Suhaili Respon Pro Kontra Tradisi Madak

Cari Solusi, Suhaili Minta Duduk Bersama

Suhaili Respon Pro Kontra Tradisi Madak
MADAK: Inilah kondisi saat dilakukan madak di Pantai Kute yang saat ini sudah dijadikan sebagai KEK. (M. HAERUDDIN/RADAR LOMBOK)

PRAYA — Adanya keluhan dari pihak ITDC terkait kegiatan tradisi Madak (Nginap di Pantai) yang dilakukan masyarakat di sepanjang Pantai Kuta yang saat ini menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, karena dinilai menganggu keindahan Pantai Kuta, direspon Bupati Lombok Tengah, H Moh Suhaili FT.

Suhaili menegaskan, bahwa pihaknya sudah menerima surat dari Pihak ITDC mengenai tradisi madak itu. Sehingga untuk mengatasi persoalan tersebut, pihaknya akan melakukan sosialisasi pada masyarakat agar tidak menjadi polemik.

Menurutnya, pada dasarnya semua pembangun di wilayah KEK itu diharapkan supaya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Sehingga, kalau tidak ada yang mau di atur tentunya percuma dikembangkan pembangunan di wilayah tersebut.“Intinya tempat tradisi madak itu tidak saling mengganggu, baik antara pihak ITDC dan masyarakat, makanya kita akan bicarakan langah kita nantinya,” ungkap Suhaili, Jumat lalu (28/9).

Lebih jauh disampaikan, bahwa pihaknya akan mengarahkan agar tradisi madak, kedepan tidak mengganggu keindahan pantai di Kawasan yang saat ini sedang dibangun untuk mendukung kemajuan Pariwisata di Lombok Tengah dan umumnya di NTB. Oleh karena itu, Pemkab akan memikirkan caranya agar nantinya taradisi terbut bisa menjadi pendukung maupun daya tarik wisatawan yang datang berkujung. “ Kita akan mengatur tardisi ini kedepannya, baik dari lokasi maupun hal lainya,” jelasnya.

Baca Juga :  Desa Songak Kembali Gelar Tradisi Bejango Beleq

Sementara itu, PLT Kades Kuta Kecamatan Pujut, Mardan, dijelaskan bahwa saat ini pihaknya juga sudah menerima surat larangan tradisi madak yang dianggap membuat kumuh itudari pihak ITDC. Namun, dari desa sendiri akan selalu mendukung dan berusaha untuk tetap dilestarikan budaya tersebut.“Masyarakat sebenarnya mau diatur bagaimana baiknya, semua tokoh terlibat, untuk dikemas dalam bentuk yang lebih menarik,” ujarnya.

Sebenarnya untuk persolan tersebut memang diperlukan duduk bersama, baik dari masyarakat, Pemkab maupun pihak ITDC untuk mencarikan solusinya. “Kalau dihapus kami tidak setuju, karena ini menjadi budaya yang harus tetap dilestarikan, saya melihat masyarakat ingin diperhatikan,” jelasnya.

Lebih jauh disampaikan, bahwa pihaknya berharap agar berbagai pihak dengan masyarakat yang melaksanakan madak ini agar saling menghargai. Pihaknya dari Pemdes tidak akan tinggal diem terkait persoalan larangan tersebut, pihaknya akan segera koordinasi dengan Pemkab.

Baca Juga :  Tradisi BL Masih Melekat di Warga Kota Mataram

Terpisah, Ketua Adat Kuta, Supriadi menjelaskan bahwa ini sebenarnya harus dimusyawarahkan. Karena menurut ITDC dampak kegiatan madak ini membuat wilayah kumuh. Sehingga memang harus duduk bermusyawarah untuk membahas agar bisa dikemas dengan baik dan bisa dijual ke pariwisata. “ Sebenarnya tradisi madak sama halnya dengan dengan bau nyale,” ucapnya.

Selain itu, kegiatan madak itu dilakukan dalam satu tahun yang dilakukan oleh Masyarakat Kuta, Rembitan, dan Sengkol. Jika lokasinya dipindahkan kelokasi lain, pastinya masyarakat tentu tidak akan setuju karena lokasi itu sudah dilaksanakan secara turun temurun. Sehingga apapun kebijakan yang akan diambil, harus dimusyawarahkan terlebih dahulu. Apalagi pemerintah maupun ITDC mengetahui kemauan dari masyarakat. “Kita tetap dukung ITDC setiap pembangunan yang dilakukan. Karena memang itu niat baik untuk membangun pariwisata Loteng. Tapi ITDC juga harus memikirkan tradisi dari masyarakat setempat,” ungkapnya. (met)

Komentar Anda