Sumur Warga Diduga Tercemar Abu Batubara PLTU

TERCEMAR : Amaq Jumahir, 56 tahun warga Dusun Jeranjang Desa Taman Ayu Kecamatan Gerung menunjukkan air sumur yang sudah berubah warna kemarin. Perubahan warna diduga akibat abu batubara PLTU Jeranjang (ZUL/RADARLOMBOK)

GIRI MENANG-Sejumlah Warga Dusun Jeranjang Desa Taman Ayu Kecamatan Gerung dekat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang tidak berani memakai air sumur mereka untuk kebutuhan sehari-hari seperti minum dan memasak karena warna air sumur berubah, tidak sejernih dulu.

Amaq Jumahir, 56 tahun, salah seorang warga setempat mengatakan, kondisi ini sudah berlangsung beberapa bulan terakhir. Dia menduga kondisi ini karena limbah abu batu bara yang terbang menyasar pemukiman penduduk. Ada yang langsung masuk ke dalam sumur, bahkan ada yang menempel di makanan. Batu bara sendiri merupakan bahan bakar PLTU Jeranjang. “Kita tidak berani minum air sumur langsung. Kita sudah pakaikan penutup (sumur), tetapi tetap saja abu masuk. Makanya sekarang rata-rata warga di sini beli air galon,” terangnya, Rabu (8/3).

Amaq Jumahir sendiri berharap pihak PLTU segera mengangkut limbah abu batu bara yang sudah sangat menumpuk tersebut. Apalagi tempat abu bata bara saat ini merupakan tempat penyimpanan sementara. “Kalau memang berbaya, kita mohon segera diangkut biar kita di sini juga tenang,” jelasnya.

Begitu juga dengan pengangkutan batu baru melalui daratan, dari Lembar ke PLTU. Diharapkan ke depan bisa langsung melalui dermaga yang dimiliki PLTU. Dengan demikian bisa mengurangi debu yang beterbangan. “Kalau disiram sih tetap, tetapi tetap saja banyak debu. Kita  harap ada solusi,” ujarnya.

Baca Juga :  Tujuh Kecamatan Lotim Dapat Sumur Bor

[postingan number=3 tag=”lobar”]

Masni (22 tahun), warga lainnya, juga membenarkan bahwa mereka tidak berani meminum air sumur langsung. Sehingga dibeli air galon. “Takut kita pak, warnanya seperti itu. Makanya kita beli air galon,” terangnnya diamini beberapa ibu-ibu lainnya.

Masni sendiri mengaku membeli air galon sekali seminggu. Itu hanya dipergunakan untuk minum. Tetapi untuk masak nasi, atau minum kopi tetap menggunakan air sumur. “Kalau semuanya kita gunakan air galon, ndak ada uang,” ungkapnya.

Manajer Unit Usaha Pembangkitan PLTU Jeranjang Ibnu Agus Santosa yang hendak dikonfirmasi langsung belum bisa ditemui kemarin karena sedang rapat. Namun dia melalui whatsapp berharap, mudah-mudahan bukan karena debu dari PLTU yang menyebabkan air sumur berubah warna.

Terpisah, Kepala Desa Taman Ayu Junaidi yang ditemui di ruang kerjanya mengatakan, dirinya juga mendapatkan informasi dari warga berkaitan dengan berubah warnanya air sumur. Itu kata dia juga bisa dilihat ketika baju dicuci menggunakan air sumur dan dijemur, ada perubahan warna.

Namun untuk mengatakan perubahan warna tersebut dikarenakan debu batu bara atau abu batu bara, tentu harus melalui kajian atau penelitian. Apalagi Dusun Jeranjang sendiri berada dekat dengan sungai dan juga laut. Namun Junaidi sendiri tidak membantah bahwa perubahan air sumur ini terjadi beberapa waktu terakhir.

Akan tetapi terlepas dari apa yang menyebabkan warna air sumur berubah, dia meminta kepada pihak PLTU untuk mengurangi debu yang beterbangan ke rumah warga. Salah satunya dengan pengangkutan abu batu bara atau disegerakan penembokan tempat penyimpanan sementara limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) abu batu bara. “Selain itu kemarin juga sudah ada kesepakatan untuk melakukan penanaman pohon agar debu tidak terlalu banyak berterbangan,” terangnya.

Baca Juga :  Tertimpa Tembok, 2 Warga Meninggal

Kemudian lanjutnya, diharapkan pihak PLTU ataupun Dinas Lingkungan Hidup Lobar untuk mempertegas, apakah abu batu bara tersebut benar-benar limbah B3 ataukah karena jumlahnya yang sudah berton-ton kemudian dikatakan sebagai limbah B3. Karena faktanya, abu batu bara ini juga bisa dimanfaatkan.

Sebagai contoh dulu dirinya pernah melakukan uji coba menggunakan abu bata bara dalam pembuatan batako. Hasil bagus. Namun malah berurusan dengan kepolisian, karena dia dilaporkan memanfaatkan limbah B3 secara ilegal. “Katanya kalau mau memanfaatkan limbah B3, itu harus ada izin kementerian. Makanya saya mundur,” terangnya.

Kemudian dulu juga pernah ada petani yang dimintanya untuk menabur abu tersebut di lahan persawahan yang cukup dalam lumpurnya. Setelah satu tahun kemudian, sawah tersebut menjadi tidak terlalu dalam seperti sebelum ditaburkan abu tersebut. “Makanya sekarang kita minta untuk bisa dipertegas lah. Apa abu batu bara itu benar-benar limbah B3 atau tidak, karena bisa dimanfaatkan,” tandasnya. (zul)

Komentar Anda