4/12).
Sebab itu, bagi pasangan calon Bupati/Wakil Bupati dan pasangan calon Wali Kota/Wakil Wali Kota yang keberatan atau tidak puas dengan hasil perolehan suara yang sudah ditetapkan KPU kabupaten dan kota, bisa menempuh upaya hukum dengan mengajukan PHP ke MK.
Setiap pasangan calon kepala daerah sudah dijamin hak konstitusi untuk mengajukan PHP ke MK. “Silakan jika ada Paslon yang mau mengajukan PHP ke MK,” ujar Mastur.
Namum demikian, Mastur menegaskan bahwa KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota siap menghadapi gugatan PHP yang diajukan Paslon ke MK. Dia memastikan bahwa KPU sudah bekerja sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku dalam melaksanakan semua tahapan pelaksanaan di kontestasi Pilkada serentak 2024. “Karena KPU sudah bekerja sesuai aturan, maka jika ada gugatan PHP ke MK, KPU sangat siap,” tegasnya.
Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik (PusDek) UIN Mataram, Dr Agus menilai kecil kemungkinan ada potensi gugatan PHK ke MK, baik untuk di Pilkada Kabupaten/Kota dan Pilkada NTB.
Jika mengacu kepada hasil rapat pleno 10 KPU kabupaten/kota terkait perolehan suara, relatif rata-rata selisih cukup jauh antara Paslon peraih suara terbanyak dan Paslon lainnya. Relatif hanya Pilkada Lombok Barat saja yang selisihnya paling kecil, yakni berkisar 2 atau 3 persen.
Sedangkan jika mengacu kepada persyaratan pengajukan PHP ke MK, bahwa di pasal 158 mengatur bahwa Paslon yang dapat mengajukan permohonan pembatalan keputusan penetapan hasil penghitungan suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, dengan ketentuan bila memenuhi syarat selisih suara mulai 2 persen hingga 0,5 persen, tergantung dari jumlah penduduk di provinsi dan kabupaten/kota yang bersangkutan.
“Relatif hanya Pilkada Lobar yang ada potensi gugatan PHP ke MK, karena selisihnya cukup tipis. Sedangkan Pilkada kabupaten/kota lainnya, selisih terpaut jauh,” terangnya.
Namun demikian, jika pun ada gugatan PHP ke MK, kecil kemungkinan gugatan pembatalan keputusan KPU terkait hasil penetapan Pilkada itu akan dikabulkan Majelis Hakim MK. Pasalnya, jika mengacu kepada persidangan di MK pada Pilkada-Pilkada sebelumnya, MK akan mengabulkan gugatan PHP Paslon, jika Paslon itu mampu membuktikan dalil bahwa telah terjadi pelanggaran secara sistematis, terstruktur dan masif (TSM), misalnya berupa pengerahan aparatur negara untuk memenangkan Paslon tertentu di Pilkada.
Namun persoalannya, pembuktian terhadap ada pelanggaran TSM itu relatif sangat sulit, dan sebagian besar kontestasi di Pilkada NTB dan Pilkada kabupaten/kota tidak ada calon petahana. Sehingga sangat kecil potensi gugatan PHP diajukan akan dikabulkan ke MK. “Jika pun ada gugatan ke MK, sangat kecil potensi dikabulkan MK,” yakinnya. (yan)