Tak Ada Larangan “Bau Nyale” di Kaliantan

Tak Ada Larangan “Bau Nyale” di Kaliantan
LOKASI SEBELUMNYA : Inilah lokasi sebelumnya untuk event Bau Nyale di Lombok Timur. Kini sudah mulai dibangun oleh PT Tamada.( Dok/Radar Lombok)

SELONG-Kelompok Sadar Wisata Kecamatan Jerowaru angkat bicara terkait polemik lokasi event budaya “bau nyale” yang akan digelar sebentar lagi. Sejumlah tokoh Lombok Timur ikut mengomentari adanya perpidahan lokasi event ini.

Salah satu pemuda Jerowaru yang juga panitia “bau nyale”, Syakbanul Amin, mengungkapkan, terkait dengan pernyataan Kepala Dinas Pariwisata yang akan memindahkan lokasi “bau nyale” ini mulai mendapatkan tanda tanya dari masyarakat. Namun sebenarnya apa yang dimaksud oleh kepala dinas itu yang dipindah hanya acara seremonialnya saja.

“ Yang akan dilaksanakan di Pantai Kura Kura hanya kegiatan siang hari dan acara yang lain, kalau masalah nangkapnya silahkan bebas,”katanya.

Terkait beberapa persoalan yang timbul setelah adanya rencana pemindahan event ke Desa Ekas ini, katanya masyarakat resah dan takut tidak bisa menangkap ikan di Pantai Kaliantan. Padahal panitia tidak pernah melarang menangkap nyale di Pantai Kaliantan.

Seperti pengalaman tahun-tahun sebelumnya, “bau nyale” ini memang dipusatkan di Kaliantan. Tetapi masyarakat yang menangkap nyale bisa di Sunkun Desa Ekas, atau di lokasi – lokasi lain yang dianggap ada nyale muncul. “Hal itulah yang kita lakukan sekarang, acaranya kita pusatkan di pantai Kura Kura tetapi bebas nangkap dimana saja. “ Kita tidak bisa melarang orang nangkap ikan di Kaliantan, tetapi yang pertanyaan apakah boleh tidak berkemah di Kaliantan itu karena itu sudah menjadi tanah orang, kalau nangkap silahkan saja, kan di laut lokasinya,”ungkapnya.

Sementara itu, Putrawan Habibi, mengatakan, kawasan Tampah Boleq yang kini telah dikuasai oleh PT Tamada tersebut merupakan lokasi yang menjadi tempat pelaksanaan “bau nyale” secara turun-temurun. Bahkan, sebagian masyarakat menyebut tanah Tampah Boleq sebagai tanah adat. Setelah dikuasai Tamada, kawasan Tampah Boleq akan disulap menjadi area perhotelan. Tak ayal, pemindahan lokasi pelaksanaan “bau nyale” di tahun ini memunculkan persepsi di masyarakat sebagai bagian dari upaya mengusir masyarakat dari lokasi pembangunan hotel PT Tamada tersebut.” Saya hanya sayangkan langkah Pemda Lotim yang memindahkan lokasi pelaksanaan Bau Nyale. Padahal Tampah Boleq telah menjadi bagian sejarah panjang perjalanan pelaksanaan “bau nyale”,” kritiknya.

Adapun permasalahan agraria Tampah Boleq, yang masih menjadi perbincangan hangat publik hingga saat ini, seharusnya dicarikan solusi terbaiknya. Tidak serta merta dengan mengambil langkah praktis memindahkan lokasi pelaksanaan “bau nyale” demi mengalihkan isu permasalahan agraria yang seharusnya diselesaikan. “Dari turun temurun, kita tidak tahu sudah berapa ratus tahun di Tampah Boleq. Jangan tiba-tiba datang Tamada, atau ada masalah di situ, lalu kita alihkan dan pindahkan. Yang dicari seharusnya solusi. Pasti ada solusinya,” ungkapnya.

Menurut Habibi, penyelenggara pariwisata, dalam hal ini Investor yakni PT Tamada, seharusnya menjunjung tinggi nilai kearifan lokal. Serta, menciptakan sinergitas dengan masyarakat setempat demi keuntungan bersama.

“ Investasi seharusnya untuk kesejahteraan masyarakat dan menjunjung nilai-nilai kearifan lokal. Bukan justru menghilangkannya. Jangan untuk kepentingan investor, masyarakat menjadi kehilangan citra dan budayanya,” sarannya.

Pemuda yang terlibat dalam penyusunan Permenpar No. 14 Tahun 2016 Tentang Pariwisata Berkelanjutan ini, bahkan mencontohkan bentuk pengedepanan kearifan lokal yang terjadi pada sektor pariwisata di Bali.

Ia mengatakan, bahwa Bali sebagai destinasi wisata terbaik di Indonesia justru tidak dirugikan dengan vakumnya aktivitas perekonomian saat hari raya Nyepi. Justru, kearifan lokal tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Sehingga, banyak wisatawan yang antusias datang ke Bali agar dapat ikut merasakan suasana hari raya Nyepi.

Dikaitkannya dengan pelaksanaan festival Bau nyale, Habibi mengatakan keberadaan Bau Nyale di Tampah Boleq justru dapat menjadi nilai jual lebih bagi Tamada selaku penyelenggara pariwisata.” Jadi, walaupun ada festival bau nyale, Tamada tidak akan rugi,”tandasnya.(wan)

Komentar Anda