

MATARAM — Sidang korupsi tambang pasir besi dengan terdakwa Dirut PT AMG, Po Suwandi, dan Kacab PT AMG, Rinus Adam Wakum, kembali berlanjut, Kamis kemarin (12/10). Jaksa penuntut menghadirkan saksi dari Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan, Lombok Timur, Faisal Cahyadi.
Terungkap di persidangan, PT AMG tidak memenuhi syarat untuk melakukan pengapalan, akan tetapi, pihak Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan, tetap saja meloloskannya dengan menerbitkan surat persetujuan berlayar (SPB). “SPB PT AMG terbit 9 Februari 2021, waktu saya pertama kali tugas sebagai perwira jaga,” ucap Faisal, Kamis (12/10).
Sebelum SPB terbit, Faisal tidak menampik menemukan adanya kejanggalan syarat yang diajukan PT AMG untuk proses pengapalan pasir besi. Kejanggalan itu berkaitan dengan tidak adanya kelengkapan syarat berupa bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan laporan hasil verifikasi (LHV) dari Sucofindo.
Namun syarat PNBP yang tidak ada itu diganti PT AMG, dengan menggunakan surat pernyataan persetujuan Kepala Dinas (Kadis) Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) NTB. “Ada kejanggalan. Dan kejanggalan itu lalu saya koordinasikan dengan pimpinan (Sentot Ismudiyanto Kuncoro, red),” sebutnya.
Faisal pun sempat bertanya kepada keagenan kapal, PT Fitra Muara Kayangan. Namun dari pihak keagenan kapal mengatakan bahwa PNBP belum bisa dibayarkan karena ada kendala di sistem online. “Saya koordinasikan kemudian dengan kepala kantor terkait, dan hasilnya kepala kantor bilang lanjutkan. Berdasarkan arahan itu, akhirnya saya terbitkan SPB. Begitu juga untuk penerbitan SPB selanjutnya, tidak koordinasi, langsung terbitkan,” ujar dia.
Faisal dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ditahap penyidikan, Syahbandar Pelabuhan Kayangan menerbitkan SPB untuk pengapalan 249 ribu metrik ton hasil tambang PT AMG periode 2021 sampai 2022.Rincian tahun 2021 sebanyak 122.710,099 metrik ton dan tahun 2022 itu ada 126.951,422 metrik ton.
Untuk satu kali pengapalan, Syahbandar menerbitkan dua SPB. Satu untuk kapal penarik, dan satu lagi untuk kapal tongkang. Selama dua periode itu, Syahbandar menerbitkan 64 SPB untuk pengangkutan material pasir besi hasil tambang PT AMG, dengan rincian 32 SPB per tahunnya.
Faisal sendiri mengaku pernah menandatangani SPB untuk pengangkutan material pasir besi PT AMG. Dimana penandatanganan dilakukan atas dasar persetujuan dari Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan, Sentot Ismudiyanto Kuncoro, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini.
“Saya pribadi menerbitkan empat atau lima SPB, dan itu semua atas persetujuan Syahbandar. Perwira jaga bukan saya saja, ada juga yang lain,” katanya.
Dirinya yang bertugas sebagai perwira jaga, mewakili Syahbandar dalam penerbitan SPB. Dan yang menjadi Syahbandar dalam hal ini adalah Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III kayangan, Sentot Ismudiyanto Kuncoro.
Akan tetapi perwira jaga tidak punya kewenangan menandatangani SPB, tanpa persetujuan Syahbandar. “Tanpa SPB, kapal itu tidak boleh berlayar,” sebutnya seraya menyampaikan, sebelum meminta persetujuan Syahbandar, sebagai perwira jaga punya kewajiban untuk mengecek seluruh persyaratan pengajuan SPB.
“Itu sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB),” ujarnya.
Diketahui, pengerukan yang dilakukan PT AMG di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut, tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.
Dengan tidak ada persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan hasil audit BPKP NTB, kerugian negara yang muncul sebesar Rp 36 miliar. (sid)